DUA PULUH EMPAT

258 24 3
                                    

Apapun, bagikan semua. Jangan ragu, jangan sungkan. Aku akan menerima semuanya dengan senang hati.

Terimakasih.

Tapi, sayangnya malam itu dia tidak datang.

Bukan tidak datang, namun wanita itu tidak sengaja mendengar sebuah suara yang ia tahu bahwa hal ini akan jauh lebih penting.

Padahal, malam itu ia benar-benar membutuhkan si temannya.

Anggaplah ia egois, tapi ia ingat bahwa lelaki itu pernah berjanji akan datang kapanpun si wanita akan memanggilnya.

Ia hanya ingin ditenangkan setelah ribuan cemooh yang ia dengar tidak sengaja — yang tidak mempercayakan hasil kerjanya.

Menakut-nakutinya dengan luar biasa.

Ia hanya butuh seseorang datang dan memeluknya sambil berbisik, you are doing well, you did well, i am so proud of you.

Ini, bukan salah siapa-siapa. Salah dirinya yang terlalu berharap.

Suara itu lebih mengkhawatirkan dan lebih pantas untuk diprioritaskan.

Maka, ia memilih untuk menutup panggilan itu lebih dahulu.

Sebelum mendengarkan, maaf aku tidak bisa. Kondisinya lebih kritis, pagi besok aku akan kesana.

Meskipun sekujur tubuhnya saat itu sakit luar biasa.

Pilah pilih emosi menguasai —

Mengatakan aku selalu ada untuknya di tengah-tengah gelap dunia namun ketika duniaku menggelap ia tidak ada.

Pilah pilih emosi menguasai —

Tidak boleh begitu, kamu sehat luar biasa maka berpikir lebih bijaksana lah.

Bukankah kalian sudah berjanji untuk mendukung satu sama lain apapun yang terjadi?

Maka tepati.

*****

Scene menghentikan pergerakan brushnya ketika telpon rumahnya berdering. Ia melirik sebentar pada jam dinding yang sudah menunjukkan angka jam dua pagi. Pikir wanita itu, siapa dini hari begini mau menelponnya. Tapi bersamaan, ia tahu pasti panggilan itu sangatlah penting.

Akhirnya, ia memutuskan untuk berjalan keluar dari studionya — menuju telpon rumah yang diletakkan di atas laci penyimpanan.

"Halo?"

"Mbak Scenery, maaf mengganggu, saya minta maaf sekali. Tapi, apakah Mbak saat ini ada di Regis? Mbak mohon maaf, saya minta maaf sekali," ucap si resepsionis yang Scene tahu dari awal ketika melihat kode nomor yang tertera di layar. Ia sedikit mengernyitkan alis sebelum menjawab.

"Iya. Saya ada di Regis, ada apa, ya?"

"Ini Mas Kim, Mbak Scenery. Sekarang ada di lobby tadi diantar dengan taksi. Kondisi Mas Kim mabuk berat, Mbak. Menyebut nama Mbak Scenery terus sedari tadi. Mohon maaf ya, Mbak. Tapi kita pribadi tidak berani menaikkan Mas Kim ke kamarnya karena tidak ada izin dari yang bersangkutan. Saya sudah mencoba menghubungi Mas Keth dan Kinn namun tidak berhasil terhubung." Degup jantung Scene tiba-tiba berdegup kencang. "Kalau boleh, minta tolong dibantu untuk dijemput ya Mbak Scene. Nanti untuk access cardnya—"

Just Skies are DrawingKde žijí příběhy. Začni objevovat