Pencuri Hati 38

4.7K 350 44
                                    

Shania POV

   Home sweet home, tiga hari di rumah sakit terasa membosankan. Dan aku sudah merepotkan mimi serta mama, mereka harus menjagaku di sana selama 24 jam. Sebenarnya aku yang membujuk om dr.Rian untuk bilang ke mimi kalau aku sudah diperbolehkan rawat jalan, sikap bossi yang ada didalam diri ini mulai keluar pada om dr.Rian. Maafkan Shania ya om dr.Rian, karena Shania nggak mau mama atau mimi jatuh sakit dengan menunggui Shania selama di sana, hingga mereka berdua kurang istirahat. Apalagi mamakan lagi hamil, jadi dia nggak boleh terlalu lelah dan banyak pikiran.

  Memang berada di rumah jauh lebih baik, semoga aku bisa cepat sembuh.

   Ya, walaupun aku masih dibantu dengan gea tongkat ketiak untuk jalan, itu tak masalah, yang penting sekarang aku ada di rumah, di tengah-tengah orang yang sangat kucintai.

   Sambil menghirup udara siang menjelang sore, aku duduk santai di bangku taman belakang rumah. Kakaku yang paling cantik dan baik hati kak Sinka kemana ya dia? Tumben jam segini belum pulang kuliah. Akukan juga pingin ditemani dia, buat ngobrol-ngobrol lucu berdua.

   "Adiknya kaka bengong aja! Kemarin panda yang di kebun binatang China mati loh karena hobi bengong kaya kamu gini."

   Aku langsung menoleh ke arah sumber suara, si pemilik suara yang dibuat sok imut itu tak lain kaka tersayangku, ka Sinka. Begitu terkejutnya aku ketika ka Sinka datang bersama ka Rona dan juga Fian.

   Fian?
   Oh My God.

   Aku melihat Fian seperti melihat hantu, takut sekali. Gimana tidak takut? Sekarangkan aku sedang menjadi Shania, bukan Junot. Kenapa ka Sinka membawanya ke sini sih! Argh, hancur sudah penyamaranku didepannya.

   "Kalem adik tersayangnya kaka. Fian ke sini mau jenguk dan lihat keadaanmu," ucap ka Sinka. Lalu ka Sinka mengambil posisi duduk disampingku.

   Dan aku langsung melihat ke arah Fian, dia tersenyum kala aku menatapnya.

   "Hei! Sudah baikan, Not? Ops sorry, maksud gue Shania," tanya Fian.

   Aku membulatkan mata ketika Fian bilang seperti itu. Kemudian menatap ka Sinka yang duduk disebelahku sambil senyum-senyum tak jelas. Aku benci senyum itu.

   "Sayang, kita ke kamar yuk? Biarkan Shania di sini. Ada Fian, jadi aku gak khawatir kalau adik tersayangku kesepian."

   "Ngapain ke kamar? Enakan di sini, ngeliatin orang yang lagi pedekate. Siapa tau mereka berdua jadian, kan kita bisa jadi saksi," celetuk ka Rona tanpa beban sama sekali mengatakan itu didepanku.

   "Yakin kamu? Enakan di sini?! Gak di kamar sama aku? Ya udah kalau itu mau kamu, aku ke kamar sendiri, selamat menjadi nyamuk penunggu orang yang lagi pedekate ya."

   Ka Sinka beranjak dari duduk, dan pergi meninggalkanku bersama Fian dan juga ka Rona. Wajah ka Rona berubah jadi aneh, dia melihatku dan Fian bergantian, sambil menggaruk-garuk kepala belakangnya yang kurasa tidak gatal itu.

   Huft, punya kaka tapi aneh, ditambah pacarnya yang aneh juga. Pasangan yang serasi mereka berdua. Tapi ka Sinka nggak aneh sih! Hanya dibuat aneh hari ini. Maksudnya apa coba dia? Main pergi gitu aja. Hello ka Sinka, kaka nggak lagi bercandakan ini?! Meninggalkan aku dengan Fian dan juga ka Rona.

   Sekarang ka Rona dalam hitungan detik tanpa bilang apa-apa langsung berlari kecil meninggalkanku bersama Fian buat mengejar ka Sinka. Lengkap sudah penderitaanku, sudah kaki masih sakit, ditambah dengan pikiran ini. Gimana aku tidak mau sakit memikirkannya. Apa yang harus kujelaskan pada Fian tentang penyamaranku sebagai Junot.

Pencuri HatiWhere stories live. Discover now