s i x

13.2K 504 31
                                    

Barbara's POV

Aku masih berdiam kesal karena Zayn menggantung permainan yang ia buat sendiri, he sucks a jerk. "Berhentilah menatapku seperti itu, makan sarapanmu manis." Aku memutar bolamataku malas padanya dan hanya dibalas dengan dengusan gelinya, sial.

"Barbara, berbicaralah sesuatu. Aku harus mengenalmu lebih jauh, sayang."

Aku hanya mencibirnya dengan gerakan mulutku yang meniru perkataannya. "Bibirmu sepertinya ingin ku cium." Aku tidak menggubrisnya melainkan membawa tubuhku dan piring kotor menuju tempat cuci piring.

"Kau menantangku, eh?"

Ia tiba-tiba muncul di sebelahku, aku seperti deja vu. Oh ya, saat ia mengejarku di pub. "Setidaknya aku hanya diam, bukan menggantungi kegiatan." Sindirku yang masih tetap fokus pada piringku. "Oh ayolah, kau marah padaku?" Ia memelukku dari belakang lalu menciumi leherku yang membuatku ingin mendesah.

"Kau marah padaku, babygirl?" Bisiknya tepat di telingaku. Aku merasakan ia melumat daun telingaku perlahan. "Hentikan itu, Zayn." Ucapku dengan nada sedingin mungkin. Ia melepas pelukannya lalu pergi begitu saja entah kemana. Oh ayolah Barbara, kau membuatnya marah!

Aku menaruh piringku lalu berjalan menuju ruang tengah tapi tidak menemukannya. Aku coba mencarinya ke toilet dan kamarnya, tetap tidak ada. Setelah sedikit berkeliling mencarinya, aku menemukannya ia sedang berdiam diri di ruang home theatre.

"Zayn..."

Ia menatapku dingin lalu mengisyaratkan ku untuk duduk disampingnya. "Kau baik-baik saja?" Tanyaku sedikit takut karena tatapannya yang sangat mematikan bagiku. "Aku kesepian." Ucapnya yang lebih terdengar seperti bisikan seseorang yang putus asa.

"Memang kemana keluargamu?"

"Apa kau bisa di percaya?" Aku hanya mengangguk mantap menanggapi pertanyaannya. "Aku takut kau akan pergi dariku, aku takut kau seperti yang lain. Kau akan pergi setelah aku menceritakan semua tentang hidupku, bukan?" Aku sedikit ragu setelah mendengar kalimat yang ia keluarkan, begitu seram kah atau menyedihkan?

"Aku tidak akan meninggalkanmu, aku sudah menjadi milikmu."

Ia mengadah menatapku, astaga ia menangis. "Sungguh?" Tatapannya menatapku penuh harap, semoga aku tidak mengecewakannnya nanti. "Y-ya sungguh. Sekarang kau bisa ceritakan tentang keluargamu padaku." Ia merangkul tubuhku lalu mendekapku kedalam dekapannya.

"Dulu saat aku masih kecil, ibuku selalu menerima siksaan dari ayahku. Ibuku ia siksa dimanapun tanpa peduli bahwa aku sedang menyaksikannya. Awalnya ia sudah membunuh adik perempuanku yang masih berumur lima tahun, wanita yang tega melihat anaknya dibunuh oleh suaminya? Disaat itu ibuku menjadi sakit jiwa, ia gila. Dan ayahku bilang, ia tidak akan membuang uangnya untuk kesembuhan ibu. Bahkan ia lebih memilih ibuku mati dibanding ibuku membuatnya repot. Semenjak saat itu dendam baru muncul dari dalam diriku. Dendam itu tumbuh menjadi-jadi saat aku melihat ibuku yang disiksa tanpa ampun saat mengajak ayah berbicara. Aku memiliki trauma berat saat aku melihat ibuku dibunuh oleh ayah di depan hadapanku..."

Aku memeluknya lebih erat untuk menenangkannya. "Jika kau tidak mau melanjutkannya tak apa--"

"... Dan sekarang aku membalas semua dendam itu kepada wanita cantik yang bersamaku. Jika aku sedang marah, a-aku takan segan-segan menyiksanya seperti ayahku menyiksa ibuku tetapi dengan caraku sendiri. Kau tahu ruangan merah itu? Disitulah aku menyiksa para wanita yang sudah kubayar dengan mahal..."

"Ka-kau kenapa?" Tanyanya saat aku membangkitkan tubuhku dan sedikit menjauh dari rubuhnya. Jadi ini yang membuat mereka pergi meninggalkan Zayn? "Ka-kau mau pergi?" Suaranya sangat rapuh, ia benar-benar sedang hancur. "Jangan pergi kumohon, aku tidak bisa, aku membutuhkanmu." Ia memelukku yang membuatku terlonjak kaget.

Sekarang sifatnya sangat berubah drastis, ia jadi pemohon eh? "Ya aku tidak akan pergi, a-aku tetap disini." Ucapku sedikit ragu. "Berjanjilah padaku, kau akan selalu ada disisiku?" Ia menatapku nanar. Matanya tidak mencerminkan kebohongan, aku bisa melihat mata anak kecil yang menderita akan hidupnya.

"Ya, aku berjanji. Sekarang beritahu aku dimana ayahmu?"

Seketika tubuhnya menegang lalu menatapku serius. "Untuk apa menanyakannya?" Tanyanya dengan nada yang kembali dingin. "Uh aku hanya mengembalikan topik awal, tapi jika sudah selesai aku akan bersiap-siap." Ucapku sedikit cangggung karena nada dingin sialannya itu. "Bersantailah aku hanya bercanda, baiklah ku lanjutkan. Kau tahu kemarin Harry memanggilku? Ya, ia memanggilku untuk memberitahuku bahwa ayahku sudah bebas dari kurungan penjara seumur hidup. Ia bilang, ayahku dibebaskan oleh bantuan seseorang. Ayahku tidak akan tahu jika sekarang anaknya sudah menjadi bajingan kaya. Mungkin jika ia menemukanku ia akan mengambil semua hartaku, ataupun dirimu." Aku mengernyit tidak mengerti, mengapa diriku?

"Aku?"

"Ah lupakan saja, ayo kita pergi ke rumah ibu-mu. Aku juga ingin melihat adikmu, sepertinya ia imut sepertimu." Aku hanya pura-pura tertawa, tetapi tetap saja pikiranku masih berputar di ucapan anehnya.

-

Kode-kode tuh bang jen -.-

Vomments ya! Yg tadi komen2 nya pada ilang jadi sedih gue ah, ga deng bodo amat gue mah. Udah fast update belom nih apa kecepetan hehe.

Lov lov

Harlot | z.mTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang