Pencarian Tuhan untuk cinta

15.5K 1.1K 77
                                    

"Alesha, Ayah Ilham menyuruhku ke kantor, kamu bisa dirumah sendiri kan? Atau mau ikut?"

"Yaelah Ray, aku udah biasa dirumah sendiri, lagian ada Uti juga kok."

"Jadi kamu nggak mau nemenin suamimu nih?"

Alesha mendelik mendengar ucapan Rayyan, kenapa laki-laki itu sekarang hobinya menggoda istrinya, apa dia tidak tau, kalau istrinya belum pernah digituin, dan rasanya Alesha ingin menenggelamkan wajahnya di air jika sudah mendapat gombalan receh dari suaminya itu.

Alesha mendesis, dan mendorong tubuh yang belakangan ini sering membuatnya merasakan kehangatan,
"Sudah, sana, ganti baju dan cepet samperin Ayah... Aku nggak bisa nemenin kamu, Uti dirumah sendirian nanti."
Ucapnya.

"Baiklah, lain kali kamu harus nemenin aku. Nggak takut suamimu ini dilirik cewek lain?"
Godanya lagi, oh bukan godaan, lebih kearah ancaman.

"Hmmm, itu sih kamunya yang tebar pesona."
Elak Alesha, ya, jika dikatakan khawatir, memang iya.

"Yakin aku yang tebar pesona? Buktinya, kamu sendiri yang terpesona sama aku."
Ujarnya masih tidak mau kalah, sedangkan langkahnya sendiri sudah membawa tubuhnya masuk kedalam kamar, dimaana Alesha dan dirinya setiap malam beristirahat.

"Salam alaikum."
Suara itu tiba-tiba terdengar, dan berasal dari depan rumah. Siapa?

Maila, dari dalam rumah buru-buru berjalan ke ambang pintu, untuk mengetahui siapakah yang sedang bertamu kerumahnya. Namun gadis yang tadinya sibuk berdebat dengan suaminya, kini menghampiri wanita itu.

"Uti, tunggu.."

Wanita itu berhenti, dan menoleh kearah cucunya.
"Iya Sha?"

"Biar Alesha saja yang bukain pintunya, Uti istirahat aja dikamar ya."

Maila tersenyum, dan mengangguk lembut.

"Yasudah kalo gitu, kalo ada apa-apa panggil Uti aja ya."
Ucapnya, seiring langkahnya yang membawanya kembali kedalam rumah, sedangkan Alesha sendiri melangkahkan kakinya kedepan rumah, mengecek siapa yang bertamu kerumahnya. Apa itu Dirah, gadis itu baru saja pulang, mungkin ada sesuatu yang ketinggalan dirumah Alesha, yah mungkin.

Alesha memegang daun pintu, dan menariknya pelan seiring pintu yang mulai terbuka.

"Shena."

Alesha melihat gadis yang terakhir kali bertemu dengannya mempunyai kesan tak baik. Tepatnya, saat dirumah gadis itu dan mengetahui jika penghuni rumah itu semua adalah beragama Kristen Ortodoks, termasuk Ayaz, kakak dari gadis yang sedang berdiri didepannya sekarang.
Namun kali ini, Alesha melihat gadis itu tanpa cadar, tanpa kerudung panjangnya, dan wajah yang kusut, juga mata yang sembab.

"Puas?"
Suaranya lirih, dan airmata itu pun turun kembali menghiasi mata yang sembab.
Alesha diam.

"Puas sudah hadir dalam hidup kami, dan menghancurkannya?"
Ucapnya lagi.

Alesha menggelengkan kepalanya, tanda bahwa dia tidak pernah mempunyai maksud seperti yang dinyatakan gadis itu. Dia sama terpuruknya, dia sama sakitnya.

"Aku,"
Ucap Alesha namun dipotong oleh gadis itu lagi.

"Anak yang dibanggakan dikeluarga kami, memilih untuk pergi, memilih meninggalkan keluarganya, dan menyakiti hati keluarganya. Sudah puas?"
Suara itu setengah berteriak, ketika kalimat terakhir diucapkan.
"Sudah puas menjadi sebab semua ini? Apa yang kamu mau dari kehidupan kami? Kakakku? Kamu boleh memilikinya, tapi tolong, jangan buat dia menyakiti keluarganya."
Tambah gadis itu, dia terlihat tidak terima dengan usaha Alesha merusak keluarganya.

"Shena, dengar aku... Bukannya aku egois, aku pun sakit hati karena kalian menyembunyikan agama kalian dari aku, aku,"
Ucapanya kembali dipotong.

"Memang kamu egois! Kenapa kamu tidak menerima itu semua? Bahkan Kak Ayaz bisa menerima agamamu, tapi kenapa kamu tidak? Jika memang kamu dari keluarga Pak Ilham yang terhormat, yang mempunyai etika baik dan sikap sopan, kamu tidak akan melakukan itu."
Ucap Shena yang membuat sayatan baru dihati Alesha, dia bisa dijelek-jelekan namanya, tapi jangan dengan keluarganya, Keluarganya adalah permata hidupnya, dan siapapun yang berani mengotorinya, dia rela menjadi tameng paling depan.

"Shena, tolong kasih aku waktu untuk bicara."
Ucap Alesha dengan penuh tekanan.
"Dan karena aku dari keluarga Ilham, yang selalu menjunjung tinggi kekuatan agama dan moralnya. Aku tau mana yang baik, aku hargai jika Kak Ayaz bisa menerimaku dengan agama berbeda, aku tidak pernah menyalahkannya, tapi, aku tidak bisa jika harus menerima dia dengan agama yang berbeda, cara ibadah yang berbeda, dan Tuhan yang berbeda. Kamu boleh menyalahkanku atas kehancuran keluargamu, tapi jangan pernah menyalahkan keluargaku, karena mereka sudah mendidikku dengan benar, dengan bekal agama yang cukup."
Ucap Alesha, dan gadis didepannya pun menangis ditelungkupan tangannya, tubuhnya bergetar. Entah apa yang sedang difikirkan gadis itu. Alesha pun iba, dia ingin mendekap gadis itu, ingin menguatkannya dan mencoba menjelaskan bahwa hatinya dan hati Kakaknya tidak akan bisa bersatu, karena dinding yang membentang begitu tinggi diantara mereka sedang berdiri dengan tegapnya.

"Maafkan aku She, aku sudah membuat keluargamu berantakan, meski aku pun tidak tau apa yang sudah terjadi, apa yang sudah dilakukan oleh Kak Ayaz, tapi asal kamu tau, aku sendiri tidak mau seperti ini, jika boleh memilih aku ingin tidak mengenal kalian, aku tidak mau banyak orang yang tersakiti akhirnya."
Jelasnya lagi, mencoba menyentuh pundak gadis itu. Namun tangannya sudah dihempas duluan oleh Shena. Gadis itu masih sakit hati ternyata.

"Kamu, sudah buat aku kehilangan Kakakku. Aku tidak akan memaafkan kamu. Mengerti?"

"Seharusnya kamu tanya sama hati kamu sendiri, siapa yang salah."
Ucap seseorang tiba-tiba dari balik tubuh Alesha. Rayyan, laki-laki itu tau ada Shena dirumah itu.

"Bukankah kamu sudah dengar sendiri dari Alesha, kalo dia sudah mengakhiri semuanya setelah mengetahui kenyataan itu, lalu kenapa kamu menyalahkan Alesha ketika Kakakmu memilih pergi dari rumah? Toh, ini bukan kemauan Alesha, tapi kemauan Kakakmu sendiri. Apa ini masih salah Alesha? Apa dia pantas disalahkan?"
Ucap laki-laki itu. Alesha terdiam, betapa tubuhnya menghangat ketika laki-laki itu menggenggam jemarinya, dia tahu, kalau laki-laki itu sedang menguatkannya, dan dia pun merasakan aliran energi yang membuatnya lebih kuat.

Shena pun ikut diam. Dia mencoba berfikir apa yang sudah dilakukan Kakaknya terhadap Keluarganya. Memilih pergi, dan menyakiti keluarga juga dirinya, betapa egoisnya, betapa keras kepala Kakaknya, mencoba mengejar cintanya yang tak pasti, dan mengorbankan apa yang sudah membuatnya seperti saat ini.

"Kehidupan tak harus tentang cinta pada manusia, tapi cintanya pada Tuhan. Jika memang dia mencari Tuhan hanya untuk cintanya, percuma."
Ucap Rayyan lagi. Seperti mengisyaratkan bahwa Ayaz pergi untuk mencari Tuhan-nya agama Islam, hanya karena rasa cintanya pada manusia. Seperti laki-laki itu tau, apa yang sedang dilakukan oleh Ayaz sekarang.

"Siapa kamu?"
Tanya gadis itu, matanya nanar menatap Rayyan yang terlihat beku, dan dingin.

"Suami Alesha."

***

Regards

Umi Masrifah💕

Bintang dibalik Senja (COMPLETE)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz