Chapter 24 Part 3

3.3K 142 34
                                    

"Anda tampak sangat cantik, Nona Muda."

Sylva tersenyum kecil. Kei yang membukakan pintu mobil itu pun tersenyum membalasnya lalu menuntun Sylva yang mengenakan pakaian pengantin itu masuk ke dalam dengan hati-hati. Mereka sekarang akan menuju ke gereja, tempat pergelaran pernikahan. Hanya dalam hitungan menit, Sylva akan menjadi istri Raven.

Sylva tersenyum sedih. Ia merasa sangat bersalah. Sudah berhari-hari Raven berusaha meminta Sylva untuk membantunya mencari Ibunya. Tapi bukannya membantu, Sylva yang memang sudah tahu persis dimana Tante Eliz hanya diam dan menggeleng. Ia takut. Kalau saja ia ketahuan memberitahu Raven perihal keberadaan Ibunya, Raven akan dibawa ke dalam kurungan atas tuntutan Ayahnya. Karena itu Sylva hanya bisa diam seolah tidak tahu. Perasaan Sylva sangat sakit, ia tidak merasa bahagia sama sekali walaupun hari ini ia telah tampil dalam sosok paling sempurna. Ia merasa rapuh.

"Maafkan aku," gumam Sylva sungguh rendah dan meneteskan setetes air mata dari kelopak matanya.

Mobil berjalan cepat. Tak sampai setengah jam ia sudah tiba di tempat tujuan, dan begitu ia mendaratkan kakinya persis di karpet merah, jam berdetak 12 kali dengan keras.

Alunan musik terdengar. Atas permintaan Sylva, Kei berdiri di sampingnya, memberikan lengannya dan Sylva melingkari lengan tersebut. Kei mendampingi Sylva berjalan menelusuri karpet tersebut, menuju ke ujung, menuju ke Raven yang tersenyum lebar padanya. Tak lama mereka berjalan di atas karpet merah, tibalah mereka di ujung pelaminan. Kei tersenyum lebar.

"Hamba menyerahkan Nona Muda pada Anda, Tuan Muda. Hamba berharap Anda akan membahagiakannya selalu," pesan Kei lembut seraya menyerahkan tangan Sylva kepada Raven.

Raven menyambutnya dengan senyuman. "Saya berjanji, Paman."

Singkat kata, kedua mempelai pun berdiri menghadap ke Tuhan Yesus, menghadap sang Pastor yang memulai ayat-ayat pernikahan. Semua hadirin yang ada juga mempelai diam tidak bersuara, yang terdengar hanyalah saut-saut sang Pastor membaca doa. Segalanya berlalu dengan cepat, dan setelah kedua mempelai selesai membacakan ayat perjanjian, tiba saatnya untuk menukar cincin pengikat janji.

Kedua buah cincin sudah tersiapkan tepat di hadapan mereka. Kedua mempelai mengulurkan masing-masing tangan kanan dan kiri. Yang pertama memulai adalah Sylva. Ia mengulurkan tangannya dan meraih salah sa—


"DDUUUARRRRRR!!!"


Semua orang terkesiap. Tanpa ada aba-aba sama sekali, dengan tiba-tibanya suara ledakan yang sangat keras terdengar didalam seisi gereja. Retakan-retakan dinding depan yang menjadi sasaran ledakan kini mulai membesar hingga ke langit-langit, membuat gedung ini mulai goyah.yang dalam detik berikutnya juga disertai oleh api yang melahap. Serasa tidak sabaran, apinya pun kini mengamuk dan saat disadari, hampir setengah dari gereja besar ini telah dilalap api. 

Tak ingin mengulurkan waktu, seluruhnya yang masih sayang pada nyawa mereka pun langsung melarikan diri keluar dari gereja tersebut, saling berebutan dan berlombaan mengejar gerbang di ujung belakang sana. Semuanya bergerak berusaha menyelamatkan diri mereka, namun ada yang tidak. Hanya satu yang diam, dan Sylva menyadarinya.

"Ada apa, Raven? Kenapa diam saja? Ayo kita keluar!" seru Sylva menarik Raven berusaha mengajaknya untuk kabur dari ruangan berapi ini. Sayangnya Raven bergeming, hanya tersenyum padanya.

"Kamu keluarlah dulu, Sylva. Ada hal penting yang harus kulakukan terlebih dahulu," sahutnya pelan seraya melepaskan cengkraman tangan Sylva.

Sylva panik serta kebingungan. "Apa lagi yang mau kamu lakukan di sini? Ayo cepat kita kabur sebelum terlambat!!" seru Sylva tidak ingin menyerah.

Rage in Cage (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang