BAB 9: Reina Samatha

3.8K 203 0
                                    

Genap satu minggu aku berusaha untuk menjauhi Aldira. Aku pernah merasa bersalah saat dia memandangku dengan tatapan sendunya, namun semua itu aku hilangkan. Aku dan Aldira mempunyai banyak perbedaan.

Sejak kecil Aldira memang keras kepala. Dia selalu mendekatiku walaupun aku selalu mengacuhkannya. Hingga aku bersahabat dengannya selama lima belas tahun.

Saat SMA, aku memang sangat benci dengan semua orang. Aku selalu mendapat makian yang berhubungan dengan kehidupan pribadiku. Hingga kuliah aku selalu bersikap sesuai apa yang aku pikirkan dan apa yang ku anggap benar. Aku tidak suka dengan orang yang selalu memakiku, sedangkan mereka tidak tahu apapun tentangku. Dan aku paling benci orang yang selalu meminta maaf, menangis di setiap keadaan, dan saling mengatakan kata cinta. apakah mereka tidak memiliki harga diri??

Meminta maaf sama saja dengan pengemis.

Menangis hanya membuat kita terlihat lemah dihadapan orang-orang.

Cinta, membuat kita tidak bisa berpikir jernih. Akar dari emosi manusia.

Saat Aldira menginginkanku berubah. Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan. Aku tidak mempunyai alasan yang kuat untuk berubah.

Apakah aku harus sepertinya?

Apakah aku pernah bersalah padanya?

Aku selalu berusaha menjadi apa yang dia inginkan, walaupun aku tidak menyukainya. Aku rela melakukannya. Namun aku tidak mau berubah seperti yang dia inginkan. Aku harus pergi.

Saat aku ingin pergi menjauhi Aldira, aku merasa aneh pada diriku sendiri. Saat itu pertama kalinya aku ragu pada pilihanku. Aku merasa sesak, dan pikiranku sangat kacau. Aku juga tidak bisa marah. Namun aku tetap harus pergi.

Selama satu minggu ini aku tinggal di rumah Sam. Saat pertama kali aku bangun dari tidurku, aku disambut oleh adik Sam yang bernama Sandra. Dia mengingatkanku pada Aldira. Dia ceria, antusias, dan banyak bicara. Orang tua Sam juga sangat ramah. Aku pernah menolak untuk tinggal disana, tetapi mereka bersikeras agar aku menetap di rumah mereka. Sandra juga orang yang sangat baik, setiap dia kesulitan saat mengerjakan tugas dia meminta tolong padaku untuk membantunya.

Selain itu, aku dapat melihat sikap Sam yang asli di kediamanya. Walaupun aku tidak melihat ada perubahan ekspresi maupun nada bicaranya, namun dari tindakannya aku bisa melihat jika Samuel orang yang baik dan peduli walaupun pada keluarganya saja.

Rumah Sam penuh kehangatan. Itu yang kurasa.

Hari ini aku sedang bekerja di butik milik orang tua Sam, yang bernama Amanda's Boutique. Aku bekerja seperti karyawan lain. Aku sedang membantu menjahit baju yang dibuat oleh ibu Amanda atau mama Sam dan Sandra.

"Tolong ambilin benang warna putih dan pink, yang ada di bawah Rei" ucap Amanda---ibu Samuel.

"Iya tan, sebentar" ucapku.

Aku turun ke lantai dasar, mengambil benang yang terletak di rak paling belakang. Butik milik Bu Amanda cukup besar. Ruangan berbentuk persegi panjang yang terisi penuh dengan berbagai jenis pakaian, dimulai dari pakaian sehari-hari hingga gaun pernikahan. Butik ini juga mempunyai banyak tas, dan sepatu dari berbagai produsen terkenal di berbagai negara. Dinding butik yang berwarna putih gading dengan lampu gantung mewah yang ada di tengah ruangan membuat butik ini memiliki kesan mewah.

Aku kembali ke lantai atas, tempat dimana terciptanya semua pakaian yang ada di butik ini.

"Ini tante..." ucapku, mengulurkan benang yang aku pegang.

"Reina...sudah ku bilang jangan panggil aku tante. Panggil mama saja, seperti Sam dan Sandra memanggilku" ucap Amanda.

"Iya.....mama"

Reina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang