Dan juga aku tidak bisa konsentrasi. Ahh maksudku aku hanya ingin berkonsentrasi dengan kafeku. Masalahnya, setelah ciuman kami tadi pagi aku sama sekali tak bisa menyingkirkan bayangan Helena. Aku memikirkannya. Atau aku sudah mulai  merindukannya?

"Momiiii.. Vero tadi ulangan bahasa Indonesia, nih liat nih dapet 100" Vero berlari dari pintu masuk dan langsung duduk di pangkuanku.

"Wahh, anak momi emang the best" aku memeluknya, menciumi dengan gemas.

"Ehh, Vero gak di jemput Bunda?" aku tak melihat Maya, kemana dia?

"Bunda masih di mobil mom, Vero diminta masuk duluan. Hai om Gerry"

"Hai juga Vero, sini-sini. Om mau lihat nilainya Vero" Vero berpindah ke pangkuan Gerry

Ku lihat Maya berjalan pelan ke arah kami, di ikuti seseorang di belakangnya. Dadaku tiba-tiba saja terasa sesak, karena deg-deg an, saat mengetahui di belakangnya adalah Helena. Aku jatuh cinta. Fix, benar-benar jatuh cinta dengan gadis ini.
Ehh, tunggu sebentar. Bukannya dia masih ada sejam lagi ya pelajaran di sekolahnya? Ini baru pukul 10.45, mereka sudah duduk menempati 2 kursi kosong di meja kami.

"Nad, nih kunci mobil lo. Sorry lama jemputnya, tuh cewek lo minta di tungguin"

Aku melirik Helena. Ingin rasanya tanganku menjitak kepalanya, tapi ku urungkan karena ada Vero disini.

"Helen, emang udah jam pulang?" aku bertanya dengan nada yang kubuat sebiasa mungkin.
"Belom sayang, aku males. Nih aku tadi ikut ulangan. Tuh buktinya, aku itu anak yang pintar" Helena membuka tasnya, mengeluarkan selebaran kertas dan menyodorkanya di depanku

"wow, A+? nyontek pastikan kamu?"

"Gak lah nad, aku anti ya sama nyontek. Kenapa kak Maya yang jemput? Malah asyik pacaran disini"

Ku tahan senyumku mendengar perkataan Helena. Dia terdengar sedang jengkel.

"Vero, ayo ikut bunda sayang. Makan siang dulu"

Maya menggandeng tangan mungil Vero, sebelum ia benar-benar pergi. Maya membisikan sesuatu yang membuatku tertawa.

"Lo nyari mati Nad. Dari tadi di jalan Helen udah ngamuk gara-gara gue bilang lo gak bisa jemput karena Gerry kesini"

Aku menatap Helena dan Gerry bergantian. Mata mereka saling mengintimidasi satu sama lain, oke kali ini aku di buat bingung harus bersikap seperti apa ke mereka. Tatapan permusuhan yang mereka perlihatkan membuat nyaliku ciut untuk saling mengenalkan mereka.

"Pulang sana! Gue lagi males debat sama lo" Helena masih tak melepas tatapan tak sukanya kepada Gerry.

"Apa urusan lo! Mending lo masuk sana, ganggu orang pacaran aja" Gerry tak kalah sengitnya. Tumben, Gerry seperti anak kecil.

"Kalian bisa akur gak sih? Gue gak tau ya, tapi kalian keliatan saling kenal" aku mencoba mencairkan suasana permusuhan di antara keduanya.

"Gue gak kenal. Lagian mana mau gue temenan sama anak sok polos yang terkenal suka maenin perasaan anak orang, gue gak kenal. Mending lo pikirin lagi kalo mau pacaran sama dia Nad" kata Gerry tanpa menatapku.

"Dan lo pikir gue mau gitu temenan sama lo? Pecundang. Mending maenin perasaan anak orang daripada maenin status anak orang. Ehh lo kan juga sukanya gangguin hubungan orang juga kan. Ini buktinya, lo gangguin gue sama Nadine"

"Diem lo. Anak monyet"

"Mulut-mulut gue, ngapa lo tang ribet. Lo aja yang diem. Sono, cari cewek lain aja. Nadine itu gak suka sama lo. Kepaksa aja dia nerima lo. Kasian daripada lo nangis. Dasar anak mami"

Aku memilih diam, membiarkan 2 anak manusia ini menyelesaikan masalahnya. Toh malah mereka berantemnya lucu.

"Helen, sorry ini urusan gue sama Nadine. Gue yg pertama disini, dan gue bakal serius sama dia. Ahh, bukannya koleksi cewek lo banyak ya? Udah sana samperin pacar-pacar lain lo aja. Hush sana hussh"

"Sok tau amat sih lo. Laki tua gak tau diri. Lo ngapain juga di sini. Belagu amat, di depan pacar beneran aja lo ciut. Melempem. Sekali pecundang Tetep pecundang"

"Sekali playgirl, tetep playgirl. Cap tai jaran" (jaran=kuda)

Oke, kali ini aku tak bisa lebih lama membiarkan mereka, pengunjung kafe mulai melihat ke arah kami karena dua orang ini mulai meninggikan suaranya.

"Oke. Stooooop!!! Sudah cukup kalian berantemnya. Lanjut besok-besok lagi aja. Gerry, sorry ya lo balik aja. Helena, ayo ke ruanganku. Kita perlu bicara"

Aku meraih tangan Helena, menariknya meninggalkan meja kami. Aku mulai malu dengan tingkah mereka, pengunjung di cafe butuh ketenangan.

"Bye bye pecundang. Gue mau pacaran dulu ya sama Nadine. Denger kan lo, ke ruangan. Ru-ang-an. Itu artinya pri-va-si. Kurang jelas? Ruangan intim" Helena berkata dengan santainya. Dengan mimik muka mengejek Gerry.

Aku makin erat menggemgam tangan gadis ini. Menariknya untuk agar segera menjauh dari Gerry. Sesaat sebelum memasuki ruanganku. Tepat di depan pintu.

"Oi pecundang. Gue mau masuk ke ruangan intim kami dulu ya. Hahahhahaha" teriaknya kepada Gerry yang sudah terlihat kesal.

Ku edarkan pandanganku melihat semua pengunjung yang menahan tawanya. Tak lupa, para staff ku dan tentunya Maya yang menutup kuping Vero dengan telapak tangannya.

Aku menarik Helena, mengunci pintu. Meledak juga tawaku yg tertahan sedari di luar tadi. Ada untungnya juga kan membuat ruangan ini menjadi kedap suara?

LOVE, NADINE and HELENA (REVISI)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora