045. Kembang Api Yang Terbakar -1-

Start from the beginning
                                    

"Hontou ni arigatou.." Hinata menyandarkan kepalanya pada sisi kepala pirang yang bertengger di bahunya, dengan mata terpejam.

Dua orang manusia ini berpelukan dari belakang dengan posisi duduk bersila, pagi hari di dalam kuil. Tak ada kebahagiaan lebih indah dari ini bagi mereka. Sekalipun dalam hitungan bulan badai besar akan memporak-porandakan kebahagiaan mereka.

...

Dengan sangat telaten Jenderal Samurai itu menjadikan lengan kekarnya sebagai sanggahan pinggang sang istri yang kini tengah berusaha susah payah berdiri dari duduknya. Tangannya yang lain menggenggam tangan sang istri yang berusaha bangkit dengan perut besarnya.

Kandungan Hinata memang baru berusia empat bulan. Tapi besar perutnya beserta janin yang terkandung di dalamnya sudah berukuran seperti wanita hamil enam bulan. Tentu saja, yang Hinata kandung bukanlah bayi manusia biasa.

"Jalanmu semakin lamban saja sayang..." Dengan sangat pelan Naruto memapah sang istri yang berjalan pelan disampingnya.

Para dayang dan kasim yang kebetulan berpapasan dengan pasangan majikan mereka, memasang senyum simpul. Hanya saat bersama Hinatalah Naruto menunjukkan sisi lain dirinya yang lembut dan hangat.

Tiba di depan gerbang, Naruto kembali memasang sikap siaga. Tanpa persetujuan Hinata tangan kekar milik sang suami menggendongnya dengan sangat hati-hati. Menapaki satu demi satu anak tangga, menuju dataran lebih rendah di bawah kuil.

Dan tanpa sengaja sepasang amethys menangkap kemesraan sepasang suami istri ini. Shion yang kala itu sedang menaiki tangga menuju kuil tanpa sengaja berpapasan dengan sang Jenderal yang sudah dua kali menunda pernikahan dengannya, dengan alasan kesibukan.

Padahal jelas-jelas ia melihat sendiri Naruto selalu menyempatkan waktunya untuk Hinata. Tapi tidak pernah punya waktu untuk mempersiapkan pernikahan mereka.

Naruto, pria yang menjabat sebagai Jenderal Samurai itu sama sekali tidak mengalihkan pandangannya yang terfokus kedepan. Sangat berhati-hati karena ada dua nyawa yang sedang dia gendong.

Sementara Hinata, ia terpaksa tersenyum sopan dihadapan Shion. Walau senyuman manisnya hanya di balas dengan buangan muka oleh Shion.

"Naruto-kun..."

"Hmmm." Naruto masih tetap mempertahankan langkahnya yang menuruni tiap anak tangga kuil.

"Tentang Shion-"

"Bisa kita tidak membahas ini." Belum sempat Hinata mengutarakan isi hatinya. Suaminya sudah lebih dahulu memotongnya. "Aku sudah lama tidak mendengarmu bermain koto*) sebenarnya aku sangat rindu melihatmu menari diiringi kupu-kupu. Tapi karena perutmu tak memungkinkan mu menari, jadi suamimu ini memintamu bermain satu lagu dengan menggunakan koto."

Hinata tentunya tak punya kesempatan untuk menolak. Mengingat sudah sejak lama suaminya itu memintanya memainkan sebuah lagu dengan menggunakan alat musik serupa kecapi itu.

o0o

Kilauan amethys itu akhirnya tampak dari kelopak matanya yang mulai membengkak. Akibat tangis sakit hatinya, kala berpapasan dengan orang yang dia cintai, namun tak sedikitpun dilirik. Pandangannya menatap nanar pada altar kuil di hadapannya.

Fox And FlowerWhere stories live. Discover now