59. Rahasia Terbongkar

4.8K 644 21
                                    

Tami mendorongku hingga menghilang ke bilik toilet. Dia mengunciku di dalam sana. Masih pagi, tapi Tami sudah membuatku bertanya-tanya. Terlebih suasana hatiku masih belum bisa tenang, meskipun sepanjang akhir pekan Nadiem berusaha mengusir semua kegelisahan itu.

"Lo beneran sudah nikah sama Pak Nadiem?" tanya Tami.

Mataku terbeliak. Pasalnya, ini masih pagi. Bahkan belum pukul sembilan, tapi Tami sudah tahu soal berita itu. Aku memang menduga berita ini akan tersebar, tapi tidak secepat ini. Aku bahkan baru sampai di kantor, dan Tami langsung meminta konfirmasi.

"Lo tahu dari siapa?"

"Arlan." Tami melepaskanku. "Gue mau kasih tahu sesuatu, tapi lo jangan freak out, oke?"

Peringatan itu justru membuat perutku melilit. Aku tidak tahu apa saja yang terjadi akhir pekan kemarin. Apa pun itu, yang pasti hidupku sudah berubah.

"Jadi, Arlan dan beberapa anak OnStyle dan BeautyLab punya grup WhatsaApp gitu. Isinya suka ngomongin anak-anak kantor. Arlan marah-marah di sana, dia dipecat Pak Nadiem karena mergokin lo sama dia. Terus Pak Nadiem bilang, lo istrinya dia. Enggak ada yang percaya sama omongannya Arlan, tapi dia mengirim foto lo sama Pak Nadiem ciuman di mobil," jelas Tami.

Perutku semakin melilit. Aku ingin tahu semuanya tapi di saat yang sama, aku juga tidak ingin tahu.

"Dia bilang apa lagi?" tanyaku susah payah.

"Gue enggak ada di grup itu, gue baca karena dikasih lihat sama Bear." Tami memotongku yang ingin bertanya lebih lanjut. "Arlan mau protes, enggak diterima dipecat gitu aja. Hari ini dia ketemu HRD."

Aku menurunkan penutup toilet dan duduk di atasnya. Kakiku tak ubah seperti jeli, tidak bisa menahan tubuhku sendiri.

"Arlan memang dipecat, tapi bukan karena alasan itu. Dia..." Hatiku kembali teriris saat mengingat apa yang dilakukan Arlan padaku. "Dia maksa mau cium gue. Mas Nadiem melihatnya, terus dia memecat Arlan."

Mata Tami terbelalak. "Sudah gue duga. Dia memang petty banget, enggak masuk akal Pak Nadiem memecat dia karena alasan itu. Pasti ada sebabnya. Tapi, lo beneran sudah nikah sama Pak Nadiem?"

Tidak ada gunanya berbohong. Di depan Tami, aku mengangguk.

Sebuah jeritan tertahan keluar dari mulut Tami. Dia mendesakku, sehingga aku meringkas kisahku dan Nadiem menjadi cerita singkat untuk menjawab pertanyaan Tami.

Di luar dugaan, Tami malah berseri-seri saat mendengar ceritaku. Hatiku terasa lega saat mendapati tanggapan Tami.

"Romantis banget, sih." Tami menyenggolku. "You hit the jackpot. Dia punya saudara enggak? Buat gue gitu."

"Kirain lo sama Bear."

Tami terkekeh. "Kalau Pak Nadiem punya saudara, ya gue milih dialah."

Tawa Tami menular, sedikit mengusir kekhawatiranku. Selain Nadiem, baru kali ini aku memiliki seseorang yang berada di pihakku. Tami menawarkan persahabatan, sesuatu yang belum pernah kumiliki sebelumnya.

"Berita ini pasti akan menyebar dan enggak semua orang bisa menanggapi kayak gue. Lo tenang aja, gue bakal membela lo. Lagian, apa salahnya kalau lo nikah sama Pak Nadiem?" Tami menggandeng lenganku dan mengajakku keluar dari bilik toilet.

Langkahku terasa berat saat menuju ruangan kerja. Rasanya ingin berbalik dan bersembunyi. Namun, ada bagian kecil hatiku yang menyuruhku agar berani menghadapi kenyataan.

Aku menarik napas panjang sebelum membuka pintu. Suasana yang tadinya ribut, mendadak hening saat aku muncul di sana. keberanian kecil yang sempat hadir, kini ciut sepenuhnya. Namun, sudah terlambat. Tidak ada kesempatan untuk mundur.

Yes, Sir! (Buku ketiga dari Yes series)Where stories live. Discover now