BAB 21: Aldi(ra) ending

3.5K 177 0
                                    

ALDIRA
Seperti biasa, aku bekerja di restoran. Entah kenapa aku senang melihat Reina. Kemarin, ucapannya membuatku gembira, Reina yang ku mimpikan jadi nyata. Sam and Reina tidak terlalu buruk jika Sam sedikit menyenangkan. Memang Sam itu tampan, dengan tubuh yang tegap untuk seukuran mahasiswa.

Aku memasuki dapur, mataku menatap Sina yang sedang bercanda dengan Aldi, di salah satu pemanggang yang ada di dapur. Mereka serasi, itu yang ku pikirkan. Seketika ada rasa nyeri di Ulu hatiku, dan tanganku mulai bergetar. Aku berjalan melewati mereka secepat mungkin. Hingga aku mencapai tempat cuci piring, aku mulai menggunakan sarung tangan berwarna merah muda ku. Dan mulai mencuci.

Emosiku semakin tidak menentu, seharian ini aku kuliah dan banyak sekali tugas yang ku kerjakan bersama Reina. Sedangkan Sam aku tidak tahu dia dimana, mungkin memang benar kata Reina di perpustakaan tadi, dia menjauhi kita. Aku dan Reina. Rasa nyeri di Ulu hatiku berubah menjadi sesak, Sina dan Aldi terus bercanda seraya memasak hidangan untuk menu baru restoran ini. Itu yang ku tebak. Mataku memanas, aku mempercepat kegiatanku. Setelah selesai, dengan cepat aku melepas sarung tangan dan berlari ke atap restoran ini. Tempat dimana aku dan Reina melepas beban selama lima belas tahun ini.

Sesampainya di atap aku mengeluarkan air mataku sesenggukan. Aku terduduk di atap yang hanya terbalut semen yang masih kasar, dan sedikit panas. Aku terus mengusap air mataku yang keluar. Memukul dadaku yang bertambah sesak ini.

Seperti inikah cinta...

Apa aku salah menjatuhkan cintaku....

Rasanya sakit sekali....

Kenapa dengan cinta pertama yang ku rasakan...

Ya Tuhan.....

Aku terus menangis tanpa mempedulikan matahari yang mulai bersembunyi, cahaya dari gedung pencakar langit yang mulai muncul.

Apa arti ciuman itu....

Apa arti pelukan hangat itu...

Aldi. I love you....

Perlahan dan pasti air mataku mulai surut, dan tidak mengalir lagi. Hidungku tersumbat, mataku perih, dan tenggorokan ku kering. Aku mencoba berdiri dengan kedua kakiku yang terasa kebas dan mati rasa. Menumpukkan seluruh berat badanku sepenuhnya di kedua kakiku.

"sampai kapan kau akan ada di situ?" Tanya seseorang di belakangku. Aku pun menoleh dan mendapati Aldi berdiri di belakangku, menyimpan kedua tangannya di saku.

"ke...kenapa kau disini?" Tanyaku balik.

"harusnya aku yang bertanya seperti itu?" balas Aldi. Berjalan mendekatkan.

"aku....aku....cuma bad mood aja..." timpalku.

"kalau orang bad mood itu harus nangis.." ujar Aldi, mengusap air mataku.

Darahku berdesir hebat. Sentuhannya membuat ku tidak bisa berpikir jernih, mengingatkanku pada lembutnya coklat Paris saat bersentuhan dengan lidah. Aku tidak dapat menahan tangisku, semua terjadi begitu saja. Aku menangis sesenggukan air mataku memenuhi wajahku, isakkan ku terdengar jelas.

"hei...kau ini kenapa?" Tanya Aldi, menangkup wajahku.

Aku melepas paksa tangannya, dan meninggalkannya. Genap enam langkah yang ku ambil, Aldi memeluk tubuhku dari belakang. Menumpukan kepalanya di bahuku.

"Le...lepas...aku ingin...bekerja....lepas" ujarku mencoba meregangkan pelukanya di tubuhku. Namun dia mengetatkannya.

"apa karena aku?" Tanya Aldi.

Reina Where stories live. Discover now