EPILOGUE

8.1K 236 3
                                    

REINA
          Sekali kewajiban tetap kewajiban. Dan di sinilah aku. Di ruangan Direktur eksekutif utama Hudson Corp. Sudah genap dua tahun sejak aku bertemu dengan Sam. Banyak hal terjadi. Mulai dari hal menegangkan saat aku pulang ke rumah setelah ke Jerman. Mengunjungi makam ayah Sam. Menghadiri pernikahan Aldira dan Aldi . Kuliah S2 ku yang bisa dikatakan cepat. Belajar bahasa Jerman. Dan yang lainnya. Yang tidak bisa ku ceritakan satu-persatu.

                Aku menandatangani beberapa dokumen. Dan memperbaiki beberapa laporan yang janggal. Hingga seseorang membuka pintu tanpa mengetuk atau meminta izin dari sekretarisku yang ruangnya ada di samping pintu. Dan aku tahu siapa orang itu. Aldira.

"Reina!" panggil Aldira seraya berlari ke arahku.

"hmm" gumamku.

"Samuel...dia..."

"kenapa...apa yang terjadi?"

"tidak ada...dasar kalau sudah berhubungan dengan Sam pasti kau selalu antusias" ujar Aldira mengusap perutnya yang membesar. Karena ada kehidupan lain yang bersemayam selama empat bulan lalu.

"Huh...jika kau hanya ingin memamerkan kehamilanmu yang kedua itu...lebih baik kau pulang ke Indonesia saja" ujarku.

"ah...kamu lupa ya...Aldi di kontrak jadi chef di hotel bintang lima di Jerman ini....mana bisa aku pulang..."

"terserah kau saja...lalu dimana Nara...dia tidak bersamamu"

"Huh...dia lebih dekat dengan ayahnya kau tahu...padahal aku yang jelas-jelas melahirkannya"

"ya mungkin dia lebih suka dengan pria tampan...jangan cemburu seperti itu"

"iya deh....nih...surat dari Sam...dia titip ke aku lewat email...udah gitu di suruh nyetak dan dihias yang bagus..." ujar Aldira dengan wajah penuh kesal.

"terima kasih" ujarku mengambil surat yang di ulurkan Aldira.

"ya udah deh...aku pulang" lanjut Aldira.

"ngak ngajak makan siang?"

"kamu nanti pasti ngomongnya aku lagi sibuk Al, nanti aja" ujar Aldira menirukan gaya bicaraku yang ketus.

"udah tau ternyata" candaku, membuat Aldira melenggos pergi dengan wajah masamnya.

          Aku tersenyum senang, sembari mengalihkan perhatianku pada surat dari Sam.

***

                Malam menjelang. Aku merebahkan tubuhku ke ranjang, tanpa mengganti pakaian kerjaku. Kemeja putih dengan lengan yang panjangnya sampai siku, dan rok hitam berbahan katun yang tidak ketat dan cenderung longgar saat dipakai yang hanya mencapai lututku saja.

            Aku membuka tasku dan mengambil surat yang di berikan Aldira siang itu. Dan membacanya.

Dear Reina,

Are you okay, I miss you, how's your company there. Are you busy tomorrow. I wanna flight to Germany today , and I'll see you tomorrow. I hope you're not busy.

Your Heart, Samuel.

             Aku termenung mencerna setiap tulisan yang tertulis di surat itu. Sam ke Jerman. Besok. Seketika aku tersenyum bahagia. Hingga tanpa sadar aku memeluk surat itu dan membawanya tidur bersamaku.

***

            Pagi hari menjelang. Dan aku sangat kacau. Baju kerja masih menempel di tubuhku. Dan surat dari Sam menjadi kusut. Aku segera beranjak bangun dari ranjang, meregangkan tubuhku, dan melenggang ke kamar mandi.

              Saat aku keluar dari kamar, dan bersiap pergi ke kantor. Rumah sangat gelap. Jendela, dan pintu tertutup. Tidak ada lampu menyala. Aku melangkahkan kakiku perlahan, menyesuaikan penglihatanku yang buruk dengan cahaya yang sedikit mengisi rumah ini. Hingga aku sampai di ruang tamu, ku kira. Tiba-tiba jendela terbuka dan sebagian lampu menyala.

              Ruangan yang sebelumnya adalah ruang tamu seperti yang ku kira, berubah menjadi pelaminan sederhana yang di dominasi warna putih di setiap sudutnya. Tirai putih tipis menghiasi atap dengan pola bunga dengan lampu hias berwarna emas sebagai pusatnya. Seorang Pastor yang berdiri di altar sederhana. Dengan seseorang yang sangat ku kenal dan ku cintai. Sam.

            Paman, Aldi dengan Aldira dan Nara, ibu Shinta, mama, dan Sandra. Dan rekan kerja dan bisnisku mulai memasuki rumah. Aku menatap tajam pada Sam meminta penjelasan dengan kedua tangan bersedekap. Sam tertawa kecil, berjalan ke arahku, menggenggam kedua tanganku.

"Be my wife..." ucap Sam.

"and I will like it" jawabku.

"not that answer, maukah kau menjadi pendamping hidupku, ibu dari anak-anakku, sahabat yang selalu ada di dekatku, kekasih yang selalu memelukku, dan penjaga hatiku?" ujar Sam.

"kau...sungguh-sungguh?" tanyaku. Sam menganggukkan kepala.

"Jika aku menjawab 'iya' kau akan membawaku ke Pastor itu?" Sam menganggukkan kepala sekali lagi.

"kalau begitu...yes...yes I do" ujarku.

                Sam tersenyum dan memelukku. Perlahan mengajakku berjalan menuju pastor yang dengan sabar menungguku dan juga Sam. Tapi aku menghentikan langkahku saat teringat sesuatu.

"Sam baju kita?" bisikku pada Sam.

"kita seorang pebisnis Nona..." ujar Sam tersenyum.

           Aku hanya menganggukkan kepalaku dan berjalan ke arah altar lagi.

"apa kalian sudah siap?" tanya pastor yang ada di depanku. Aku dan Sam menganggukkan kepala bersamaan.

          Pastor memberkatiku dan Sam setelah mengucapkan janji suci pernikahan. Saling menjaga satu sama lain. Saling melindungi dan akan tetap bersama hingga napas terakhir berhembus.

                Sam mencium keningku, diiringi suara tepuk tangan dari semua orang yang ada di ruangan ini. Paman berjalan ke arahku seraya memelukku erat.

"Reina hukumanmu berakhir hari ini...semoga kamu bahagia dengan Sam" ujar paman.

"bukankah masih 1 tahun lagi?" tanyaku.

"aku bosan tidak punya kegiatan di rumah ini...cepat berikan aku cucu...agar rumah ini ramai..."

"terima kasih paman...aku menyayangimu"

             Tidak pernah kusangka takdirku akan seperti ini. Dilingkupi sahabat, keluarga, dan orang yang ku cintai. Setelah paman menjauh, tiba-tiba Sam memelukku erat. Seakan dia tidak ingin ku lepas. Aku mulai membalas rengkuhannya.

"remember our first sight?" tanya Sam tepat di telingaku. Aku hanya tersenyum.

THE  END


Directed By: FRAMADANI

Reina Where stories live. Discover now