Satu janji atau pilihan lain

16K 1K 41
                                    

"Aaaaa..."
Suara itu menggemparkan jalanan yang sepi dan hanya ada dua motor berisi empat gadis. Siapa lagi kalau bukan kegilaan Alesha dkk. Mereka selesai jalan-jalan dan berziarah kemakam para wali. Setidaknya menjadi refreshing mereka sebelum ujian nasional dimulai yang hanya tinggal hitungan minggu.

Dan suara yang tadi mengagetkan Alesha, yang tepatnya sedang membonceng Adirah, terhenyak karena suara itu berasal dari gadis dibelakangnya.

"Apaan sih lo Dir, gue kaget tau."
Ucap Alesha.

Dibelakang terdengar tawa khas tanpa rasa bersalahnya.

"Mumpung sepi Sha, gue nggak siap ujian udah deket kayak gini, gue jadi takut nanti kalo kita lulus, waktu kita lebih sedikit untuk sekedar kumpul."
Jelas Adirah yang memiliki keresahan sendiri.

Alesha pun tersadar. Yaa, waktu berjalan terasa lebih cepat. Ujian nasional, pengumuman kelulusan, dan kuliah di perguruan tinggi yang dia idam-idamkan terasa begitu cepat. Seiring itu, waktu kebersamaan mereka akan semakin menyusut karena kesibukan kuliah masing-masing, bahkan Alesha tidak lupa, kalau nanti dia sudah harus hidup dengan Rayyan, oh Ya Rabb, bahkan ketakutan Adirah tidak ada apa-apanya dengan ketakutan Alesha.
Kelulusan, sama halnya dengan mencari jatidiri yang sesungguhnya, karena saat itulah masa depan ditentukan atas pilihan seseorang itu sendiri.

"Kenapa lo berfikiran gitu sih, lo inget kan ibu-ibu kita, mereka juga bersahabat sejak SMA, tapi persahabatan itu berlanjut sampai srkarang kan?"
Ucap Alesha. Dan benar, kuasa Allah siapa yang tahu, bahkan persahabatan itu diturunkan ke putri-putrinya.

"Tapi apa salah gue punya rasa takut kayak gini?"
Tanya Adirah.

"Nggak, lo nggak salah. Semua pasti merasakan seperti yang lo rasakan, termasuk gue."
Iya, gue lebih takut menghadapi kehidupan kedepannya bersama Rayyan. Pikiran Alesha terpecah.
Tiba-tiba hatinya mengecoh alibinya, takut? Bukannya kehidupan kedepannya tidak ada yang tahu, takdir bukanlah manusia yang menentukan, lalu kenapa harus takut? Sedangkan yang menentukan takdir begitu dekat, hanya saja manusianya yang tidak sadar dan tidak berusaha mengubah rasa takutnya.

"Gue boleh teriak lagi nggak?"
Tanya Adirah.

"Boleh, silahkan gih."
Ucap Alesha, dia tahu mungkin dengan itu, sahabatnya bisa lebih rileks dan tenang.

"Aaaaa..."
Tanpa aba-aba, gadis itu sudah berteriak dengan kencangnya. Alesha tertawa, dia ikut berteriak. Kegilaan yang mungkin akan jarang dilakukan lagi karena alasan kesibukan. Dan kedewasaan akan mengejar mereka, sikap kekanakan seperti itu mungkin tidak pantas untuk dilakukan lagi oleh mereka.

"Hei, kalian ngapain sih."
Azalea yang dibonceng Asilah, yang berada didepan Alesha dan Adirah terheran dwngan apa yang dilakukan kedua sahabatnya.

"Nggak apa-apa. Kalian nggak mau ikutan haa?"
Tanya Alesha.

"Apaan sih mereka."
Asilah masih bingung. Kefokusannya mengemudi terpecah.

"Biasa, kayak nggak tau mereka aja."
Balas Azalea.
"Eh Jay pernah bilang sama gue, kalo temennya, Alfan udah punya pacar."
Tambah Azalea lagi.

"Issh, terus tujuan lo bilang gitu ke gue apa?"
Gerutu Adirah.

"Ah, udah deh, disini bilang gitu. Entar dikamar nangis sesenggukan. Tapi nih ya, dia kan anak baru, masak iya udah dapet pacar, cepet amat."
Ucap Azalea.

"Karena emang ceweknya anak baik-baik, makanya dia terima."
Jawab Asilah seperti sudah tahu tentang hal itu.

"Nah loh. Lo kok ngomong gitu? Jangan-jangan lo udah tau ya?"
Tebak Azalea.

"Ya setidaknya gue udah survei cewek itu."
Ucap Asilah lemas.
"Dan, dia cewek baik-baik. Haaa, sudahlah Lea, lo kok jadi bahas Alfan didepan gue sih."
Gerutu Asilah kesal karena diingatkan kembali pada kenyataan itu.

Bintang dibalik Senja (COMPLETE)Where stories live. Discover now