t h i r t y

5.5K 274 66
                                    

"Ayo abiskan makananmu, aku sudah membayarnya, pacar."

Zayn mengedipkan sebelah matanya, lalu menyodorkanku seiris daging ayam panggang. Dengan sedikit terpaksa, aku memakannya lalu memberinya seulas senyum. "Aku sudah kenyang, lagi pula siapa suruh memesan makanan sebanyak ini, kau pikir aku Niall." Cibirku, tanpa sadar aku menyebutkan nama Niall dan itu membuat Zayn terdiam lalu menatapku dengan menautkan kedua alisnya.

"Aku tidak suka kau membawa namanya saat sedang bersamaku, mau Niall atau pun James."

Aku hanya memberinya senyum dengan menggumamkan maaf tanpa suara, sensitif sekali. "Oh ya, omong-omong kau akan menemuinya besok?" Untuk kesekian kalinya aku memutar bolamataku malas, ia bilang jangan membicarakannya.

"Kau bilang, kau tidak mau membicarakannya saat sedang bersamamu, orang aneh."

"Aku hanya bilang, jangan membawa namanya, apa aku menyebutkan namanya?"

Oh ya,

Sebenarnya siapa yang salah?

"Baiklah, ya aku akan menemuinya. Jangan terlalu mencemaskanku, aku sudah menjadi milikmu, kau mempercayakanku kan?"

Zayn menghela nafasnya panjang lalu menyetujui keputusanku, untung saja. Keheningan melanda kami dan hanya diiringi dengan suara dentingan alat makan, awkward sekali.

"Barbara,"

Aku berdeham menyahuti panggilan darinya. "Apa kau sangat terganggu jika aku bermain ponsel?" Ya, ini yang ingin ku ucapkan sedari pagi. "Sangat, tapi jika itu penting aku tidak begitu keberatan." Zayn mengangguk lalu melanjutkan makannya, apa? Hanya itu saja?

"Zayn, sebenarnya kau bertukar–"

"Aku hanya memesan semua ini beserta persiapannya, kau tidak keberatan kan? Yasudah."

Mulutku yang sedari tadi terbuka kembali tertutup mendengar penjelasannya, jadi–astaga ia sangat mempersiapkannya dengan baik. "Siapa orang itu? Baik sekali mau membantumu, aku lebih senang jika kau melakukan semua ini sendiri." Candaku dan ia hanya terdiam seperti berpikir, lamban sekali.

"Kau tidak menyukai ini?"

Dugaanku benar, salah paham. "Bu-bukan begitu, aku sangat sangat menyukai semua ini tanpa terkecuali, aku hanya bercanda saja." Aku-ku dan ia hanya memberiku seulas senyum, lebih manis dari potongan kue yang ada di hadapanku.

-

Siang ini aku diantar oleh Zayn ke cafe yang dimaksud oleh Niall, tapi Zayn tidak ikut turun, hanya mengantarku saja, itu pun hasil perdebatan panjang antara aku dan Zayn dan dimenangkan olehku setelah kalah meminta Niall yang akan menjemputku.

Ni, aku sudah di cafe, kau dimana?

Send.

Aku melihatmu, aku di meja 69.

Melihat balasan dari Niall, mataku mulai menjelajahi isi cafetaria yang sangat ramai ini. Banyak sekali pria dengan rambut pirang berjambul sepertinya, pasaran sekali. Oh, aku menemukannya sedang melambai-lambaikan tangannya.

"Maaf sudah lama menunggu–dan menolak tumpanganmu."

Sepertinya ia memang sudah lama menunggu, terdapat dua piring kosong dan segelas minuman yang tinggal bersisa seperempatnya. "Tidak lama, aku juga baru sampai lima belas menit yang lalu." Kekehannya membuat cengiran yang menampakan deretan gigi yang rapih.

"Kau mau pesan apa? Biar ku traktir untuk hari ini." Tawarnya sembari memanggil pelayan yang berjaga di tempatnya. "Samakan saja denganmu." Balasku lalu ia tertawa, kurasa tidak ada yang salah dengan ucapanku.

Harlot | z.mWhere stories live. Discover now