9. Hanya untuk Sementara

7.4K 858 45
                                    

Nadiem

Jika harus menunjuk orang yang berperan penting dalam hidupku, pastinya bukan orang tuaku. Melainkan Pak Iman dan Bu Ratri. Sopir dan asisten rumah tangga yang sudah merawatku sejak kecil.

Sedangkan orangtuaku malah mengajarkan cara mengenali seperti apa sosok manusia munafik. Karena mereka tak ubahnya sebagai manusia munafik yang mengelabui semua pihak.

Papa, seorang politisi yang disegani sekaligus pebisnis sukses. From zero to hero. Papa berhasil membalikkan keadaan dan sukses dengan caranya sendiri. Seharusnya Papa bisa menjadi sumber inspirasi, tapi kesuksesan membuat Papa lupa diri. Uang dan wanita membuat Papa tidak layak menjadi panutan.

Mama, perempuan cantik yang mengetahui dengan pasti setinggi apa nilai dirinya. Mantan aktris yang berhenti dari dunia entertainment demi menjaga keluarga. Nilai positif yang membuat citra dirinya begitu indah di mata publik. Namun nyatanya Mama tak pernah berlaku selayaknya seorang Ibu. Aku dibesarkan oleh Bu Ratri, bukan Mama.

Kehidupan sederhana Pak Iman dan Bu Ratri seringkali membuatku iri. Mereka hidup terbatas, di paviliun kecil di belakang rumah. Pekerjaan mereka sama sekali tidak glamor, malah seringnya dianggap rendah. Namun, mereka bahagia. Setiap malam, aku mendengar tawa di rumah itu.

Aku lebih suka makan malam bersama mereka karena hanya itu momen kehangatan keluarga yang bisa kurasakan. Melihat mereka mendengarkan setiap cerita Dinda membuatku ingin bertukar tempat dengannya. Uang bukan segalanya, karena di paviliun kecil itu, aku mendapatkan kedamaian seutuhnya.

Pulang ke Indonesia tidak pernah ada dalam rencana hidupku. Aku melarikan diri ke New York karena tidak mau lagi berurusan dengan keluargaku. Namun aku terpaksa pulang. Aku tidak rela apa yang seharusnya menjadi milikku dan Nina, diambil oleh perempuan tidak tahu diri bernama Renata.

Renata, perempuan yang pernah membuatku jatuh cinta sekaligus patah hati ketika dia lebih memilih menjadi istri simpanan Papa.

Ketika Pak Iman memutuskan pensiun, aku berjanji padanya untuk menjaga Dinda. Tanpa diminta pun aku akan melakukannya, seperti yang dulu dilakukan Pak Iman dan Bu Ratri kepadaku.

Aku mengenal Dinda di seumur hidupnya. Awalnya dia hanya anak kecil yang sering mengajakku ngobrol. Dia seperti Nina, adikku. Aku masih tidak menyangka ketika Dinda remaja bilang bahwa dia menyukaiku.

She's cute.

Aku tidak pernah menduga bahwa Dinda yang menggemaskan, dengan pipi gembil minta dicubit, telah tumbuh jadi perempuan dewasa yang cantik. Saat bertemu kembali dengannya, aku hampir tidak mempercayai penglihatanku. Namun saat dia tersenyum, semuanya terasa pas. Dia Dinda. Anak kecil yang menggemaskan.

But she's not a little kid anymore. She grown into a pretty young woman with a curve to die for.

Kalau saja tidak ada orangtuanya saat itu, aku mungkin sudah menyentuhnya.

Mati-matian aku menyuruh otakku untuk tidak berpikir jauh. Juga menanamkan di ingatan bahwa Dinda tak ubah seperti adikku sendiri.

Tidak seharusnya aku membayangkan diriku menelanjangi Dinda.

Perasaan ini begitu asing. Aku memang tidak pernah lagi berhubungan serius dengan perempuan setelah dikhianati Renata, tapi bukan berarti aku selalu kelepasan kontrol diri. Tak pernah sekalipun aku berlaku selayaknya binatang, sebelum bertemu Dinda. Ada banyak perempuan di dekatku, tapi tak pernah ada yang bisa membuat nafsuku terpanggil di pertemuan pertama.

Aku tidak mungkin mengabaikan Dinda. Terlebih setelah aku tahu ada yang disembunyikannya. Sosok Dinda yang ceria hilang, dan aku bertanya apa yang merenggut binar ceria itu dari hidupnya.

Yes, Sir! (Buku ketiga dari Yes series)Where stories live. Discover now