Chapter 2 Part 4

7K 326 2
                                    

"Menyebalkan!"

Dengan mata yang masih tertuju pada buku memo kecilnya, secara sembarang Sylva mengambil kentang yang tersusun di konter sayuran itu tanpa memilihnya. Ia benar-benar bete! Ia tahu Raven merasa bersalah waktu lupa dengan janjinya, tapi kenapa bisa Raven meminta maaf dengan dingin begitu? Padahal Sylva sudah menunggunya lama di gerbang, dan ketika tahu Raven tidak kunjung menemuinya ia pun memutuskan membawanya sendiri dengan susah payah. Sewaktu tahu kesalahannya, Raven memang bantu membawanya, tapi kelihatan sekali ia tidak tulus! Semakin memikirkannya, Sylva merasa semakin sebal!

"Sylva?"

Sylva yang sedang emosinya bukan main langsung tersentak kaget ketika pundaknya ditepuk. Ia bahkan memekik ringan. Untunglah tidak ada orang di sekitar yang terkejut karenanya, kecuali orang yang menepuknya. "Siap— Tante Eliz?"

Elizia menepuk dadanya tiga kali, berusaha menenangkan jantungnya. "Kamu membuatku kaget," ujarnya pelan.

"Tante yang duluan bikin kaget!" seru Sylva tidak ingin kalah dan Elizia hanya tersenyum kecil. "Tante belanja, ya?" tanyanya lagi setelah melihat tangannya menenteng keranjang yang berisi banyak kantong.

"Ya, sudah selesai kok," jawabnya lalu giliran dia melirik keranjang Sylva. "Kamu juga belanja, ya? Tumben. Biasanya selalu pembantumu yang belanja," jelasnya keheranan. "Apa kamu belajar masak?"

Sambil cengengesan Sylva menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. Sepertinya malu. "Memang benar sih aku belajar masak," ucapnya kemudian. "Tapi ini untuk acara sekolah kok."

Elizia mengerutkan keningnya. "Acara sekolah? Acara apa?"

Kali ini Sylva terlihat kebingungan. "Lho? Tante tidak tahu? Apa Raven tidak pernah cerita?" tanyanya dan Elizia langsung menggeleng tanpa berpikir. Sylva membuang napas. Raven memang selalu begitu.

"Ia tidak pernah cerita apapun padaku," jawab Elizia datar. "Acara apa?"

"Besok sekolah kami mengadakan lomba antar kelas," jelas Sylva mulai agak serius. "Acara ini dibuat untuk memperingati hari Guru. Akan ada 3 macam perlombaan menurut tingkatan kelas. Kelas 1 akan mengadakan lomba drama, kelas 2 lomba nyanyi dan kami kelas 3 lomba masak. Tapi untuk kelas 3 lebih spesial karena lombanya bukan perkelas tapi perorangan. Jadi masing-masing siswa kelas 3 memasak, menu bebas, dan guru-gurulah yang menjadi Jurinya. Selain itu, orang tua dari masing-masing siswa juga diundang untuk menonton. Bagi orang tua kelas 3, mereka juga diminta untuk bisa membantu anaknya yang memasak, seperti memberi instruksi atau sebagainya."

"Masing-masing siswa? Perorangan? Serius?"

Sylva mengangguk. "Semua murid harus mengikutinya tanpa terkecuali. Satu murid satu menu dan tidak boleh sama. Kelas pun dibagi dua, satu menu makanan, satu minuman."

"Raven bagian mana?"

Sylva memainkan dagunya sejenak. "Makanan," jawabnya setelah lama pikir. "Ia berbeda dari siswa cowok lainnya yang berebutan ingin membuat minuman saja, lantas ia hanya duduk diam. Jadi ia masuk dalam kategori makanan karena kelas kami jumlahnya memang kelebihan satu cowok."

Setelah penjelasannya yang panjang lebar itu, Elizia hanya manggut-manggut saja tanpa ingin berbicara lagi, meski ia heran kenapa guru yang gak sampai 20 orang itu bisa-bisanya mencicipi makanan sebanyak itu. Mungkin saja mereka bermaksud untuk tidak makan seharian biar bisa mencicipinya sambil menonton atraksi dari kelas lain. Terserah deh.

Sebenarnya Elizia sudah hendak pergi, tapi mendadak lengan bajunya ditarik oleh Sylva sehingga ia berhenti lagi untuk bertanya kepadanya. "Kenapa?"

"Mungkin sedikit curang, tapi boleh gak Tante ajarin aku masak sup ayam jagung?" Sylva tersenyum lebar. "Soalnya aku suka banget dengan sup buatan Tante. Jadi, boleh gak?"

Tanpa disadari, wajah Elizia dengan sendirinya berubah menjadi murung, dengan tanpa sebab. "Maafkan aku," gumamnya tak lama kemudian. "Sebenarnya aku tidak keberatan, tapi sayang sekali aku harus buru-buru pulang. Maaf, ya?"

Sylva menggeleng sambil tersenyum. "Tidak apa-apa kok, bukan masalah yang besar. Aku akan menyuruh pembantuku untuk mengajariku deh sebagai gantinya. Sebab Papa janji mau hadir besok, jadi aku tidak boleh mengecewakannya." Sylva menyimpan buku memonya ke dalam tas tangannya. "Ok deh. Aku sudah selesai. Aku duluan ya, Tan."

Elizia melambaikan tangannya seiringan dengan perginya Sylva meninggalkannya sendiri. Jujur, ia ingin sekali mengajarinya. Ia tidak ingin pulang rumah ....

**********************************************************************************************



Rage in Cage (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang