Diatas meja

15.8K 1K 71
                                    

"Gak nyangka ya, ternyata Rayyan dan Alesha satu sekolah."
Ucap wanita bernama Afifah, ibu angkat Rayyan.

Kedua keluarga itu kembali mengadakan acara makan malam yang sebelumnya tidak dihadiri oleh Rayyan. Namun kali ini, keluarga itu terlihat begitu senang bisa mempertemukan dua anak SMA yang masih belum tahu tentang bagaimana rasanya menjalani rumah tangga layaknya orang dewasa yang sudah mengerti tentang dinafkahi dan menafkahi lahir maupun batin. Orang yang sudah dewasa saja belum tentu bisa mengerti hakikatnya menikah, apalagi kedua anak SMA yang sekarang sedang saling memandang dan melemparkan rasa kesal satu sama lain.

"Ayah."
Bisik Alesha ketika keadaan mulai hening karena semuanya sedang menyantap makanan yang sudah dipersiapkan betul oleh Rumi dan Maila.

"Hmm."
Sahut Ilham tanpa memandang putrinya.

"Ayah, kalau kita benar-benar menikah bagaimana dengan sekolah dan kuliah kita Yah? Alesha tidak mau karena hal ini menghambat Esha menggapai cita-cita sebagai dokter."
Bisiknya lagi pada Ilham.

"Kamu tidak perlu khawatir Esha, pernikahan itu akan dilakukan setelah kalian lulus."
Ucap Maila, eyang putri Esha yang ternyata ikut mendengarkan bisikannya. Gadis itu terhenyak karena orang lain mendengarkan ucapannya dan disahuti dengan keras, seperti yang dilakukan oleh Utinya itu.

"Dan setelah itu, untuk kuliah tidak apa-apa kan kalau sudah menikah?"
Sahut Rumi, perempuan itu ikut angkat bicara.

"Iya Nak, kamu tidak usah mengkhawatirkan hal itu."
Sahut Afifah, gadis itu tertunduk malu. Dia merasa tidak enak.
"Kenapa memangnya Alesha? Kamu keberatan dengan keputusan ini?"
Pertanyaan itu berhasil menggerus kesadaran Alesha, juga yang lainnya. Semua aktifitas diatas meja itu berhenti, kecuali Rayyan yang masih menghabiskan makanannya, sepertinya laki-laki itu bwgitu menikmati apa yang sedang masuk kemulutnya itu.

"Iya..."
Jawab Alesha refleks, yang semakin membuat semua orang terlihat kecewa dan kaget. Kini pandangan semua orang terarah ke Alesha, termasuk Rumi yang melihatnya dengan penuh nanar.
"Maksud Alesha, iya, Esha paham dengan keputusan ini. Dan Esha menyetujuinya."
Tambah gadis itu, sebenarnya mengucapkan kalimat setuju itu sungguh sangatlah berat baginya, tapi melihat mata Rumi yang begitu mengharapkan sesuatu darinya, membuat hatinya meleleh dan mau tidak mau dia harus melakukan sesuatu yang membuat Bundanya itu kembali tersenyum.

Mendengar jawaban Alesha, Afifah dan Irsyad tersenyum lega, begitupun dengan kedua orangtua dan Eyang Putrinya. Mereka kembali menyantap makanan yang beberapa waktu lalu dianggurin. Tidak untuk Rumi, perempuan itu masih menperhatikan putrinya yang terlihat lemas. Dia tahu apa yang sebenarnya dirasakan oleh gadis itu, tertekan tentu.

Alesha yang sadar sedang diperhatikan oleh Bundanya, mencoba kembali memakan makanannya dan menghindar dari mata Bundanya. Dia tidak bisa kalau harus meyakinkan perempuan itu tentang kepputusannya tadi.

"Mmm, permisi. Esha ke kamar mandi dulu."
Gadis itu meminta ijin untuk pergi, bukan untuk alasannya tadi, tapi untuk menghindari pandnagan Bundanya. Bagaimanapun itu dia tidak akan mampu membiarkan Bundanya bersedih karena keegoisannya.

Langkahnya pun dipercepat, menuju belakang rumah yang memang sudah dirancang oleh Ilham menjadi taman bunga yang sudah terdapat banyak macam bunga disana.

