Buaian waktu

15K 1.1K 103
                                    

Waktu semakin cepat, secepat membalik lembaran kertas, namun taukah jika buainya menyertai setiap lembaran dengan hikmah.

Alesha melipat mukenahnya, dan beralih ke sajadahnya, kemudian beranjak untuk menaruhnya didalam lemari, namun semua aktivitas itu seketika terhenti ketika sosok yang beberapa waktu lalu mengucap Qabul dengan mantapnya tanpa jeda, kini muncul dari dalam kamar mandi dengan tubuh dan rambutnya yang basah oleh air, terlihat begitu memukau, hingga gadis itu tak berkedip sedetikpun, tanpa sadar dia memuja laki-laki yang kali ini begitu menawan. Alesha mengedipkan matanya, mengusir pandangan nakal yang tertuju pada laki-laki didepannya.

Secepat ini, sampai dia pun tidak sadar, kalau dirinya dan laki-laki itu sudah sah secara agama maupun hukum. Sudah halal jika dia dengan puas memperhatikan tubuh menawan laki-laki itu. Aah, kalau memang boleh, Alesha tetap tidak seberani itu terang-terangan melihat Rayyan dengan rasa kagum, bahkan sejak Rayyan masuk kedalam kamar, gadis itu tidak berani menyapa atau memperhatikan Rayyan, dan fatalnya, laki-laki itu seakan mengikuti apa yang sedang dilakukan gadisnya, ikut diam dan membiarkannya sendirian dengan pergi kekamar mandi.

Ini tidak benar.
Hati Alesha memberontak, sejak tadi mereka tidak saling menyapa, sedangkan seharusnya sebagai suami istri yang baru menikah, mereka akan saling mengumbar sikap mesranya. Alesha tidak menyangka jika Rayyan sekaku itu, padahal yang dia tahu, Rayyan adalah playboy ulung yang jago memikat hati para gadis. Tapi sekarang? Mana buktinya? Laki-laki itu tetap diam dan bersikap acuh.

"Rayyan."
Alesha membuka suaranya, dia ingin membuka topik diantara mereka. Ya, hitung-hitung mengurangi rasa gugupnya.

"Iya? Kenapa, sudah siap?"
Sela Rayyan yang berhasil membuat Alesha keteteran dan salah tingkah.

Ya Rabb, yang benar saja. Sekali bicara, laki-laki itu berhasil membuatku tidak bisa berdiri dengan tegap.
Alesha menggerutu. Dia berubah fikiran, bukan kaku, tapi laki-laki itu sengaja diam dan menunggu Alesha untuk berbicara dulu, dan seakan meminta hal "itu" duluan.

"Tenang, kita bisa melakukannya nanti malam saja.. Ya, seenggaknya lo bisa rileks-in diri lo dulu. Atau lo perlu pemanasan? Biar nanti nggak kaget."
Ucap Rayyan yang membuat telinga Alesha geli.

Alesha nyengir dan menautkan kedua alisnya.

"Mmm, nggak, nggak perlu pemanasan. Gu-gue.."
Ucap Alesha gugup dan terbata-bata, namun tiba-tiba dipotong oleh Rayyan.

"Oh minta langsung aja nih? Nggak perlu pemanasan?"
Sela Rayyan yang seketika membuat Alesha berjengkit ngeri.

"Nggak, ngaaak,"
Alesha berteriak.
"Jangan sekarang plis.. Lo kok ngebet banget sih, dan lo kok tau yang kayak gitu-gitu, jangan-jangan lo sama mantan-mantan lo pernah..."
Ucapan Alesha terhenti ketika tubuh Rayyan yang mulai mendekat kearahnya, aroma harum tercium dihidung mungil gadis itu.

"Apa? Apa yang mau kamu bilang?"
Matanya tiba-tiba mengintimidasi. Bahkan kata lo yang baru digunakan laki-laki itu berubah menjadi kamu dan seakan tuduhan Alesha membuat laki-laki itu murka.

"Aku peringatkan sama kamu. Meskipun beribu kali aku berkencan dengan perempuan lain, aku tidak akan berani mengotori mereka. Walau mereka tidak seperti kamu, dan memilih menyerahkan kehormatan mereka dengan cuma-cuma untukku. Tapi, aku tidak akan membiarkan mereka memiliki nasib yang sama dengan Ibu Haida, tidak. Tidak ada Ibu Haida lainnya, cukup dia perempuan yang menderita karena menanggung atas kesalahan diatas ranjang tanpa ikatan pernikahan."
Ucapan Rayyan membawa langkahnya semakin mendorong Alesha mendekat ketembok. Dan gadis itu tidak bisa melakukan apapun selain terus berjalan mundur, dan akhirnya, membawa tubuhnya menabrak tembok, tembok yang kuat, yang tidak bisa membuatnya kuat untuk mendorong dan cepat-cepat lari dari intimidasi laki-laki didepannya.

Rayyan menyeringai, jenis senyum yang mengerikan, yang dibawanya dari alam iblis.

"Dan kali ini, kita sudah sah. Dan aku, bisa melakukan itu padamu."
Ucap Rayyan yang kini sudah berhenti tepat didepan Alesha, tubuhnya sudah mengunci tubuh gadis itu. Dan wajahnya semakin mendekat kewajah Alesha. Gadis itu pasrah, dia memejamkan mata, entah apa yang terjadi nanti, dia sudah pasrah.

"Allahumma Innii Asaluka Min Khoiriha.."
Sesuatu hangat menempel diatas puncak kepala Alesha, yang sayup-sayup juga terdengar Rayyan mulai berdoa, berdoa? Mendoakan Alesha dan hubungannya.
"wa Khoiri Ma Jabaltaha Alaihi. Wa Audzu bika Min Syarri wa Syarri Ma Jabaltaha Alaih."
Seiring doa yang selesai, Alesha membuka matanya, menemukan mata hujan yang menyejukkan hatinya.

Ya Rabb, beginikah rasanya didoakan oleh seorang suami? Dan sosok itu sekarang ada didepanku, melihatku penuh keteduhan dengan lengkungan indah dibibirnya.
Alesha puas mengagumi laki-laki yang ada didepannya.

"Kenapa lo? Gue cuman pengen doain lo."
Suara itu malah terdengar serak dan berirama, meski panggilan lo-gue kembali muncul.

"Aku kira, kamu mau melakukan, itu."
Ucap Alesha dengan lugunya.

Suara tawa terdengar nyaring dan hampir membuat Alesha terhenyak. Laki-laki itu sedang menertawakan Alesha?

"Tuhkan kebukti, siapa yang fikirannya kearah hal itu?"
Goda Rayyan.

"Ya ini gara-gara kamu, kamu yang mancing-mancing aku."
Gerutu Alesha.

"Dan pancinganku berhasil bukan?"

Alesha merengut.

"Makanya banyak baca Al-Quran, biar fikiran nggak dipenuhi hal-hal kayak gitu."

"Rayyan, siapa yang memikirkan hal-hal itu sih?"
Geram Alesha, baru tadi gadis itu terkagum, sekarang kembali kesal.
"Minggir, aku mau mandi."
Tambahnya sembari menyingkirkan tangan kiri Rayyan yang masih menguncinya.

Gadis itu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

"Cepatlah mandinya, nanti sholat sama gue."
Ucap Rayyan, Alesha mengangguk, dia masih tidak menyangka jika tadi laki-laki itu mendoakannya, dan sekarang sedang mengajaknya sholat. Dia tiba-tiba ingat cerita Bundanya beberapa hari yang lalu sebelum pernikahan, perempuan itu menceritakan betapa romantisnya Ayahnya ketika menjelang malam pertama, bukan bentuk romantis biasa, bahkan melebihi itu, romantis yang diridhai Allah, sungguh itu lebih membahagiakan dan susah dilupakan.

Tapi langkah gadis itu tiba-tiba berhenti, kemudian menengok kearah Rayyan yang sudah duduk diatas ranjang, dan mengambil salah satu koleksi novel Alesha yang ada diatas nakas.

"Rayyan, apa bisa mulai sekarang kita saling panggil aku-kamu, bukan lagi gue-lo?"
Tanya Alesha. Dia sadar, dia lebih nyaman dipanggil kamu oleh laki-laki itu.

"Tentu.. Bahkan panggilan sayang akan aku ucapkan,"
Ucap Rayyan.
"Kalo kamu mengijinkan."
Tambahnya.

***

Regards

Umi masrifah

Bintang dibalik Senja (COMPLETE)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora