BAB 20: Rules and Leave

3.5K 163 0
                                    

SAMUEL
Pagi hari datang, matahari mulai naik ke takhtanya, aku mengerjapkan matamu agar mau terbuka. Hari ini aku ada kuliah pagi, namun tadi malam benar-benar di luar dugaanku. Banyak berkas yang harus ku pelajari, laporan dari beberapa karyawan, dan rapat dengan beberapa rekan bisnis sangat menguras tenagaku.

Perlahan aku duduk di sisi ranjang dan mengusap wajahku. Aku pulang pukul dua dini hari. Kepalaku seperti dihujam beribu martil, dan beberapa kali membuatku kehilangan keseimbangan. Aku berjalan lunglai ke kamar mandi yang ada di sisi kanan kamarku. Aku mulai membasuh tubuhku dengan air dingin.

Aku menuruni tangga dan menuju meja makan. Aku memakai kemeja putih polos dan celana berwarna hitam pekat. Aku membawa jas di tangan kiriku. Ku lihat di meja makan hanya ada mama, dan Sandra. Dua wanita yang paling ku sayangi di dunia. Aku duduk di samping Sandra, dan mulai meminum kopi hitam yang ada di hadapanku, dan memakan roti berisi selain kacang.

"kak kemarin kak Reina kesini...dia tambah cantik..." ujar Sandra.

"dia juga cari kamu" lanjut mama.

"aku berangkat" ujarku tanpa mempedulikan ucapan mereka.

Sebenarnya aku merasa bersalah bersikap seperti itu pada mereka, namun aku merasa tidak nyaman jika membicarakan Reina. Dulu aku tidak canggung untuk sekadar mengikuti dan menggenggam tangannya. Namun, saat ini aku bahkan tidak berani menatapnya. Rasanya berbeda mengetahui aku harus menjadi sahabatnya, aku ingin mencoba jujur untuk kedua kalinya, tapi rasa takut selalu berhasil mengalahkanku sendiri.

Aku melajukan mobilku cukup kencang. Hingga tanpa ku sadari aku sudah tiba di kampus. Aku berjalan ke arah kelas. Tepat jam tujuh aku memasuki kelas. Aku melihat Reina, dan Aldira sedang berbicara. Ku lihat bangku di belakang Reina kosong. Aku segera mendudukinya. Aku hanya melihat sebagian wajahnya, karena dia duduk menyamping menghadap Aldira.

"Sam...apa kau sangat sibuk?" Tanya Reina padaku

"entahlah...kemarin aku sudah menguranginya....tapi aku tidak bisa memastikan" ujarku. Aku mulai terbiasa dengan bahasa Indonesia, walaupun terkadang lidahku meleset tapi aku bisa mengendalikan intonasi datarku. Aku cukup puas dengan itu.

"aku dan Aldira ingin bicara, bilakah? Aku janji tidak akan lama.." ujarnya meyakinkan.

"Baiklah, dimana?" Tanyaku.

"cafeteria, tepat setelah kelas selesai"

Beberapa menit kemudian dosen datang. Mayoritas dosen yang mengajar di universitas ini berasal dari luar negeri, ada yang berwajah Western, ada juga yang berwajah Asia. Aku mengamati punggung Reina, dia sangat fokus mendengarkan apa yang dijelaskan dosen pria paruh baya berwajah Amerika, dan kulitnya yang putih dan terdapat beberapa keriput. Rambutnya pun sepenuhnya putih, dan tipis.

Pukul sepuluh pelajaran selesai. Untuk hari ini memang hanya ada satu kelas. Aku, Reina, dan Aldira pergi ke cafeteria yang letaknya tidak cukup jauh dari kampus, hanya sepuluh menit berjalan kaki. Sesampainya disana, kami duduk di meja yang ukurannya lebih besar, namun aku tidak tahu apa alasannya.
Reina memberiku selembar kertas, yang keyakinan hasil tulisan Reina, tipis dan sangat beraturan. Caranya melukiskan huruf 'a' sangat menawan. Aku bingung melihat isi kertas itu. Sepenuhnya berisi peraturan tata krama, dan hampir menyerupai undang-undang.

"apa ini?" Tanyaku datar.

"Huh..." kudengar Aldira menghembuskan napasnya kasar.

"apa kau tau sikapmu itu sedikit terlalu....you know what I mean" ujar Reina, membenarkan letak kecamatannya.

Reina Where stories live. Discover now