Extra Part One

271 21 1
                                    

Kim menyipitkan matanya perlahan, mendengar sayup-sayup di sampingnya tengah terisak sekaligus duduk di lantai bawah—tidak lagi merebahkan diri pada ranjang mereka. Ia spontan membuka matanya penuh, memperhatikan seorang wanita berambut ikal halus dengan gaun tidur tipis berposisi membelakangi—hingga ia turun dan mendapati istrinya menangis di tengah malam. "Scenery, ada apa? Ada yang sakit?" tanya Kim yang mengingat kalau bayi mereka sudah mulai memamerkan gerak aktifnya di dalam sana. Ia tahu, karena sejak memasuki usia dua puluh empat minggu baru-baru ini, Scene terkadang sering terbangun tiba-tiba, sebab terkejut akan ulah sepasang anak kembar yang menendang-nendang tanpa kenal waktu.

"Stroberi aku." Scene menjawab pelan masih dengan isak tangis. "Kenapa—stroberinya hanya sisa satu?" lanjutnya terbata-bata. Dan tangisannya semakin mengencang lagi, terlihat sangat kesal, "Aku kesal kenapa hanya satu, Kim. Anak kita ada dua. Jangan seperti itu."

"Eh?" Kim bingung dan bergegas turun ke bawah, memeriksa sisa buah stroberi dalam kulkas dan benar-benar menemukan sesuai yang dikeluhkan istrinya. Ia melangkah kembali masuk ke dalam lift rumah seraya memijat kening—ingin tertawa, namun berusaha ditahan sebisa mungkin, sebelum duduk bersimpuh di depan istrinya. "Sayang." Kim memanggil dan mengelus perut besar Scene lembut. "Mau stroberi lagi?"

Scene mengangguk. "Iya, tapi kenapa hanya satu? Salah satu dari mereka nanti pasti marah." Ia mengusap kedua matanya yang sembab dan wajah memerah sempurna. "Harusnya... sepasang." Dang, dan wanita itu menangis lagi, kali ini bahkan lebih keras begitu seutas kalimat tersebut lolos dari bibirnya.

"Astaga." Kim menarik nafas dan ia mengeluarkan selembar sapu tangan berbahan linen biru malam dari laci nakas mereka. Kemudian menyapukannya pelan ke wajah sang istri demi mengusap air mata dan keringat. "Kita bisa meminta Asisten untuk mengisi ulang stroberinya, jangan menangis."

"Kenapa kamu marah?"

Oh Tuhan, sepertinya Kim salah bicara.

Wajah yang setengah mengering itu kembali basah dengan satu air mata yang lolos melintang menyeberangi dua pucuk pipi Scene yang semakin berisi. Bagaimana tidak, wanita itu mengandung anak kembar dan tentu bentuk tubuhnya menjadi sedikit berbeda dari kehamilan biasa jika hanya dengan satu bayi di dalamnya.

"Sayangku tidak ada yang marah." Kim berusaha menenangkan Scene lagi selembut mungkin. Meskipun istrinya tidak lagi tersedu—namun raut wajahnya merengut.

"Kamu juga yang membuatku hamil dengan anak kembar."

"Iya, aku minta maaf. Naik ke atas ya, jangan duduk di sini. Dingin." Kim membujuk dan meraih tubuh wanitanya untuk pelan-pelan naik ke ranjang mereka lagi. Memakaikan jubah tidur karena sepertinya mereka akan terjaga sebentar, selagi wanita itu menikmati stroberinya. Jari telunjuknya menekan sebuah angka pada telepon rumah. "Malam. Tolong bawakan buah stroberi ke atas untuk Ibu."

"..."

"Boleh. Bawakan saja sekaligus dengan whipped creamnya."

Scene suka sekali memakan stroberinya dengan dicolek sedikit bersama whipped cream yang dingin. Dan obsesinya terhadap buah berwarna merah gendut itu semakin menjadi-jadi semenjak memasuki masa kehamilan yang masih sangat muda. Dari situpula mereka tahu, kalau si bungsu Caskey itu benar-benar akan memiliki bayi-bayi yang lucu setelah dua bulan sebelumnya melangsungkan pernikahan.

Kim menoleh—memandangi istrinya yang kini sudah tidak menangis, berganti duduk tenang sambil menyaksikan kartun powerpuff girls yang bermain di televisi kamar tidur. Seketika Scene juga menoleh kepada Kim namun kali ini moodnya sudah berubah jauh membaik. Wanita itu mengukir senyum manis kepada sang suami diselimuti lensa dengan percik kilau yang menggemaskan.

Just Skies are Drawing | T1 (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang