Chapter 42

3.1K 92 13
                                    

hi guysss
here is an update for you,, even there is no comment in the previous chapter (and it makes me sad) but because I love you all, I did the update :)
hope you like it as well..
please vote it, like it, comment and spread this story..
thanks guys, mwah
------------------------------------

Charlotte’s POV :

Sesampainya aku di kamarku, hal pertama yang kulakukan adalah menghempaskan diriku di atas kasurku, aku merindukan tidur di atasnya. Kamarku tidak banyak berubah, bahkan tidak ada debu di dalam sini. Ann langsung bergabung denganku di kasur, ia duduk disana dengan ponselnya dan memotretku yang sedang tiduran di kasur, aku menjerit dan berniat merampas ponselnya tapi ia lebih sigap dan langsung menyembunyikan ponselnya.

Aku bangkit dari kasur dan berniat mandi, kutinggalkan Ann di kamar sendirian selagi aku mandi. Kemudian setelah selesai aku keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk, ketika aku hendak mengenakan pakaianku, tiba-tiba Ann berteriak dan membuatku kaget.

“Whoa Lotty! Your neck!” ia berteriak padaku.
“What? Kenapa leherku?” tanyaku dengan nada bingung.
“Come here and see it by yourself,” ujar Ann menyeretku ke depan cermin.
“Wow. I almost forget about this,” jawabku lirih.
“Aw, is Niall did this to you?” goda Ann.
“Nope,” ujarku singkat sambil berjalan menjauh dari cermin.
“Then who did that?” tanya Ann penasaran.
“Harrold,” jawabku pelan sambil mengenakan piyamaku.
“No way, no fcuking way!” ia menjerit pelan dan wajahnya sangat kaget.

Kemudian aku menjelaskan sesingkat mungkin kejadian tadi pagi karena aku tidak ingin mengingat-ingatnya lagi. Ann mendengarkan ceritaku dengan raut wajah tidak percaya dan ia berkali-kali menggelengkan kepalanya, ia sama bingungnya dengan Niall – well aku sama bingungnya denganku juga sebenarnya – kenapa Harrold bisa muncul di bandara.

“It’s impossible Lotty, harusnya kan dia masih di RSJ,” tukas Ann.
“I don’t know Ann, buktinya ia bisa melakukan ini padaku,” jawabku frustasi.
“Oh sorry Lotty, aku cuman heran aja. Gimana caranya dia bisa berkeliaran di tempat umum,” sahut Ann sambil memegang tanganku, berusaha menenangkanku.
Kugelengkan kepalaku sebagai jawaban, aku sungguh tidak tahu dan aku sekarang sangat takut, takut dengan ucapannya. Aku sedikit bimbang, haruskah aku mengatakan ucapan Harrold tadi pagi kepada Niall dan Ann, jika aku mengatakannya mereka – bahkan Papa – pasti akan sangat khawatir dan aku pasti tidak akan diperbolehkan kemana-mana sendirian yang notabene akan merepotkan mereka – terutama Niall – tapi kalau aku tidak mengatakannya, Harrold bisa saja melakukan hal-hal buruk. Setelah menimbang-nimbang cukup lama, akhirnya aku mengatakannya pada Ann dan reaksinya – sesuai dugaanku – cukup berlebihan, ia mengatakan kalau aku harus terus berada di dekatnya dan Niall, ia juga bertanya apakah aku sudah mengatakan hal ini kepada Niall atau belum. Ia sedikit marah ketika mengetahui bahwa aku belum mengatakannya kepada Niall.

“Lotty! You should tell Niall, now. Kalo nggak kamu bisa dalam bahaya, aku nggak tahu apa yang bakalan dilakuin si Harrold gila. Please Lotty, for your own sake,” pintanya padaku.
“Well, I will tell him Ann, later. Maybe tomorrow, hari ini sudah cukup melelahkan bagiku dan Niall. Aku janji bakalan ngasih tau Niall,” ujarku.
“Well ok then. Kuharap Harrold tidak mengganggumu lagi. Aku nggak habis pikir apa yang dia mau, dan gimana dia bisa keluar dari RSJ. Dia bisa aja ngelakuin hal yang berbahaya terhadapmu, Lotty,” ia berkata dengan nada khawatir.
“Yea, I know. Aku takut, Ann. Aku juga gak tau kenapa ia sangat menginginkanku,” timpalku frustasi.
“Sshh, enough for now. Mulai sekarang kamu harus bilang sama Niall dan aku kalo mau kemana-mana,” kata Ann.

Tepat ketika aku hendak menjawabnya, Niall masuk ke kamar dan mengatakan kalau makan malam kami sudah siap. Setelah sedikit berkelakar di kamar, kami turun untuk menyantap makan malam kami. Sayangnya, Niall harus pulang malam ini karena ada yang harus ia lakukan, sejujurnya aku ingin dia bermalam disini, entah mengapa aku merasa aman jika ia ada di sekitarku. Akhirnya aku merelakan kepulangan Niall dan berpesan agar ia segera meneleponku ketika sudah sampai di rumah.

Setelah mengantar Niall ke depan pintu dan mengucapkan selamat malam kepada Papa, aku kembali ke kamar bersama Ann. Aku sudah sangat mengantuk begitu pula dengan Ann, aku mengatakan kalau ia boleh tidur duluan karena aku masih menunggu telepon dari Niall. Ann tidur duluan dan Niall masih belum meneleponku, karena tidak sabar aku mencoba meneleponnya, tapi tidak diangkat. Tak lama setelah aku menutupnya, teleponku berbunyi, dari Niall. Ia bilang kalau ia tadi mandi dan sudah berada di rumah dengan keadaan selamat, ia juga sangat letih dan setelah mengobrol sebentar, aku mengucapkan selamat tidur padanya. Aku meletakkan teleponku di samping meja dan menyelimuti diriku dengan selimut. Belum lama aku memejamkan mataku, tiba-tiba ponselku berbunyi lagi, aku sampai kaget dan dengan setengah mengantuk aku mengangkatnya tanpa memperhatikan siapa yang menelepon.

“Halo, Niall… we should sleep now,” ujarku setengah mengantuk.
“Yea we should sleep. Together,” jawab suara di seberang sana.
“What happen to your voice Niall?” tanyaku masih belum sadar.
“Hello bunheads, its me. Shall we sleep together?” jawabnya.
“Y..you! how come?” tanyaku.
“Well, you don’t need to know. Ugh rasanya ingin aku bergabung denganmu di kasurmu yang empuk dan merasakan dirimu. Tapi apa boleh buat, temanmu yang tolol itu sedang tidur bersamamu,” ujarnya dengan suara seraknya.
“Where are you? You sick, ngintipin orang malam-malam, gak ada kerjaan banget! And she’s is not dumb, you sick! Why can’t you just go away from me, from my life?!” aku sedikit berteriak di  teleponku.
“Ckckck, jangan marah-marah dong, dan aku nggak sakit. All I want is you. With me, that’s all. Kamunya aja yang mempersulit, harusnya dulu aku melenyapkan Niall selagi bisa. Jadi kamu nggak akan bersamanya,” ujarnya enteng.
“How dare you?! I don’t wanna be with you and am done with you,” teriakku kemudian menutup teleponnya.
Kumatikan ponselku dan kutaruh di meja, aku melirik kearah Ann, mengecek apakah ia terbangun karena suaraku tadi, aku tidak ingin ia mengetahui hal ini – ya paling nggak tidak sekarang – dan menjadi semakin panik. Aku hanya membutuhkan tidur dan aku sangat ingin bisa tidur dengan tenang dan aman, dan aku memaksa mataku untuk terpejam.

to be continued
-------------------------------

haha! how is it??
harrold is really a jerk, doesn't he? ppffttt
comment please,, vote, like and spread this story,,
i love you all and yeah hope you like this chapter :))
much love, cens xxx

Fall For YouWhere stories live. Discover now