Chapter 49

2.6K 116 18
                                    

hi all...
this is an update for you :)
thanks a lot udah komen ya, semuanya aku baca dan aku terima dengan riang hati :)
your comment iss important so i can know what is in your head about this story...
hope you like this chapter and please comment, vote and like it :)
many thanks guys
-----------------------------------

Niall’s POV:

Seluruh tubuhku terasa sakit dan nyeri, aku tidak bisa melihat dengan jelas dan bisa kurasakan darah hangat mengalir dari hidungku. Kucoba menggerakkan tangan dan kakiku yang terasa kebas dan untungnya masih bisa kugerakkan, kucoba membetulkan posisi dudukku dan memandang sekeliling. Aku berada di ruangan yang cahayanya remang-remang dan sangat sepi, tidak ada apa pun disini selain kasur kecil di pojokan dan sebuah meja berukuran kecil, kucoba mempelajari ruangan tempatku berada, begitu sunyi dan terasing, kemudian aku menyimpulkan aku berada di sebuah ruangan di bawah tanah atau di sudut rumah yang jarang disentuh orang.

Tenggorokanku terasa kering dan rahangku sangat sakit ketika digerakkan, aku benar-benar babak belur dan tidak bisa berbuat banyak. Kucoba berdiri perlahan dan menyusuri ruangan ini, berusaha mencari tahu dimana sebenarnya aku berada tapi aku tidak menemukan petunjuk apa pun, ruangan ini hanya memiliki satu jendela yang sangat kecil – mungkin lebih tepat jika disebut lubang yang diberi kaca – yang cukup untuk keluar masuk cahaya matahari. Aku bergerak menuju jendela itu dan berusaha melihat keluar tapi lagi-lagi tidak banyak yang kulihat, hanya tanah kecoklatan dan rerumputan yang bisa terlihat olehku, aku memicingkan mataku berusaha melihat lebih jauh dan lebih banyak lagi. Hasilnya tidak lebih baik, aku bisa melihat sekilas ada sebuah pagar di luar ruangan ini, dan tidak banyak orang yang lalu-lalang. Kusimpulkan bahwa aku benar-benar berada di tempat antah berantah dan terpencil.

Kemudian samar-samar kudengar suara ribut dari arah luar, kucoba mengintip dari jendela tadi. Kulihat ada dua mobil datang – well agak tidak jelas sih memang – dan beberapa orang turun. Salah satu dari orang-orang yang turun itu tampak menggendong seseorang – atau seorang gadis jika penglihatanku tidak salah melihat – dan masuk menuju rumah dengan dikawal beberapa orang lainnya. Setelah rombongan itu menghilang, keadaan diluar kembali sunyi, mobil-mobil yang datang barusan pun langsung pergi. Aku menghela nafas dan berpikir apakah ini mungkin tempat menyandera orang karena daerahnya sangat terpencil dan sunyi. Kemudian aku berjalan menuju tempat tidur di pojok ruangan, tidak nyaman tapi cukup hangat dibandingkan lantai tempatku tergeletak tadi. Aku tidak habis pikir bagaimana bisa aku berakhir disini dan dipukuli habis-habisan oleh orang-orang yang tidak kukenal, lalu aku langsung teringat akan Charlotte. Aku merogoh kantongku dan mencari ponselku, kucoba meneleponnya namun tersambung ke kotak suara, kucoba menelepon Ron, ia mengangkatnya namun mengatakan tidak melihat dimana Charlotte berada. Aku menjadi semakin panik karena tidak mengetahui keberadaannya, disaat aku hendak menghubungi Ann, ponselku mati karena kehabisan dayanya. Karena begitu kesal kubanting ponselku ke tembok dan mengumpat, aku benar-benar butuh keluar dari sini dan mencari Charlotte.

***

Aku terlonjak karena mendengar suara ribut diluar ruanganku, rupanya aku ketiduran dan bisa kulihat diluar sudah gelap. Aku mendengar ada suara yang mendekat dari arah luar dan kemudian kudengar suara kunci diputar dan pintu ruanganku  terbuka. Sepintas aku mendengar teriakan seorang wanita namun hilang begitu pintu ditutup. Kemudian tiga orang mendatangiku yang berada di pojok ruangan, dan darahku mendidih begitu tahu bahwa ternyata dialah dalang dibalik ini semua.

“Well, ada yang sudah sadar. How’s your day Horan?” ujar Harrold kepadaku sambil menyeret meja kecil di ruangan mendekat kearahku dan duduk diatasnya.
“Harusnya bisa kuduga ini semua ulahmu, Harrold,” ujarku ketus.
“I’m sorry for all of this. Sorry wajahmu yang tampan jadi terluka dan berdarah,” ujarnya sinis.
“You such a jerk. What do you want? Where am I?” tanyaku sengit.
“Holly molly, don’t be harsh Horan. Kau berada di suatu tempat yang sangat terpencil dan tidak akan ada yang bisa menemukanmu. Dan mengenai apa yang kumau? Kamu pasti sudah tahu jawabannya, Charlotte,” ujarnya santai sembari mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya.
“Don’t you dare Harrold. Stay away from her. She is my fiancé!” teriakku. Aku bergerak maju dari tempatku semula dan hendak meninju wajahnya, akan tetapi dua orang yang datang bersamanya lebih sigap, mereka menahanku dan membuatku tak berkutik. Bisa kulihat efek kata-kataku kepada Harrold, ia berhenti merokok dan raut mukanya sedikit kaget namun tak lama ia tersenyum licik padaku.
“So kalian sudah tunangan? Well, kalau gitu kenapa dia nggak bilang sendiri sama aku ketika aku menjemputnya?” ujarnya ringan.
“Wait, what? Apa yang kamu bilang? Dia kamu jemput? Where is she Harrold, kamu benar-benar tidak tahu diri! Sampai kapan kamu akan berhenti menggangguku dan Charlotte? You can’t have her Harrold!” teriakku sambil meronta berusaha melepaskan diri dari cengkraman orang-orang ini.
“Hahahaha… well, haruskah aku bilang kalau kau salah dan aku sudah mendapatkannya?” ujarnya dengan nada mencemoohku dan ia menghembuskan asap rokoknya tepat di mukaku.
“Dasar kau brengsek! Aku akan menghajar dan membunuhmu Harrold, jangan coba-coba merenggutnya dariku,” umpatku lagi.
“Apa yang bisa kau lakukan Horan dengan badan penuh luka dan tidak berdaya seperti ini? Charlotte aman bersamaku dan aku akan bersenang-senang dengannya, sementara kau akan membusuk disini tanpa ada yang tahu keberadaanmu,” ujarnya padaku sambil menyeringai lebar.

Fall For YouOn viuen les histories. Descobreix ara