Chapter 18 Part 2

2.6K 135 0
                                    

Setelah memenangi ronde melawan jagoan Bulldog sehingga membuatnya kehilangan muka dan sombongnya yang memuakkan itu, Raven kembali turun ke medan perang. Selama tiga ronde lamanya ia duduk manis terus di bangkunya melawan jagoan-jagoan lainnya yang tak kalah macho dibandingkan dengan jagoan Bulldog tadinya. Sayang di sayang, mau seberapa besar otot-otot yang ada di tubuh mereka, sampai akhirnya tetaplah Raven yang memenangi pertandingan tersebut.

Karena aksinya yang begitu hebat, penilaian yang para penonton berikan kepadanya awal itu langsung berubah total. Sudah banyak yang beralih mendukung dan mempertaruhkan kemenangan Raven. Alhasil mereka yang mempertaruhkannya untung besar karena Raven menang berturut-turut. Meski bisa dilihat Raven adalah pria termuda di sekumpulan mereka, pria-pria lain yang menonton sudah mulai menghormati kehebatannya. Ia bahkan sudah diberi inisial bernama 'Jagoan ABG.'

Selain itu, Elizia yang tadinya bersembunyi-sembunyi di balik bayangan orang-orang pun sudah bangkit maju dan berdiri di samping Raven, memberinya dukungan semampunya. Bahkan setelah Raven menang pun, ia tanpa malunya langsung mendekapinya erat dan menciuminya. Banyak yang menggoda-goda pasangan itu, tapi tentu mereka tidak peduli. Apa yang mereka lihat dan mereka percayakan, mereka berdua adalah pasangan kekasih yang saling mencintai. Tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya mereka itu pasangan Anak-Ibu. Jadi selama hal itu belum diketahui, Elizia tidak akan segan-segan memperlihatkan betapa sayangnya ia kepada putra tercintanya.

Waktu berlalu dengan cepat. Singkat kata, sampai saat ini Raven sudah memenangi 5 ronde terturut-turut, dan Raven memutuskan untuk berhenti. Banyak yang berkeluh kesah secara langsung begitu menyadari Raven berhenti bermain.

"Kamu itu maskot terbaikku, jagoan! Aku menang banyak uang berkat kamu. Karena itu lanjutlah bermain, Nak!" seru salah seorang penonton, berusaha membujuk Raven untuk terus menetap dan melanjutkan permainan. Akan sangat disayangkan kalau pria yang sangat mudah dipercaya untuk terus menang ini akan pergi.

Sayang sekali, bukannya iyakan saja, Raven justru menggeleng. "Maaf, bapak-bapak sekalian. Aku senang bisa membantu kalian, tapi sadarilah kalau aku sudah mulai lemas. Dan lagipula," Raven merangkul Elizia di sampingnya, "pacarku sudah mulai tidak betah di sini."

Seusai Raven berkata demikian, seketika itu orang-orang dari perkumpulan tersebut langsung bersorak dengan lemas, kecewa berat karena keputusan Raven sudah bulat. Elizia yang bisa menangkap kekecewaan di wajah mereka merasa iba.

"Apa tidak kasihani mereka saja? Mainlah lagi satu kali terakhir, Ven."

Tetap saja, Raven menggeleng. "Lain kali saja. Lagipula aku sudah menghasilkan cukup banyak uang, 'kan? Aku rasa ini cukup untuk sementara," timpal Raven kalem meyakinkannya. Ia memang tidak menghitungnya waktu menyerahkannya kepada Elizia, tapi melihat begitu banyak kertas rupiah berwarna biru dan merah cerah, Raven yakin itu lebih dari cukup. Ia menggandeng tangan Elizia erat. "Karena itu, ayo kita pu—"

"Bagaimana kalau melawanku, anak muda?"

Langkah Raven terhenti. Bukan oleh halangan di depan ataupun suara yang terdengar barusan, tapi oleh tatapan. Di punggungnya itu ia bisa merasakan tatapan yang sangat tajam, sangat menusuk, seolah tatapan tersebut sudah menembusi tubuhnya kalau saja itu adalah pedang. Raven terhenti karena itu dan ia memutuskan untuk menoleh, mengetahui siapa yang memiliki tatapan mengerikan seperti itu. Tak jauh di hadapannya, ia bisa melihat seorang pria bertubuh besar, lebih besar sedikit dari Bulldog tadi, dengan kulit berwarna gelap dan berkumis-jenggot lumayan lebat, duduk persis di tempatnya tadi, menatap langsung Raven sambil tersenyum.

"Master! Sang Master datang!"

Bedanya dengan Raven yang mengerutkan keningnya dalam, setelah mendengar ucapan salah satu penonton itu, seluruh penonton lainnya yang ada di sana langsung bersorak ramai, lebih ramai dari yang tadinya. Raven bisa merasakan kalau orang ini bukan orang sembarangan.

Rage in Cage (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang