EMPAT PULUH TIGA

350 21 0
                                    

"We probably have to separate once we arrive, Kinn. I don't want to sit in that private chair," ucap Scene begitu keduanya telah sampai di depan toko bunga sementara Kinn sedang memarkirkan mobil yang ia kendarai. "I'll pick my seat in the last row."

"Why do you have to sit in the last row, Scenery?" tanya Kinn heran.

Scene mendesah tidak tenang. "Gue takut dia semakin marah ketika melihat gue di recitalnya, Kinn. Apalagi kalau dia melihat kita berdua." Wanita itu akhirnya mengungkap kekhawatiran yang mengusik pikirannya sepanjang perjalanan mereka. "Atau gue pulang aja ya, jangan datang."

"No, Scenery. You'll still come with me, and sit in your own seat."

"Kinn—"

"He doesn't even dare to do that thing to you again, Scenery. Just hold my words," balas Kinn lembut yang kemudian mematikan mesin mobil bersiap untuk turun. "Ayo kita ke dalam, masih ada cukup waktu memilih bunga tangan untuk Kim."

Scene akhirnya memberi respon dengan anggukan. Kinn yang melihat itu, lantas tersenyum dan cepat-cepat turun dari mobil—berlari untuk membukakan pintu yang berada di sisi kiri Scene. Begitu Scene keluar, keduanya langsung melangkah masuk ke satu toko bunga yang sudah menjadi langganan Scene sejak lama.

"Scenery!" Joanna—si florist, sekaligus pemilik toko langsung menyapa Scene begitu ia melihat wanita itu melangkahkan kaki di tokonya.

"Joann." Scene membalas menyapa Joanna tidak kalah hangatnya. "Kami membutuhkan satu buket bunga berukuran sedang, Joann. Apakah bisa jika dibuatkan sekarang?" tanya Scene sambil memandang ke sekeliling toko bunga—tampak ramai seperti biasa.

"Tentu." Joanna mengangguk tanpa ragu. "Silahkan kamu pilih terlebih dahulu bunga-bunga-bunganya Scenery," lanjut wanita itu sekaligus menyerahkan satu keranjang kecil dimana Scene bisa menyimpan bunga-bunganya nanti.

Scene menyambut keranjang tersebut dan mulai mengitari toko bunga milik Joanna yang cukup besar. Semerbak bau harum yang berasal dari bunga-bunga segar menyapa indra penciumannya dan lantas membuat wanita itu tersenyum kecil, berbelanja bunga di toko Joanna adalah satu kegiatan favoritnya.

Sementara Kinn, lelaki itu hanya mengekor saja di belakang Scene, membiarkan wanita itu memilih beberapa bunganya sendiri. Scene lebih tahu dan paham kiranya bunga apa yang sangat cocok untuk menjadi buah tangan mereka. "Kinn, mau bunga yang mana?" tanya Scene kepada Kinn.

"Roses?"

"Too basic." Scene tidak terlalu menyukai bunga mawar, kecuali mawar biru—dan sedari tadi ia sudah menjauhkan opsi bunga mawar pada daftar pilihannya. Ia kemudian memperhatikan lagi pada tiap macam-macam bunga yang tersedia, sambil sesekali mengeratkan blazer hitam yang membungkus bagian atas tubuhnya karena suhu ruangan yang begitu dingin. Detik selanjutnya, pandangannya jatuh pada satu buket yang berisi beberapa tangkai Calla Lily putih. Scene ingat, ini adalah bunga favorit Kim.

"Calla Lily?" Kinn bergumam ketika melihat Scene tanpa ragu langsung memasukkan bunga tersebut ke dalam keranjang.

"He likes Calla Lily."

"Oh—oke."

Selanjutnya, Scene mengambil beberapa tangkai bunga lain, yaitu hydrangea biru, tulip putih dan chamomile. Setelah sesi memilih bunga selesai, Scene langsung menyerahkan keranjang bunga yang ada di tangannya kepada Joanna. "Untuk sisanya, kamu pilih saja ya, Joann. I trust your taste, terima kasih."

"Alright, Scenery. Lima belas menit." Joanna memberikan kode dan dengan gesit berlari ke area produksi untuk mengerjakan buket milik Scene.

*****

Just Skies are Drawingजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें