Scene 48.0 - Untouched Message II

184 14 0
                                    

"Besok fencing, jam sembilan pagi, jangan terlambat," ucap Keth tanpa berbasa-basi begitu panggilannya dengan Kim terhubung.

Kim lantas menautkan kedua alisnya dan sempat menjauhkan ponsel yang menempel di telinganya sebentar seraya memperhatikan lagi nama kontak yang tertera di layar—kalau-kalau panggilan tersebut adalah salah sambung. Namun ternyata tidak, panggilan tersebut memang datang dari Keth.

"Gue tahu lo ada di mana sekarang."

"Apa?" Kim sengaja berpura-pura tidak paham, karena sebenarnya tidak ada yang mengetahui tentang ia yang telah berada di Jakarta namun sengaja lebih memilih untuk tinggal di Savyavasa dan tidak singgah ke Regis.

"Lo ada di Jakarta."

"...."

"Pulang," perintah Keth singkat. "Besok Scenery juga ikut, gue tahu lo sangat ingin bertemu dia dan melihat kondisinya dalam keadaan dekat. Jadi gunakan kesempatan ini baik-baik dan berhenti minum lagi."

Kim yang curiga lantas mengedarkan pandangannya ke sekeliling bar sambil menyesap cairan tequilanya yang tersisa—dan tepat di arah jarum ke lima, ia menemukan seorang lelaki besar—yang Kim tahu, bahwa dari sinilah Keth bisa mendapatkan informasi tentang keberadaannya sekarang. Francisco—si kepala staf keamanan keluarga Changkham yang tengah duduk dan pura-pura berbincang dengan seorang wanita.

"Fransisco must be practicing a lot as a leader in the way he tries to be a chameleon, Keth. It's dangerous because I can easily spot him in one shot." Kim berujar sarkas seraya meraih jas hitamnya yang tersampir di sandaran kursi kemudian melangkah cepat menuju pintu keluar bar. "Terima kasih, Keth. Gue pasti datang."

*****

"It seems like you want to kill me, isn't that right, Scenery?" tegur seorang lelaki yang sukses membuat Scene membatalkan niatnya dan tidak jadi masuk ke dalam mobil. Ia lalu menoleh dan menyadari, bahwa mobil Porsche 911 GT3 berwarna hitam yang tepat parkir di samping mobil miliknya ternyata adalah mobil Kim.

Lelaki itu tampak segar—keluar mengenakan Alexander Mattiussi Denim Jacket berwarna krem pucat ala champagne tidak lupa dengan segelas Americano di tangan—dan Scene, hanya bisa memutar bola matanya jengah ketika menyaksikan di balik kacamata hitam yang ia kenakan, Kim melangkah mendekat. "Just, if it's legal, you're literally the first person that I would kill," deliknya sinis.

"Seeing how good you are today, it makes me relieved."

"Just that?" Scene mengeluarkan tawa sarkas ketika mendengar kalimat Kim yang begitu lucu menurutnya. Tidak pernah muncul selama ia terjerembab dalam kubangan masalah beberapa hari ini, dan sekarang tiba-tiba datang lalu bersuara demikian. "What a bullshit," cibir Scene meremehkan.

Kim memilih untuk tidak membalas lebih karena ia memahami bahwa Scene sangat membencinya sekarang. Lirikan matanya kemudian jatuh ke salah satu sepatu Scene yang ikatan talinya terlepas—membuat lelaki itu langsung meletakkan cup Americano miliknya di atas kap mobil kemudian berjongkok berniat untuk mengikat tali sepatu kanan Scene yang sedang berhamburan.

Scene terkesiap—lantas berusaha menarik kaki kanan nya cepat namun Kim ternyata lebih dahulu sudah mulai bergerak untuk mengikat tali sepatunya, membuat Scene akhirnya menjadi urung. Ia hanya berdiri dan membeku sambil memandangi rambut hitam Kim dengan sorot mata nanar. Kilatan memori menyenangkan di masa lampau, dan bagaimana kondisi mereka yang saat ini seperti berusaha membenci satu sama lain membuat Scene merasa nyeri setengah mati.

Bohong jika kapanpun ia bertemu Kim reaksi tubuhnya akan baik-baik saja. Kapanpun ia melihat wajah sahabatnya itu, seribu rasa miris langsung merayap di pikirannya. Apakah persahabatan selama belasan —bahkan hampir menjajaki usia dua puluh tahun itu harus berakhir dengan situasi yang seperti ini? Jujur, Scene ingin sekali melupakan fase ketika keduanya berusaha saling mencintai—namun tidak semudah hanya ucapan kata, karena sebenarnya Scene telah berhenti lama memandang Kim sebagai seorang teman.

Just Skies are Drawing | T1 (COMPLETED)Место, где живут истории. Откройте их для себя