Chapter 8 Part 1

3.6K 189 0
                                    

Setelah malam Minggu itu, Raven benar-benar ketat mengawasi Ibunya. Ke mana Ibunya pergi, Raven selalu akan ada tidak jauh darinya. Selain sekolah, setiap Ibunya izin keluar rumah, tak sampai 5 menit berikutnya Raven sudah mengekorinya di belakang.

Kali ini ia tidak pernah berniat untuk mengajak siapa-siapa. Sudah cukup kejadian dengan Sylva waktu itu yang membuatnya benar-benar kehilangan jejak. Ia juga tidak mencoba untuk mengajak Tio. Raven tahu Tio sangat melarangnya, apalagi setelah berhasil menangkap sosok Tio yang ada di gedung bioskop malam itu. Ia tidak mengatakannya pada Tio, tidak pula mencoba bertanya untuk memastikan, sebab Raven tahu kalau orang itu adalah Tio.

Meskipun waktu itu Tio mengenakan jaket berkerudung, topi, celana panjang, menutupi dirinya total, ia tidak bisa menutupi ciri khasnya yang berjalan dengan tubuh agak membungkuk dan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celananya. Selain itu, sepatu butut yang tiada duanya dengan orang lain sudah memberitahu Raven kalau sosok tersembunyi itu adalah Tio. Maka karena itulah, Raven kini menjalankan rencana pembuntutan hanya seorang diri saja.

Sejak awal mulai membuntuti Ibunya, tanpa tahu-menahu sudah lewat 1 bulan. Tapi sejauh ini menurut pengamatan Raven, Ibunya dengan Paman itu tidak mengalami kemajuan sama sekali. Mereka berdua lebih terlihat sebagai pasangan sahabat daripada pasangan kekasih yang lebih banyak humornya. Raven mengira hubungan mereka akan selalu sederhana begitu, sampai suatu hari ia melihat Ibunya membawa-bawa sebuah topeng.

"Apa ini?" tanya Raven seraya mengambil topeng tersebut yang diletakkan di atas meja tadinya. Topeng ini hanya setengah, menutup bagian sekeliling mata saja. Warnanya merah terang dihiasi butiran-butiran Kristal kecil dengan bulu yang menempel di samping kanannya dan dua buah mawar merah.

"Oh, itu buat acara malam lusa nanti," jawab Elizia sambil menyusun majalah dan koran ke dalam laci meja.

Raven hanya bergumam rendah menimpali jawaban Ibunya lalu kembali mengamati topeng itu. Elizia menghela napas pendek dengan kecewa ketika menyadari anaknya tidak berniat bertanya lagi. Sejujurnya, Elizia ingin Raven bertanya lebih lanjut.

Sudah lama Rion dan dirinya ketemuan di luar, tapi kenapa anaknya itu sama sekali tidak bertanya tentangnya? Dulunya ketika menelantarkan rumah untuk mencarikan seorang Ayah untuknya, Raven selalu bertanya dengan histeris ke mana dirinya pergi setiap hari. Tapi sekarang, jangankan bertanya, tertarik pun sepertinya tidak. Apa karena sudah dewasa jadi sudah tidak peduli lagi? Elizia merindukan sosok putra ciliknya yang begitu perhatian dan mudah penasaran kepadanya.

Sebelum Elizia melamun lebih jauh lagi, mendadak suara pintu yang terbuka keras itu menyadarkannya kembali. "Se, selamat pagi, Yah!" serunya agak salah tingkah sambil berdiri dengan kikuk.

"Pagi," jawab Erdi kemudian menguap dengan lebar. Ia menggaruk-garuk punggungnya setelah itu. "Apa sarapan pagi ini?"

"Bubur ikan," jawab Elizia cepat. "Apa Ayah mau makan sekarang? Akan kupanaskan sekarang, tunggu sebentar, ya." Dengan cepat Elizia melesat ke dapur mendahului Ayahnya, mulai memanaskan bubur.

Tak butuh waktu yang lama, bubur ikan tersebut sudah siap dipanaskan dan sudah tersedia sepiring penuh di hadapan Erdi. Tanpa cuci muka maupun sikat gigi, Erdi pun memulai sarapannya tanpa banyak bersuara. Di saat itu, Elizia hanya diam mengamati Ayahnya. Wajahnya terlihat lesu dan kucel, rambut berantakan dan jenggot sudah mulai bertumbuhan. Terlihat juga banyak uban di rambutnya yang tipis itu. Tanpa sadar Elizia merasa sedih.

"Akhir-akhir ini Ayah sibuk, ya?" tanya Elizia mencoba perhatian padanya, yang dijawab dengan anggukan yang cuek. Diam-diam Erdi menekuk alisnya ketika mendengar pertanyaan putrinya.

Akhir-akhir? Yang lebih tepatnya itu sejak pergantian kepala direktur! Sesuai dugaan Erdi, direktur baru itu jauh lebih muda darinya. Memang sih perlakuannya berbeda dengan Pak Sudion, tapi malasnya sama! Palingan hanya 1-2 jam ia melihatnya duduk di kantor dan setelah itu sosoknya menghilang entah ke mana, dan yang paling parahnya, hampir seluruh pekerjaannya itu ia lemparkan kepada Erdi! Gimana Erdi tidak sibuk dan capek, coba, kalau pekerjaannya sekarang sudah digandakan dua kali, tidak, tiga sampai empat kali lipat? Benar-benar menyebalkan!

Rage in Cage (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang