DUA PULUH ENAM

266 26 7
                                    

"Lihat aku bawa apa." Kim dengan nada riang datang sambil membawa seperti sebuah majalah di tangan — sementara wanita yang ia sapa, kini sedang dengan santainya merebahkan diri pada pool lounge chairs.

"Apa?"

Kim mendorong satu pool chairs lagi agar menempel dengan milik Scene. Lelaki itu lalu merebahkan diri dan ikut memasukkan dirinya pada selimut panjang yang sedari tadi menutupi setengah tubuh Scene. "Bobo. Edisi 60 tahun mereka."

"Hah? Dapat dari mana?"

"Staff di area tengah tadi pada seru bacain ini dan mereka kasih aku satu." Lelaki itu dengan gesit menarik tubuh Scene untuk mendekat dengannya serta mengecup kening wanita itu sekali. "Kita baca sama-sama. Kamu harus lihat Bona sekarang sudah berganti kulit menjadi warna ungu," serunya melanjutkan.

"Ih mana? Mau lihat." Scene yang memang penggemar majalah Bobo sejak kecil terlihat begitu antusias dan bulan-bulan yang lalu ia sempat menggerutu kesal selama berhari-hari karena melupakan masa pre order yang dirinya lewatkan tak sengaja.

Keduanya terlihat begitu asyik membaca majalah dengan cover merah muda itu bersama-sama — sesekali terpingkal-pingkal dengan tawa keras sambil menikmati semilir angin pantai malam hari yang berhembus di bagian belakang Villa.

"Bona masih sama ya, suka nabrak-nabrak dan jatuh dari dulu," komentar Scene sambil menunjuk beberapa adegan yang menurutnya begitu konyol.

"Mata Bona tidak pernah berubah sama sekali. Binarnya tetap mirip mata kamu, cantik."

Scene menepuk bibir Kim spontan membuat lelaki itu terkekeh. "Harus sopan. Kita lagi baca majalah anak-anak," gerutunya sambil masih tetap fokus menyelesaikan halaman yang ia baca sebelum membaliknya ke halaman lain. "Aku jadi ingat dulu waktu pertama kali kamu tertarik sama majalah Bobo yang ada di rumah aku, aku harus translate kalimat demi kalimat untuk kamu. Dan kamu cuman duduk anteng diam di sebelah aku sambil manggut-manggut." Wanita itu kembali mencoba mengingat-ngingat masa kecil mereka bersama-sama.

"Hampir sebulan, aku setiap hari main di rumah kamu dan kita sama-sama bongkar lemari buku yang ada di ruang baca untuk mencari tiap-tiap edisi majalah bobo lawas yang sudah disimpan dengan rapi sama Om Marteen." Kim ikut melanjutkan. "Aku juga ingat kamu pernah nangis hampir seharian karena edisi Sherlock Holmes yang kamu baru bawa, tiba-tiba hilang di sekolah. Padahal aku bisa belikan kamu langsung yang baru sehabis pulang sekolah."

"Ih! Bukan itu." Scene mencubit kecil perut Kim membuat lelaki itu meringis karena ulahnya. "Karena aku tahu bagaimana usaha Ethan harus berkeliling Jakarta untuk mendapatkan edisi itu, Kim. Dia baru bisa sampai rumah hampir jam sebelas malam karena mencari edisi Sherlock Holmes. Padahal seharusnya, dia harus belajar dengan keras karena besoknya ujian masuk sekolah yang baru. Tapi aku dengan cerobohnya malah menghilangkan pemberian Ethan." Ia sedikit menunduk karena merasa bersalah.

Scenery memang seperti itu, selalu senang ketika menerima hadiah dari orang-orang terdekatnya dan ia akan menjaga serta mengapresiasi hadiah-hadiah tersebut dengan sebaik-baiknya. Bahkan, wanita itu setiap tahun memiliki tiap-tiap kotak berbeda yang isinya adalah kartu-kartu ucapan. Seperti kartu ucapan terimakasih dari barang-barang belanjaannya. Ia selalu sangat antusias sekali ketika melihat warna warni yang dipancarkan dari kartu-kartu ucapan tersebut.

Kim masih ingat jelas juga — saat wanita itu pertama kali kembali dari Paris, hal yang pertama ditunjukkan Scene kepada nya adalah seluruh koleksi postcard yang ia kirimkan kepada Scene selama wanita itu bersekolah disana. Postcard tersebut bahkan terawat dengan sangat baik tanpa kurang satu lembar pun. Yang mengagetkan lagi, setiap postcard juga menjadi inspirasi ide melukis Scene pada Watercolor Sketchbook miliknya. Tiap-tiap lukisan akan ditulis sesuai tanggal kapan postcard itu sampai di apartemen milik Scene selama dirinya ada di Paris.

Just Skies are DrawingNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