chapter 20

4.9K 70 2
                                    

Hi guys!
Sorry for waiting too long :(
I have lots of task, really, so kind of busy..
How r ya?
How's the story so far? Did you enjoy it?
It will be ended soon....yippie!
Who's excited??
Comment, vote and promote this story please....
I will try improve my skill for another fanfic story..
Would you read it? My new fanfic.. hihi..
Please enjoy this chapter, mwah
-cens-

------------------------------------------------------------------

Charlotte’s POV :

“Charlotte! C’mon you will be late if you’re not hurry!” teriak Papa dari bawah.
“Okay Dad! I’ll be there in 5 minutes!!” balasku dari kamarku.
Yap, hari ini aku berangkat ke Yunani untuk melakukan penelitian. Aku akan meninggalkan Inggris selama satu tahun. Ketika sedang membereskan beberapa barang yang harus kumasukan ke dalam koper, aku menabrak menja riasku dan semua isinya jatuh ke lantai. “Shoot!” aku mengumpat pelan. Aku membereskan semuanya dengan kilat dan kemudian aku terdiam ketika mengambil fotoku dan Niall sedang lomba makan es krim yang difoto oleh Ann. Di foto itu, aku dan Niall tampak bahagia dan konyol karena ada es krim di hidung kami. Oh betapa aku merindukan Niall dan semua tentang dia. Karena keegoisankulah aku tidak mendatangi Niall, padahal ia sudah begitu sabar dan bertanggung jawab. Karena keegoisanku jugalah aku berangkat ke Yunani dan meninggalkan Inggris. Akan tetapi, ini semua kulakukan agar aku bisa kembali lagi ke Niall, aku begitu mencintainya dengan seluruh jiwaku. Aku kembali meletakkan fotoku dan Niall di meja rias dan kembali membereskan barang-barang yang ada di lantai. Setelah selesai membereskannya dan memasukkan semua keperluanku ke dalam koper, aku berhenti sejenak dan memandangi kamarku. Aku akan sangat merindukan kamar ini dan segala isinya, kemudian aku menoleh lagi kea rah meja riasku dan memandangi fotoku bersama Niall. Entah mengapa aku berjalan kea rah meja rias dan memasukkan foto tersebut ke dalam tasku, padahal aku tidak ada niatan untuk membawanya.

“Charloooooootttteeeee!!!!!! C’mon!!” teriak Papa tidak sabar lagi.
Aku tidak membalas teriakannya, aku langsung menggeret dua koperku dan satu tas jinjing serta menyelempangkan tas yang berisi dompet, paspor, telepon genggam dan tiket pesawatku. Ketika aku hendak melewati pintu, pandanganku terhenti di meja kecil di samping pintu, ada tumpukan surat dari Niall yang tidak tersentuh olehku. Tanpa pikir panjang aku langsung mengambil semuanya dan memasukkannya di dalam tas kecilku kemudian berjalan menuruni anak tangga.

“Finally! Kamu lama sekali, Nak. Kita bisa terlambat lho. Kamu nggak mau kan ketinggalan pesawat.” Ujar Papa sambil membantu membawakan tasku menuju mobil. Papa sudah selesai memasukkan semua barang-barangku dan mengecek apakah ada yang tertinggal atau tidak. Aku berjalan menuju mobil dan menatap rumahku, “Aku akan sangat merindukan tempat ini. Aku akan segera kembali.” Gumamku perlahan.
Di dalam mobil aku dan Papa tidak banyak bicara. Aku tahu, ini pasti berat baginya, aku belum pernah pergi ke luar negeri dan meninggalkannya seorang diri.
“Dad.” Ujarku pelan.
“Yap, whats wrong?” balas Papa sambil mengemudi.
“You will be alright, kan? I’m worried about you.” Kataku sambil memandang ke luar jendela.
“Of course I will, honey. Don’t worry. Justru Papa yang khawatir denganmu.” Jawab Papa.
“I’ll be alright too, Dad. I promise. I love you so much.” Ujarku meyakinkannya.

***

Kami tiba di bandara. Ketika sedang membantu Papa mengeluarkan koper dan tasku, ponselku berbunyi.
Ann meneleponku dan aku segera mengangkatnya.
“Hi Ann!”
“Lotty! Am I late?”
“No, Ann. I just arrived at the airport. Why?”
“Ugh you little moron! I want to go there. Aku terjebak macet, sebentar lagi sampai di bandara. Kamu gak boleh pergi sebelum kita bertemu. Ok?!”
“Uhm, ahaha… well, ok Ann. But you have to hurry. My plane will take off soon.”
“Roger that!”

