Scene 65.0 - His Love Letters I

179 15 0
                                    

*****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*****

Hi, Scenery!

Aku, Kim. Beberapa waktu yang lalu, aku tidak sengaja membaca satu surat yang kamu selipkan dalam buku jurnal harian kamu, dan aku minta maaf kalau kamu tidak menyukainya. Aku tahu, aku sangat lancang. Tetapi aku bersamaan juga sangat berterima kasih untuk seluruh hal yang kamu ceritakan disana, meskipun kamu mengantarkannya melalui selembar surat.

Aku senang Scenery, sangat senang. Bohong kalau aku tidak merasa bahagia ketika membaca kata demi kata yang kamu gurat pada kertas itu. Terima kasih. Terima kasih karena telah menjawab semuanya. Aku sangat bangga dengan seluruh keberanian kamu. Kamu, tidak perlu meminta maaf dan merasa bersalah karena membohongiku, Scenery. Yang terpenting adalah, sekarang, melihat kamu kembali ke hadapan kami semua dengan tidak kurang satu apapun, masih dengan senyum indah yang menjadi kesukaanku, aku sudah sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan.

Sekarang, aku ingin membalas surat kamu ya, melalui bentuk yang sama seperti kamu berikan. Semoga saja, kalau kamu membaca ini nanti kamu tidak menangis, lebih baik tertawa saja banyak-banyak. Tertawa seperti biasanya ketika kamu yang tiba-tiba out of nowhere mencubit lenganku ketika jengkel. Hahahaha.

Aku tidak tahu seberapa banyak yang akan aku sampaikan, tetapi aku akan menulis sebanyak yang aku bisa. Scenery, aku menikmati semua yang perlahan-lahan berubah dalam hubungan kita dalam kurun waktu hampir satu setengah tahun ini. Mau itu baik, ataupun paling buruk sekalipun. Sejak tanggal kamu yang akhirnya kembali lagi ke Jakarta, mau menggenggam tangan dan memelukku lagi seperti biaasanya, mengganti kebiasaan berbicara kita yang menjadi lebih halus, menghabiskan banyak waktu dan bercerita sepanjang malam—itu adalah tiap-tiap memori yang paling membahagiakan dalam hidupku. Lalu, setiap Jumat sore, dimana aku selalu tidak sabar karena beberapa jam setelahnya, aku pasti bisa berlari ke Regis dan menemui kamu.

Scenery, terima kasih banyak karena sudah mau memutuskan untuk kembali ke Jakarta dan rumah kita lagi. Aku jujur sangat takut ketika di tahun kedua pendidikan kamu yang sempat berkata, sepertinya Paris membuat kamu sangat-sangat betah dan ingin melanjutkan seluruh hidup dan mimpi kamu di kota itu. Bukan apa, hanya saja, terlalu jauh. Aku bisa rutin mengunjungi kamu, tetapi frekuensinya tidak akan semudah Bangkok dan Jakarta. Lalu mengenai alasan, kamu juga pasti akan terus mengutukku setiap menjumpai wajahku yang tiba-tiba ada di Paris. Haha. Kalau di Jakarta, aku bisa menggunakan banyak alasan, salah satunya adalah rumah utama Changkham atau bertemu dengan Keth dan Kinn.

Ah—I'm so cheesy, ya? Tulisanku ini pasti bisa kamu baca dengan mudah seperti biasanya kamu membaca tiap-tiap surat jelek yang kamu terima dari laki-laki lain yang ingin mendekati kamu. Hahaha. Aku tidak menyangka bahwa aku juga akan ada di ruang yang sama dan melakukannya. But honestly, I'm filled with happiness now.

Scenery, setelah semua hal yang terjadi, aku menyadari banyak hal. Aku akan berhenti dan tidak memaksa lagi, maka jangan merasa bersalah dan terhimpit karena kehadiranku sekarang. Kamu layak untuk menyelami dunia yang kamu impikan. Kamu berhak untuk meraih tangan mana yang ingin kamu genggam untuk kamu habiskan di seluruh proses hidup kamu. Kamu layak untuk tinggal di tempat itu—jangan pedulikan aku.

Just Skies are Drawing | T1 (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang