052. Kebahagiaan Kecil Menuju Bencana Besar -2-

Start from the beginning
                                    

"BAKA! BAKA! BAKA!" Sang Jenderal menggeram marah dengan tangan yang menjambak surai pirang pendeknya. "Kenapa aku tak bisa menghabisi mereka dalam kurun waktu tiga tahun?"

"Tak ada yang menyalahkamu jika Uchiha kembali bangkit. Aku tahu ikatan batinmu dengan Sasuke, sama seperti Hinata, dia adalah orang pertama di luar keluarga kita yang menerimamu. Kau masih menyayanginya sebagai saudara, itulah yang membuatmu menunda menghabisinya. Kau bahkan tak memprediksi dia bisa berkomplot dengan Akatsuki."

"Cih.." Naruto mendecih muak. "Omong kosong apa itu Kogo-sama?"

"Kau pernah mengatakan sudah tak mencintai Hinata, tapi kini..., kau bahkan tidak bisa di jauhkan darinya. Jika kau tak menganggap Sasuke lagi sebagai saudaramu, kenapa tak kau perkosa saja istrinya. Bukankah ayahnya melakukan hal yang sama pada ibumu? Tak perlu berbohong Naruto, matamu menjelaskan semua padaku." Mito berlalu begitu saja meninggalkan keponakannya.

Tapi sebelum melangkah keluar dari kamar ia menoleh sekilas pada sang keponakan. "Kau memberikan kesempatan hidup padanya. Berharaplah kelak ia juga memberikan kesempatan hidup padamu."

"AGGHHHHHHH!!!!" Naruto melempar semua pajangan yang ada dalam ruang tamu istana keshogunan itu. "Hhhhhh..., Uchiha Sasuke kali ini tak akan ku biarkan kau hidup."

🍀🍀🍀🍀

"Hime...Kenapa disini, bukankah aku menyuruhmu tidur?" Dahi tannya mengerenyit ketika mendapati sang istri yang kini tengah duduk di rokka kamar mereka.

Hinata mengalihkan pandangannya yang mendongak ke langit kelam malam itu. "Duduk disini, Naruto-kun...." Hinata menepuk tempat kosong disampingnya. Senyuman manis yang tersungging di bibirnya membuat sang suami tergelitik dan juga menampakkan senyuman tipis.

Sang Jenderal duduk di samping sang istri, dan hal yang sama yang akan ia lakukan saat bedekatan dengan sang istri. Tangannya kembali merengkuh hangat tubuh yang kini tengah menampung benihnya.

"Aku meyuruhmu istirahat..., kenapa berada di luar hmmmm?" Dagu lancip kecoklatan itu bertumpu pada pucuk kepala yang di tumbuhi surai indigo lebat yang selalu menjadi pusat ketenangannya.

Tangan Hinata melingkar erat pada pinggang tegap sang Jenderal, kepala indigonya ia sandarkan di dada bidang sang suami. Tubuhnya begitu pas masuk kedalam pelukan Naruto. Seolah tubuhnya memang di ciptakan untuk sang Jenderal.

"Aku belum mengantuk..." Jawab Hinata seraya menyamankan sandarannya pada dada bidang sang suami.

"Dasar nakal..., kau tidak hidup untuk dirimu sendiri sekarang..." Tangan Naruto yang melingkar di pinggang Hinata mengelus sekilas perut buncit dimana benihnya sedang tumbuh.

"Dia juga belum mengantuk..." Hinata mengalihkan pandangannya pada langit kelam yang di taburi ribuan bintang. "Kami ingin melihat bintang.." Satu tangannya menunjuk langit yang dihiaskan ribuan bintang.

"Sayang sekali malam ini tidak ada bulan..." Naruto mengecup sekilas pucuk kepala kesayangannya.

"Bulan akan muncul..., karena malam tak pernah mengingkari janjinya menanti rembulan.., dan bulan juga tak akan pernah mengingkari janjinya menemui sang malam..., ya kan, Anata...?"

Tangan Naruto mengelus lembut lengan yang berada dalam kungkungannya. Pipi tannya ia eluskan pada helaian indigo sang istri. "Terkadang bulan tak datang untuk menemani sang malam, tapi malam akan di temani dengan ribuan bintang yang menyayanginya."

"Cahaya rembulan tak akan pernah tergantikan untuk menyinari sang malam. Bahkan terkadang tanpa sang bintang sang malam tetap menanti cahaya rembulan walau dalam kehampaan.." Balas Hinata lembut. Tangan putihnya mengelus rahang tegas sang suami yang bertumpu pada kepalanya.

Fox And FlowerWhere stories live. Discover now