BAB 14: Beginning of Happiness

3.9K 200 0
                                    

ALDIRA
Pagi minggu yang cerah datang. Saat mataku terbuka aku melihat paman Ronald tertidur di sofa tunggal yang ada di sebrang ku, sedangkan Om Daniel, tante Amanda, dan Sandra tidur bertopang bahu seperti domino yang rubuh.

Aku mendekati ranjang Reina, Samuel tidur di kursi yang ada di sisi ranjang dan kepalanya ada di kasur dengan tangan kirinya sebagai bantalan, dan tangan kananya memegang tangan kanan Reina.

Aku mengelus rambut pirang Reina perlahan, sambil tersenyum. Semuanya baik jika aku tidak berbohong bahkan memaksanya. Seharusnya aku menerima Reina apa adanya, kenapa aku mendahulukan ke egoisanku.

Aku terkesiap saat suara yang berasal dari elektrokardiograf yang semula teratur menjadi cepat, Samuel pun juga terjaga, begitu pula dengan yang lainnya. Kami semua mendekati ranjang Reina kecuali Om Daniel yang mencari dokter yang mempunyai jadwal praktek pagi.

"Reina....ini aku...Aldira....kamu kenapa?" Tanyaku khawatir.

Napas Reina menjadi tersengal-sengal, air mataku lolos dari pelupuk mataku.

"Reina...bangun....ini paman...paman kamu...." ujar Ronald.

"Kak Reina....kakak mimpi apa....jangan kelamaan mimpinya...bangun dong...ayo" ucap Sandra.

"Reina...keluargamu di sini....buka matamu nak...." ujar Amanda.

"Hey it's me Sam. Open your eyes" ucap Samuel.

Kami mengguncang seluruh bagian tubuh Reina, mulai dari tangan, kaki, dan bahunya. Air mata memenuhi wajah khawatir kami, kecuali Sam yang hanya menautkan alisnya. Tangis kami pecah seketika kala suara elektrokardiograf yang terdengar nyaring tanpa terputus.

Aku tidak sanggup melihat, aku berlari keluar kamar inap, aku terduduk di lantai, menekuk kedua kakiku, aku menangis tersedu-sedu, tubuhku lemah, tanganku bergetar. Aku menarik rambutku dengan kedua tanganku, memukul dadaku yang terus-menerus sesak. Hanya dinding di sebelah pintu kamar yang menjadi tumpuanku.

Aku melihat mama dan Aldi mendekat. Mama langsung memelukku, dan Aldi hanya bejongkok di sampingku.

"Kenapa Al?" Tanya mama mengelus rambutku.

"Re...Reina.....ma...di....dia....sudah...." ucapku terisak, tidak sanggup meneruska kalimatku.

"Apa...Aldi kamu temani Aldira disini....mama mau lihat ke dalam.." ujar mama melepas pelukannya, dan masuk ke kamar

"Sudahlah jangan menangis....bersikaplah dewasa...." ujar Aldi memegang kedua bahuku.

"Tap...tapi..."

"Hei dengar....biarkan temanmu berjuang....jangan kau tangisi...." ujar Aldi.

Om Daniel dan seorang dokter yang berbeda pun datang dan langsung memasuki kamar kecuali Om Daniel.

"Aldira kenapa di luar??" Tanya Daniel.

"Reina...." ujarku, menunjuk kamar inap.

"Yah...sudahlah om mengerti. Om masuk dulu..." ujar Daniel.

Sekitar lima menit kemudian, Sam dan yang lain keluar dengan wajah yang tidak jauh berbeda dariku. Sedangkan para perawat datang dengan alat kejut jantung. Semua memasang raut muka khawatir kecuali Sam yang wajahnya berubah menjadi dingin, dan Aldi yang tidak mengerti apapun, dia hanya merangkul bahuku.

Aku sudah duduk di kursi ruang tunggu sejak yang lain keluar dari kamar inap Reina. Tidak ada tanda-tanda dokter keluar, bahkan hingga dokter yang menangani Reina dari awal turun tangan.

Reina Where stories live. Discover now