t e n

10.5K 444 19
                                    

Kayaknya adegan kejam udah selesai di chapter sebelumnya, itu bagian terakhir kayaknya. Tapi bisa aja nanti ada nyelip2, so enjoy...

-

Barbara's POV

Aku hanya bisa terdiam di balik selimut tebal dengan pengatur suhu yang diatur hangat. Ingatan-ingatan tentang kejadian dua hari lalu masih terngiang di otakku, itu sangat menyakitkan. Kerongkonganku terasa perih dan panas walaupun aku sudah meminum air dingin. Jika aku tahu pekerjaan yang dimaksud Zayn seperti itu, aku akan menolak itu meski dengan bayaran tinggi sekalipun.

Aku tidak bisa berjalan karena vaginaku sangat sakit, kurasa vaginaku sudah robek. Jika kalian bertanya siapa yang mengurusiku disini, jawabannya Zayn. Omong-omong tentang Zayn, aku mengingat ucapan bodohnya yang tidak masuk akal padaku. Aku tidak yakin bahwa ia jatuh cinta padaku, itu terlalu cepat. Dan yang benar saja ia tidak tahu apa yang sedang ia rasakan, apa ia tidak pernah merasakan jatuh cinta sebelumnya?

Zayn memohon maaf padaku tentang kejadian dua hari yang lalu, bahkan ia rela meninggalkan hobinya untukku. Jujur, menurutku ia terlalu berlebihan. Lebih baik aku yang pergi dan mengembalikan seluruh uangnya dan ia bergabung lagi dengan teman-temanya, tapi entah aku juga keberatan jika keputusannya begitu.

Kemarin ia sampai mengusir Harry, karena Harry menyebutku jalang murahan yang membuat pestanya berantakan, tapi ku pikir-pikir lagi itu memang benar adanya. Aku yang membuat acara itu berantakan, aku yang menghancurkannya. Tapi Zayn selalu mengucapkan bahwa mereka yang salah memperlakukanku, bukan kah pesta perbudakan memang seperti itu? Aku semakin tidak mengerti dibuatnya, apa ia benar-benar mencintaiku? Tapi apa daya, hatiku tetap untuk Niall.

"Hai Barbara."

Aku melihat Zayn membawa beberapa kantung plastik ditangannya lalu menghampiriku. "Hai." Ucapku dengan suara yang masih sulit didengar untuk jarak dari ranjangku ke pintu. "Aku sudah memanggil dokter, ia bilang akan datang nanti malam. Dan ini, aku membelikan beberapa makanan untuk menemanimu disini." Ia membeberkan semua belanjaannya di atas ranjang dan nakasku.

Ada susu kedelai, susu sapi kemasan dengan berbagai macam rasa, es krim dengan berbagai bentuk dan rasa, makanan ringan, softcake, roti dengan berbagai macam, brownies, dan masih banyak lagi. Aku menahan tawa melihat seluruh belanjaanya yang ia beberkan di depanku, apa ia gila?

"Kau tidak suka semuanya? Astaga, aku sudah berusaha memilih apa yang kau sukai. Karena bingung aku membeli semua rasa dan jenis yang ada di mini market depan. Jadi, bagaimana?"

Tawaku membludak melihat ekspresi paniknya yang berlebihan, jadi ia memborong mini market di depan? "Tidak. Aku tidak suka." Dustaku untuk mengerjainya saja, astaga wajahnya sangat lucu.

"Apa? Aku sudah-"

Aku menarik lengannya hingga jatuh diatasku lalu melumat bibirnya dengan tempo yang sangat cepat. Awalnya ia terlihat terkejut dan menolak ciumanku, mungkin karena ia tahu kondisiku sedang tidak baik jika berkelanjutan, tetapi aku tetap menahan tengkuknya agar ia mau membalas ciumanku. Dan benar dugaanku, ia membalas ciumanku sembari merubah posisinya menjadi duduk disamping kananku.

Ia melumat bibirku dengan sangat perlahan dan penuh perasaan. Aku melihat ada ketakutan di matanya, entahlah ia seperti ingin menangis. Aku mengecup bibirnya sebelum mengakhiri pertukaran air liur tadi.

"Kau menangis, Zayn."

Aku mencium kedua kelopak matanya secara bergantian dan ia hanya memelukku sebagai balasannya. "Aku sangat takut kau pergi dariku, aku tidak mau itu terjadi. Mengapa aku sangat takut kehilanganmu? Dan tunggu, kau bisa mendengar detak jantungku bukan? Bukan kah ini sangat cepat? Kau sudah tahu jawaban dari pertanyaanku dua hari yang lalu? Jawab aku, Barbara." Aku membelai wajahnya perlahan dan membenarkan rambutnya yang berantakan.

"Belum saatnya kau mengetahui ini, ini terlalu cepat Zayn. Dan mungkin seharusnya itu tidak terjadi padamu, karena aku tidak merasakan hal yang sama."

Entah mengapa tenggorokanku terasa tercekat saat mengucapkan kalimat terakhir, tapi memang itu kenyataannya. "Tapi apa? Dan mengapa kau tidak merasakan hal yang sama padaku?" Ia menggenggam tanganku dengan hangat. "Buatlah aku bisa merasakan apa yang sedang kau rasakan, Zayn. Itu pun jika kau mau." Aku meremas tangannya meyakinkan tapi ia malah meringis. "Uh kau menyentuh lukaku." Aku hanya terkekeh lalu melihat memar di sekujur telapak tangan kirinya, aku jadi teringat saat ia menggebrak meja di acara bodoh itu.

"Maafkan aku."

-

Nih chapter 10 is out yea! Gada enaena gada romantisnya garing banget sumpah. Maaf yang gasuka part ini, tapi liat nanti di part selanjutnya HAHAHA padahal mah gada papa ):

Keep vomments ya, comment brarti banget buat gue (;

Thankyou!

Harlot | z.mWhere stories live. Discover now