Aku tertawa sehabis menerima telepon darinya, memang sangat khas dari Ann. Sahabatku yang baik dan begitu pengertian ini memang sedikit dramatis. Ia meneleponku seolah-olah aku dan dia tidak akan bertemu lagi. Padahal, ada internet dan skype, kami tetap bisa mengobrol dan bertatap muka. Papa mengajakku menunggu di dalam agar bisa mendengar pengumuman mengenai keberangkatanku. Aku duduk di samping Papa dan mengobrol dengannya, aku memanfaatkan kesempatan ini karena aku tahu aku pasti akan sangat merindukan saat-saat dimana aku bisa mengobrol bersama Papa. Ketika sedang asyik mengobrol dan bersenda gurau dengan Papa, tiba-tiba ada yang menutup mataku dan aku kaget setengah mati. Tak lama aku mendengar cekikikan khas dari Ann dan ia melepaskan tangannya dari mataku. Aku menghampirinya dan memeluknya dengan erat.

“You, little moron!” sapa Ann ketika aku melepaskan pelukanku.
“Hhahaha, aku akan sangat merindukan panggilan itu darimu, Ann.” Jawabku sambil tersenyum.
“Sooooo, you’re gonna leave me alone here, Lotty.” Ujar Ann mencubit pipiku.
“Yeah, its true. Akhirnya aku bisa terbebas darimu.” Godaku kepada Ann.
“Ugh, mean girl.” Respon Ann.
“Hahha… No way! Aku bakalan kangen banget sama kamu, Ann. You are my bestfriend ever!” kataku sambil memeluknya lagi.
“Whoa Lotty! Sejak kapan kamu jadi hobi meluk aku begini. Hahaha… Kidding! I’m gonna miss you too, Lotty. You are the best!” ujarnya tertawa dan balas memelukku.

Kami masih asyik mengobrol sampai kemudian terdengar panggilan bahwa pesawat menuju Yunani akan segera take off.

“Oh Ann, I should go now. I’m gonna miss you so so so much!!!” ujarku .
“Yeah me too. Oh Lotty, here. Take this before I forget.” Kata Ann sambil mengeluarkan amplop putih dari tasnya.
“What’s this, Ann?” tanyaku sambil menerima amplop itu.
“You’ll see. Open it when you arrived.” Ujarnya misterius dan menyuruhku untuk segera check in pesawat.

Aku hanya mengangkat bahuku dan melambaikan tanganku padanya. Papa mengantarku hingga aku selesai check in. “Be carefull sweet heart. Enjoy your flight, be good in there. Don’t forget to text or email me when you arrive. Ugh I’m gonna miss my little princess.” Ujar Papa panjang lebar sambil memelukku erat untuk terakhir kalinya sebelum aku pergi. “Oh, Dad. Don’t worry, I’m not a child anymore. And I’ll text you soon. I have to go now, Dad. Love you so much!” balasku sambil memeluk dan mencium kedua pipinya.

Aku berjalan melalui lorong menuju pesawat. Aku melangkahkan kakiku dengan semangat dan percaya diri, kuusap air mataku yang membasahi pipiku. Ya, aku menangis. Tapi ini bukan tangis kesedihan, aku menangis terharu oleh semuanya. “Don’t cry. You will be alright. You are strong girl.” Gumamku pelan. Akhirnya aku sampai di pesawat dan segera duduk di kursiku. Tak butuh waktu lama sampai pesawat lepas landas. Aku menikmati pemandangan dari pinggir jendela dan aku merasa bahagia. Aku jatuh tertidur dan ketika sadar, siang sudah berganti malam. Sejenak aku merasa bingung ada dimana, akan tetapi aku segera ingat aku masih berada di dalam pesawat. Aku menggeliat sedikit kemudian pergi ke toilet untuk mencuci mukaku. Tak lama setelah aku kembali, makan malam dihidangkan. Rasanya lucu juga makan malam di pesawat, makan sambil terbang di udara. Ketika sedang makan, mendadak aku teringat akan amplop yang diberikan Ann kepadaku. Kurogoh tasku dan mengeluarkannya, rupanya ada tulisan di luarnya.

“To my dearest Charlotte, from your food prince.”

Aku terdiam dan tersenyum simpul membacanya, ternyata ini surat dari Niall. 

to be continued

----------------------------------

cliffhanger, mwahaha :P
can you guess the content of the letter??
what do you think of this chapter??????
let me know, pleaaaaseee...
hope you guys like it ya~
comment, vote and don't forget to promote
lots of love, cens. 

Fall For YouOù les histoires vivent. Découvrez maintenant