Sedikit menghirup udara segar, seharusnya bisa membuatnya cukup lega. Namun kali ini, cara itu tidak berhasil. Pikirannya masih berat dan penuh dengan segala macam pertanyaan atas keputusan yang sudah diambilnya juga kedua orangtuanya. Apa iya, dia sanggup menikah muda bahkan dengan laki-laki yang masih diragukan ketaatannya pada agama. Bisa mengajikah dia? Bisa membimbing dirinya kah? Dan apa bisa dia berdiri didepannya dan mengimaminya dalam sholat? Apa bisa laki-laki macam Rayyan melakukan itu, jika yang dilihat Esha selama ini, Rayyan hanya laki-laki yang suka melanggar peraturan juga berbuat keributan dengan musuhnya, bahkan untuk satu minggu, dia bisa berganti teman kencan limabelas kali.

"Kenapa lo bilang setuju tadi?"
Suara itu membuat Alesha terhenyak dan hampir terjatuh dari ayunan yang sedang ia duduki.
Dilihatnya laki-laki yang baru saja ada dalam pikirannya semua keburukannya, sekarang sudah ada disamping ayunan itu, dan bersender ditiangnya.

"Kenapa lo disini?"
Tanya Alesha.

"Bisa nggak jawab pertanyaan gue dulu?"
Ucap Rayyan yang membuat gadis itu menghembuskan nafas dengan kasar, dalam waktu seperti ini laki-laki itu masih sangat menyebalkan.

"Karena semua orang. Gue nggak mau karena keegoisan gue, bisa nyakitin hati semua orang yang ada disana, yang sedang duduk diatas meja bersenda gurau dan merasa dengan pernikahan kita semuanya akan sangat menyenangkan."
Jawab Alesha menetralkan suaranya yang mulai bergetar.

"Jangan nangis, kalo memang lo nggak bisa ngejalanin ini. Lebih baik sejak sekarang lo utarain semua itu, daripada selanjutnya lo yang akan tersakiti. Gue tahu lo nggak akan bisa ngomong itu, jadi biar gue yang ngomong ke mereka."
Ucap Rayyan yang terlihat tidak seperti biasanya, laki-laki itu begitu perduli dengan Alesha.

"Nggak, nggak Rayyan. Berhenti."
Ucap Alesha yang membuat langkah laki-laki yang berniat masuk kedalam rumah dan mencoba mengungkap yang sebenarnya menjadi berhenti, tidak lagi melangkah.

"Kenapa?"
Tanya Rayyan sembari membalik badannya untuk melihat Alesha. Gadis itu berdiri dan melangkah sedikit, hanya sejengkal, namun perhatiannya tertuju pada Rayyan yang ada diseberangnya.

"Gue belajar dari Ayah dan Bunda gue, keputusan awal adalah apa yang sudah kita ambil dan harus kita terima, tidak ada lagi keputusan kedua atau ketiga atau dirubah. Lo nggak perlu pergi ke mereka, dan merubah keputusan yang sudah kita ambil, kita jalani ini semua sesuai takdir Allah saja. Setidaknya Allah nggak pernah memberi keburukan untuk hamba-Nya."
Ucap Alesha yang tanpa dia sadari airmata sudah meluncur bebas dari kelopak matanya yang indah.

Rayyan hanya diam. Dia memperhatikan Alesha yang tertunduk.

"Lo nggak usah khawatir, walaupun selama ini gue kesel banget sama lo, sama tingkah lo. Tapi gue nggak akan nyakitin lo."
Ucap Rayyan yang membuat Alesha mendongakkan kepalanya.

"Apa lo juga seneng sama keputusan ini?"
Tanya Alesha tiba-tiba.

"Dari jauh hari, sebelum lo tau tentang perjodohan ini. Ayah sudah ngasih tau tentang rencananya ini, gue sempet kaget dan gak percaya. Dan asal lo tau, sejak itu gue berusaha memberi alasan untuk menolak perjodohan ini, gue memohon pada Ayah buat nggak terusin perjanjiannya dengan Ayah lo. Tapi nihil, usaha gue nggak pernah dilihat dan didengar olehnya, keputusannya tetap sama. Lalu gue harus apa?"
Jawabnya, jawaban Rayyan sama seperti apa yang pernah Alesha lakukan. Bahkan laki-laki itu sudah melakukannya sebelum Alesha yang melakukan. Ternyata usaha laki-laki itu menolak perjodohan itu jauh lebih lama darinya.

"Lalu kalo kita menikah nanti, bagaimana dengan cewek-cewek yang ngantri pengen kencan sama lo?"
Tanya Alesha khawatir, meski begitu sebagai seorang perempuan, dia juga perlu dihargai.

"Entahlah, itu tergantung lo."
Jawab Rayyan.

***

Hai, jangan bosen sama cerita ini ya...

Regards 💋

Umi Masrifah

Bintang dibalik Senja (COMPLETE)Where stories live. Discover now