n i n e

8.2K 374 42
                                    

Aku masih bingung dengan keputusanku, aku membawa Barbara kesana sebagai budak (jalang) ku atau sebagai kekasihku? Tapi dimana harga diriku jika mereka tahu aku menjadi 'kekasih' seorang jalang? Ditambah Harry yang sudah memberitahu kabar aku sudah membeli Barbara untuk menjadi budak sekaligus peliharaanku.

Oh ya, tadi ia bilang aku bukan pasangannya. Jadi, tidak masalah jika aku membawanya sebagai budakku. Lagi pula aku sudah membelinya untuk memuaskan hasratku, dalam artian menyiksanya. Tapi sialnya, mengapa aku belum menciptakan luka di tubuhnya sedikit pun?

Ini semua aneh, aku merasa ada yang janggal pada tubuhku dan pikiranku. Aku ingin selalu melihatnya tersenyum, aku tidak bisa menyakitinya. Aku selalu mengurungkan niatku untuk menyiksanya. Sebelumnya aku tidak pernah seperti ini, apa ia seorang penyihir? Yang benar saja.

"Kau sudah siap? Ayo."

Aku menuntunnya menuju mobilku sembari sesekali menciumi rambutnya. "Memangnya kita akan kemana?" Aku membalik tubuhnya lalu menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya.

"Hari ini pekerjaanmu akan segera dimulai, jadi bersiap lah."

-

Aku menyaksikan Ken dan Cara, peliharaan Harry, sedang melayani Sir Evron di atas meja makan. Entah kenapa minatku sekarang menurun, aku tidak suka dengan pertunjukan ini.

Stenley menusukan garpu ke liang milik Ken dan teriakkan mulai terdengar. Biasanya aku tertawa melihat pertunjukan seperti ini, tapi tidak kali ini. Pikiranku sibuk membayangkan Barbara yang berada di posisi Ken, Cara, ataupun yang lainnya.

Aku berharap Barbara tidak digantung atau diikat di tiang, itu akan sangat menyakitkan. Aku pernah hampir menggunting puting Jeane, dengar saat itu aku sedang mabuk.

"Daddy, kau mau kulayani?"

Pikiranku buyar saat melihat Alexa dengan pakaian seperti kucing yang membuatku ingin langsung menerkamnya.

"Give me blowjob, kitten."

Ia mulai meraba-raba punyaku dari luar dengan sangat perlahan. Setelah berhasil membawanya keluar, ia melumat ujung batangku. Erangan-erangan kecil lolos dari mulutku. Ia memasukan seluruh batangku kedalam mulut kecilnya dan melakukan pijatan-pijatan kecil di deepthroat-nya. Aku menggoyang-goyangkan pinggulku agar bisa masuk lebih dalam kedalam tenggorokannya.

Ia menyedot batangku layaknya sedang meminum dari sedotan. Tangannya sibuk dengan kedua bolaku yang membuat aku semakin gelisah.

"AAAA HENTIKAN!"

Suara teriakannya membuat aku langsung berdiri dan menghampiri asal suara tersebut, pastinya aku sudah memasukan batangku kekandangnya. Aku melihat Barbara sedang diikat terlentang di atas meja makan, apa mereka gila?!

Julie melumat bibir Barbara dengan nafsunya, oh ya disini kami tidak peduli dengan gender. "Ken, lumat vaginanya." Perintah Lucas diikuti tawa dari yang lainnya, astaga ini tidak lucu. Tiba-tiba Greg naik keatas meja dengan batang besi bertegangan listrik. Ia menyentuhkan besi itu ke tubuh Barbara dari atas hingga bawah, saat di vaginanya Barbara terdengar berteriak lagi.

Cara datang dengan vibrator di tangannya yang sudah menyala. Ia menempelkan vibrator itu tepat di klitoris Barbara dengan kecepatan maksimal. Teriakan-teriakan minta tolong terucap dari mulut Barbara. Ken menghentikan aksinya lalu mengambil tiga buah dildo yang berdiameter besar dan panjang dan memasukan nya kedalam satu liang Barbara. Aku bisa melihat ia menangis dan mengerang kesakitan, tetapi semua itu terhalangi saat Tom memasukan penisnya ke dalam mulut Barbara. Di ujung batangnya ia sudah melemuri dengan saus wasabi yang sangat tidak enak dan pedas. Samar-samar terdengar teriakan dari mulut Barbara. Merasa tidak tahan dengan yang kulihat aku menggebrak meja makan dengan cukup keras, kurasa tulang telapak tanganku remuk.

"Apa-apaan kau Zayn?!" Teriak Glenn, si pemilik acara. "Hentikan ini, ini sama sekali tidak lucu." Aku melepaskan ikatan di tangan dan kaki Barbara lalu menggendongnya pergi dari mereka, persetan dengan mereka yang mengumpatiku.

Barbara terkulai lemas di gendonganku dan terdengar isakan dari hidungnya. "Sshh maafkan aku." Aku mengambil cepat pakaiannya lalu menggendongnya kembali ke mobilku.

Saat aku sudah memasukan Barbara ke mobilku ada yang menepuk bahuku. "Kau ini kenapa?!" Bentak Harry padaku. "Demi Tuhan aku tidak akan kembali ketempat ini." Ia membuka mulutnya tetapi aku menyelanya. "Jika kau menghalangiku, kita bukan lagi teman." Lanjutku yang membuat ia mengatupkan lagi mulutnya menjadi garis lurus tegak. Aku masuk ke dalam mobilku dan menemukan Barbara sudah memakai pakaiannya lengkap dan menangis terisak.

"Maafkan, aku."

Double update yea!

Itu gue kurangin lah sadisnya jadi ga sadis-sadis amet. Tadinya mau buat Barb ampe pingsan tapi gatega ah nulisnya.

Lov.

Harlot | z.mWhere stories live. Discover now