t w e n t y s e v e n

Start from the beginning
                                    

Aku sedikit berteriak saat ia menggigit kecil kulitku, astaga ia membuat tanda kepemilikan di area yang terbuka. Tangan kiriku meremas rambutnya yang menggelitik di leher bagian kiriku. Permainannya membuatku gila, apa ia melakukan semua ini pada jalangnya? Pada Cath? Oh, memikirkannya membuatku tidak dalam mood yang baik sekarang, sialan.

Dengan satu hentakan, aku melepas rangkulannya dan menjauhkan tubuhku dari tubuhnya. "Kau kenapa?" Aku hanya terdiam membayangkan Zayn melakukan hal yang sama pada wanita lain yang sejenis denganku, aku tahu aku jalang.

"Apa kau melakukan hal yang sama pada wanita lain? Maksudku pada jalang lain yang kau sewa, a-aku, aku–"

"Jadi kau berpikiran aku menduakanmu? Menigakanmu? Mengempatkanmu? Melima–"

"Astaga, kau bermain dengan berapa jalang saat aku tidak ada?"

"Tidak ada."

"Cath?"

Ia mengerutkan keningnya tidak mengerti apa yang kuucapkan. "Cath? Siapa?" Entah kenapa, mendengar Zayn menyebutkan namanya membuat hatiku terasa perih. "Kau membayarnya sebelum kau bertemu denganku, ingat?" Ia terlihat sedang berusaha mengingat-ingat.

"Oh, aku tidak tahu namannya. Dan itu hanya sekali dalam tiga minggu itu, aku bersumpah."

"Ada yang ingin ku tanyakan padamu, banyak."

Zayn merangkul leherku lalu mengajaku duduk di sofa yang ada di ruang tengah. "Tanyakan apapun padaku dan aku akan menjawabnya untukmu, sayang." Ia mencium tanganku dan itu membuat hatiku semakin sakit.

"Apa kau benar-benar mencintaiku? Maksudku, aku hanya jalangmu dan aku berasal dari keluarga yang tidak jelas, bahkan aku tidak tahu bagaimana keluargaku atau apa keluargaku mencariku atau tidak. Aku rasa ini semua salah, aku dibayar oleh mu untuk kau siksa seperti Cath ataupun hewan-hewan yang sudah kau bunuh.

Tapi kau–kau tidak melakukan apapun padaku, kau melampiaskannya pada hewan yang tidak berdosa. Awalnya aku ingin pergi setelah tahu kau akan memperlakukanku layaknya hewan dan menjadikanmu budak seks mu, tapi aku sadar, kau sudah membeliku, dan aku sudah menjadi milikmu. Mau tidak mau aku harus mengikuti semua kemauanmu, semua.

Tapi jika cinta, entah menurutku itu salah. Jujur, aku sudah jatuh padamu, aku sudah Zayn. Aku tidak bisa menahan hatiku untuk melakukan itu, karena aku juga ingin merasakannya, tapi disisi lain diriku mengatakan itu semua salah.

Jika kau memang benar-benar mencintaiku, aku seperti merasa sangat bersalah. Aku salah karena membiarkanmu jatuh padaku, seharusnya tidak. Kau majikanku dan aku budakmu, aku tidak pantas.

Kita berbeda Zayn, sangat. Kau–aku merasa tidak pantas, sangat tidak pantas, aku jalang, jalang murahan yang kau beli dengan harga tinggi. Kau salah memperlakukanku, atau kau tidak salah. Mungkin kau juga melakukan hal yang sama kepada wanita lain yang sama denganku, tapi mungkin aku sudah terbawa perasaan, aku tidak tahu.

Aku memang munafik, Zayn. Tapi aku masih mengingat gelarku, aku ja-lang. Aku hanya seorang jalang yang kau beli, tapi aku jatuh cinta padamu Zayn, aku takut, aku merasa–"

Ucapanku terhenti saat Zayn memelukku dengan erat, sangat erat. Air mataku membanjiri lagi pipiku yang sudah terasa lengket, aku merasa putus asa.

"Aku mencintaimu, dan kita tidak ada yang salah. Takdir yang membawa kita bersama, tidak ada yang bisa disalahkan. Dan aku mohon, berhenti menyebut dirimu jalang, kau kekasihku–kau cintaku. Aku sudah melupakan kejadian saat aku membelimu, aku anggap aku tidak pernah membelimu dan aku bukan majikanmu. Aku kekasihmu dan kau kekasihku, kumohon jangan hancurkan hatiku lagi. Aku tidak mau kehilangan untuk yang ketiga kalinya, aku takut–"

Harlot | z.mWhere stories live. Discover now