DUA PULUH TUJUH

235 21 10
                                    

Scene memamerkan isi tempat makanannya dengan sangat antusias di depan layar tab dimana ada Kim yang kini sedang melakukan panggilan video bersamanya. Beberapa kali ia mencoba menggoda Kim karena dirinya tahu bahwa lelaki itu juga sangat menyukai makanan yang sedang dirinya santap sekarang.

"Nasi goreng beli dimana itu?"

"Di depan Aglaia," balas Scene sambil menyendokkan satu suap nasi goreng ke mulutnya. Ia juga mengangkat satu kakinya di atas kursi sambil mengikat rambutnya asal. "Ethan belikan tadi. Aneh," lanjutnya lagi.

Kim tertawa. "Aneh kenapa?"

"Tumben dia singgah ke Regis dan belikan aku nasi goreng ini. Biasanya dia selalu marahi aku kalau tahu aku makan-makanan seperti ini. Padahal, Ethan sendiri aku tahu, dia hampir tiap malam makan di warung nasi goreng itu. Dokter aneh ya hanya Ethan, Kim."

"Aku kalau jadi Ethan juga sama," timpal Kim yang sukses membuat Scene memajukan sedikit bibir bawahnya dan mencebik sinis. "Enak?"

Scene mengangguk sesekali dan kepalanya bergoyang lucu. "Kamu kalau pulang buatkan aku nasi goreng, ya," pintanya. "Aku capek, kelaparan terus." Wanita itu mengeluh tiba-tiba dan menyandarkan diri pada sandaran kursi seraya mengunyah makanan dan menatap langit-langit kamar tiba-tiba. Tingkahnya begitu random sekali. "Aku capek ngunyah, Kim."

"Aku harus cepat-cepat pulang sepertinya." Kim menimpali.

"Akhir-akhir ini aku rasanya mau makan semua yang aku lihat, lambungku sepertinya membesar. Kemarin, aku beli dua box pizza dan satu box chicken garlic wings."

"Masa kesana, kan?" Lelaki itu kini tampak merebahkan diri di tempat tidur. Tabnya ia sandarkan pada dinding laci di sebelah tempat tidurnya.

"Iya, kalau di kalender kurang lebih lima hari lagi." Scene sebentar mengingat-ngingat kalender datang bulannya. "Kamu ngantuk? Kalau ngantuk matikan saja, Kim," pinta Scene yang melihat Kim terlihat sudah menguap beberapa kali.

Kim menggelengkan kepala meskipun kantuk dirasanya sudah begitu berat. Namun ia masih ingin melihat Scene saat ini. "Aku masih mau lihat kamu."

"Besok-besok kan bisa lagi."

"Aku pulang saja ya besok ke Jakarta?"

"What's for?"

"Kamu."

Scene hampir saja menendang bagian bawah mini barnya ketika mendengar jawaban dari Kim. Ia spontan ingin berteriak karena ribuan kupu-kupu terasa berterbangan memenuhi perutnya. Apalagi ketika melihat Kim yang saat ini terlihat seperti setengah tak sadar namun tetap mendambakan dirinya - membuat wanita itu lantas ingin berteriak sekeras-kerasnya.

"Satu minggu lagi, kamu pasti bisa," ucap Scene mencoba menyemangati.

"On your birthday, mau hadiah apa?" tanya Kim lagi.

Ya lagi. Entah sudah keberapa kali Kim menanyakan hal tersebut kepada Scene.

"Mansion keluarga kamu yang di Monaco."

"Kamu betul-betul mau itu? Aku bisa izin ke Papa dan minta untuk diurus-"

Belum sempat Kim menyelesaikan kalimatnya Scene langsung memotong. "No. Bercanda, hanya bercanda. Don't take it seriously." Ia salah bicara - dan baru ingat jika Kim tidak bisa dipancing sedikitpun. Berkat kebodohannya beberapa waktu lalu, lelaki itu tiba-tiba memberikannya satu rumah di area Jagakarsa. "Hanya kamu datang, itu sudah lebih daripada cukup."

"Kabari aku kalau kamu sudah melihat sesuatu yang kamu inginkan, Scenery. Apapun, akan aku usahakan."

"Aku hanya mau kamu datang, itu sudah lebih cukup, Kim," sanggah Scene lalu beranjak dari kursi dan buru-buru pergi ke kamar mandinya untuk mencuci tangan. Begitu ia kembali, Scene melihat Kim sudah memejamkan kedua matanya - tampak tertidur.

Just Skies are DrawingWhere stories live. Discover now