t w o

15.2K 598 57
                                    

Sudah tiga gelas aku meminum vodka tetapi Harry belum juga datang, dimana keparat bodoh itu?

"Hai tampan, apa kau mau sedikit bermain?" Seorang wanita dengan pakaian minim dan riasana tebal menggelayutkan tangannya di leherku. "Tidak, kau jelek." Dengan cepat ia menampar wajahku dan aku hanya terkekeh pelan.

"Tunggu, aku mengenalmu. Kau Zayn Malik yang kemarin mengejar jalang tidak laku kan? Oh pantas saja, seleramu sangat rendah." Cibirnya padaku dengan wajah jijik yang dibuat-buat. "Aku? Mengejar jalang? Jalang lah yang mengejarku, manis." Aku menghabiskan vodka ku yang keempat.

"Kemarin kau mengejar Barbara, payah."

Barbara?

Oh aku mengingatnya, ya aku harus mencarinya dan mendapatkannya pastinya. "Barbara siapa?" Tanyaku dengan penuh selidik. "Jalang yang kau kejar kemarin sore, astaga. Awas, lebih baik aku mencari pelanggan lain." Aku menahan tangannya dan ia sengaja menabrakan tubuhnya padaku yang membuat kedua dadanya yang kenyal menempel di dada bidangku, sial.

"Barbara siapa?"

"Apa itu penting untukmu? Masih banyak jalang yang lebih hebat darinya." Aku menyentuh rahangnya dengan ibu jari dan telunjukku. "Nama lengkap, baby." Aku menatapnya dengan sangat dalam dan ia hanya menggeleng ketakutan.

"Ba-barbara Palvin."

-

Aku membuka pintu yang bertuliskan 'do not enter.' yang kupastikan itu ruangan Lyce. "Hey apa kau tidak membaca tulisan di depan?!" Teriaknya dengan penuh amarah, astaga aku hanya baru membukanya belum merusaknya.

"Aku Zayn, teman Harry."

Ia membulatkan mulutnya menjadi huruf 'o' sebagai tanda ia mengerti. "Ada apa Zayn? Kau mau mencari pengganti untuk kau beli, hm?" Aku menarik kursi yang ada di hadapannya lalu duduk tanpa disuruh, aku kan anak mandiri.

"Aku mencari Barbara Palvin."

Ia menaikan alisnya sebelah heran. "Kau masih mengejarnya ternyata." Aku hanya tersenyum singkat menanggapinya.

Tak menunggu lama ia menekan beberapa nomer yang ada di teleponnya. "Barbara Palvin, keruanganku sekarang." Beberapa detik setelah ia menutup telepon Harry datang dengan terengah-engah.

"Hai Lyce! Oh hai Zayn! Lyce kau harus tahu, jalang-jalang mu sangat sulit dilepaskan bahkan saat aku bilang aku mempunyai urusan denganmu, astaga!" Ucapnya dengan terengah-engah dan Lyce hanya menggeleng pasrah.

"Permisi, apa kau memanggilku?" Suaranya membuat mataku langsung terpanah dengan penampilannya yang sedikit memaksa. Ya memaksa karena ia memakai pakaian ketat dan menjijikan, dan jangan lupa dengan riasan tebalnya yang menutupi wajah cantiknya. "Kemari, sayang. Ia akan membelimu dariku, apa kau bersedia?" Ia menatapku dari atas kebawah lalu menatap mataku tajam. "Tidak." Sial.

"Apa?" Ucapku tak percaya, seleranya lebih tinggi dariku atau jauh lebih rendah dariku? "Dengar Barbara, ia akan membebaskanmu dari pekerjaan ini. Kau tidak perlu repot-repot datang kemari untuk mencari uang untuk adik dan ibumu itu, ia akan membayarmu mahal." Ceramah Lyce dan hanya dibalas dengan wajah tidak tertariknya.

"Berapa kau akan membayarku?" Tanyanya dengan wajah menantang, kau pikir aku takut? "Kau mau dibayar berapa?" Tanyaku balik dan ia terlihat berpikir sejenak.

"Lima puluh ribu Euro."

Aku hanya mengangkat alisku meremehkan, itu hanya bayaran untuk sepuluh jalangku. Aku akan menggunakannya dengan waktu yang lama, jadi kupikir itu cukup murah.

"Seratus lima puluh ribu Euro, deal?" Ia membulatkan matanya tidak percaya lalu menatap aku, Harry, dan Lyce secara bergantian. "Apa kau serius?" Tanya Harry tidak percaya. Aku hanya mendeham menjawabnya. "Oh astaga Zayn, itu sangat luar biasa! Kau bisa memberiku dua puluh persennya padaku, dan kau bisa mengambilnya.

-

Barbara's POV

Seratus lima puluh ribu Euro? Bisa kau bayangkan, aku akan menjadi kaya mendadak jika begini. Biasanya aku hanya mendapat lima puluh hingga tujuh puluh lima Euro per malamnya, dan sekarang? Luar biasa!

"Deal?"

Siapa yang tidak setuju? Itu beribu-ribu lipat bayaranku, bodoh. "Deal." Aku menjabat tangannya dengan perlahan, kau tahu tangannya sangat halus. "Okay, sekarang serahkan dua puluh persen itu lalu bawa ia pergi." Zayn mengeluarkan cek kosong lalu menulis tiga puluh ribu euro.

"Terimakasih banyak, selamat bersenang-senang."

-

"Apa aku akan tinggal disini?" Tanyaku bingung, yang benar saja rumah ini sangat besar dan mewah. "Ya, hanya kau dan aku." Balas Zayn dengan senyum manisnya.

"Tapi aku belum membawa baju-bajuku, dan aku juga belum izin pada ibuku dan adikku."

"Baiklah, tunggu dulu." Ia memberikanku lima jarinya yang menyuruhku menunggu. "Harry! Jaga rumahku sebentar, aku akan keluar!" Harry datang dengan tergesa-gesa dari dapur dengan sekaleng coke di tangannya. "Boleh aku ikut? Aku sangat kesepian." Zayn menggeleng tegas sedangkan Harry memajukan mulutnya manja.

"Zayn apa salahnya jika Harry ikut? Mungkin ia kesepian di rumah yang sebesar ini-"

"Ini rumahku. Jika ia kesepian ia bisa pergi, dan apa salahnya jika Harry ikut? Jelas itu sangat salah, bahkan seharusnya ia tidak disini." Ia memelankan suaranya saat dikalimat terakhir. "Aku mendengarmu, Z. Baiklah aku pergi, sampai jumpa Barbara." Aku hanya tersenyum menanggapinya, sebenarnya aku merasa iba padanya.

-

"Ambil saja apa yang kau sukai, aku akan menunggumu disini."

Kau tahu? Zayn membawaku ke butik terkenal dengan harga satu potong pakaian sama dengan harga televisi di rumahku, ia bajingan kelewat kaya. "Kau tidak mau menemaniku?" Ucapku ragu, aku tidak biasa menggoda lelaki. "Tidak." Oh nadanya sangat dingin, baiklah aku mengerti.

Banyak sekali gaun-gaun yang sangat indah, tapi tunggu, aku tidak tahu Zayn menyuruh membeliku gaun atau pakaian casual? Ah apapun yang penting kan aku yang pakai.

"Shit." Umpatku saat baju yang sedang kutarik ditarik juga dari arah yang berlawanan. "Maaf, tapi aku lebih dulu mengambilnya." Ucapku sesopan mungkin, mengingat ini di tempat yang berkelas. "Tapi aku menyukainya." Nadanya sangat tidak bersahabat membuat emosiku naik hingga ubun-ubun. "Siapa cepat ia dapat, nona." Aku menahan emosiku sebisa mungkin agar tidak meledak-ledak. "Hey kau jalang! Kubilang aku menyukainya! Aku yang akan mendapatkannya, apa kau mampu membelinya dengan harga itu?!" Ia menunjukan label harganya dan tertera £9000 disana.

"Ia mampu, dan ia bukan jalang. Dan satu lagi, ia yang akan mendapatkan gaun itu, jadi permisi." Zayn merebut paksa gaun yang dipegang wanita itu lalu menggandeng tanganku menuju kasir, mengapa wanita itu sangat takut melihat Zayn?

"Berikan itu padaku." Ucapku saat Zayn membawakan barang belanjaanku. "Apa ada yang ingin kau beli lagi?" Ia tetap tidak mau melepas kantung belanjaan yang ia pegang. "Aku malas berurusan dengan orang sepertinya lagi, jadi tidak." Ia terkekeh singkat, senyumnya Ya Tuhan. "Tidak akan ada yang mengganggumu lagi, sayang. Sekarang aku akan berada disampingmu." Aku menatapnya heran, memangnya ia kekasihku? "Tidak perlu, lebih baik kita mengambil bajuku di rumahku." Ia mencium bibirku singkat lalu merangkul pinggangku hangat.

-

Garing banget yak? Gada gtuannya sih, tapi kemarin ada yg minta jangan terlalu sadis ya? Yaudah next part gue kurangin deh, tapi nanti daddy kink nya baru keluar yaa.

15+ votes.

Love.

Harlot | z.mWhere stories live. Discover now