Sejingga Senja

15.6K 1K 28
                                    

Umar kembali turun dari motornya, dan melangkahkan kakinya kearah gadis yang sedang merutuki nasib sialnya disamping motor yang ban-nya sudah kempes tanpa angin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Umar kembali turun dari motornya, dan melangkahkan kakinya kearah gadis yang sedang merutuki nasib sialnya disamping motor yang ban-nya sudah kempes tanpa angin.

"Gimana Mar? Ada tambal ban nggak?"
Tanya Adirah, meski dia sudah mengerti, kalau tidak ada sama sekali tukang tambal ban yang ada didekat situ, dia sudah membuktikannya.

Laki-laki itu menggeleng mendnegar pertanyaan Adirah, dan mengambil helmnya yang masih digenggaman gadis itu dnegan istiqomahnya.

"Udah aku bilang kan? Kamu nggak percaya sih."
Sahut Adirah ketika yang dilakukan Umar adalah hal sia-sia, ini akibat dari laki-laki itu yang tidak mau mendengar perkataan Adirah.

"Kenapa lo nyalahin gue? Syukur-syukur gue mau bantu lo. Yaudah, kita tunggu taksi lewat, biar lo kerumah Alesha naik taksi, dan motor ini gue urus."
Saran Umar.

"Kamu urus?"
Tanya Adirah sangsi, bagaimana bisa dia msngurusnya sendirian.
"Sendirian?"
Tambahnya lagi memastikan.

"Lo kira gue nggak perlu bantuan? Lagian temen gue banyak, dan mereka bisa bantu gue."
Jawab Umar ketus.

Kenapa laki-laki itu tidak ada sikap baiknya sama sekali. Meski Adirah tau, sebenarnya Umar punya rasa peduli yang besar, hanya saja dia tidak bisa untuk menunjukkan pada Adirah, seperti hal yang sangat sulit, dan memalukan jika harus perduli dengan gadis seperti Adirah.

Dan belakangan ini, gadis itu mulai mengintropeksi diri. Mencoba melihat sewajarnya ketika Umar lewat dihadapannya, menganggap bahwa laki-laki itu hanya bisa memaki dan membully, tidak punya hati, dan acuh. Entah bagaimana caranya, dia masih sulit melakukan itu, meski prosesnya sudah berjalan sejak lama.

"Baiklah, terimakasih."
Adirah memperbaiki sikapnya, cukup ucapan terimakasih. Dia tidak mau dirinya kembali mendapat jawaban ketus dari laki-laki itu, toh kalau itu terjadi lagi ketika dia sudah mengakhiri perkataannya dengan ucapan terimakasih, berarti memang jika hanya melihat wajahnya saja, Umar sudah benci pada Adirah.

"Apa lo buru-buru?"
Tanya laki-laki itu yang hampir membuat Adirah terhenyak, dia tidak tau kalau laki-laki itu masih mau membuka bibirnya untuk berbicara dengannya.

"Sebenernya iya, tapi gimana lagi."
Jawab Adirah.

"Yaudah, lo jangan khawatir, motor lo aman sama gue. Itu sudah ada taksi yang mau lewat."
Ucap Umar sembari matanya melihat kearah sisi kirinya dimana sudah ada taksi yang melaju menghampirinya. Dia melambaikan tangannya pertanda memberhentikan taksi tersebut.

"Makasih ya, Assalamualaikum."
Pamit gadis itu seiring tubuhnya masuk kedalam taksi, dia tidak menyangka jika laki-laki yang tadi begitu ketusnya sekarang sedang membukakan pintu untuknya. Kenapa tidak dari dulu Umar bersikap baik dengannya, apa memang karena dia tidak mau membuat Adirah menaruh harapan lebih seperti gadis-gadis lainnya yang sudah jatuh hati pada laki-laki itu.

"Waalaikumussalam."
Jawab Umar setelah kepergian gadis itu bersama taksi yang tadi dia carikan. Pandangannya masih lurus kedepan, tepatnya taksi yang sudah menghilang secepat kilat, mungkin gadis yang ada didalamnya sedang menyuruh supir taksinya untuk ngebut.
"Nggak bener."
Ucap laki-laki itu sembari mengambil ponselnya didalam saku, mencoba menghubungi temannya agar membantunya mengurus motor Adirah.

Bintang dibalik Senja (COMPLETE)Where stories live. Discover now