23. Semakin Jauh

14.3K 932 52
                                    


Aku pikir keadaan akan terasa canggung, tapi setelah memisahkan diri dari Nadiem, tak ada sedikit pun kecanggungan di sana. Dengan santai, Nadiem mengajakku makan malam.

Namun, aku tahu bahwa malam ini aku tidak akan bisa tidur nyenyak.

"Kamu mau lanjut nulis?" Tanya Nadiem saat menyerahkan piring terakhir kepadaku.

"Mungkin," sahutku sambil mengeringkan piring tersebut.

"Kayaknya kamu punya banyak bahan untuk ditulis."

Nadiem salah besar. Karena apa yang terjadi justru membuat otakku buntu. Rasanya terlalu menggairahkan untuk ditulis. Aku yakin tidak akan bisa menuangkan semua perasaanku ke dalam tulisan tersebut.

"Kamu mau kerja?" Tanyaku. Meski ini Minggu, tapi Nadiem masih sering bekerja hingga larut.

"Aku punya hal lain yang lebih menarik untuk dilakukan," sahutnya.

Aku membalikkan tubuh hingga berhadapan dengan Nadiem. Tatapannya menatapku intens. Kilat di matanya membuatku merasa diinginkan.

"Apa?" Tantangku.

Nadiem memutus jarak denganku. Lengannya melingkari pinggangku dan menarikku hingga tak ada celah tersisa.

Belum pernah aku merasa secantik ini. Karena dari cara Nadiem menatap sekujur tubuhku, aku merasa diinginkan.

"Memberi pelajaran selanjutnya."

Nadiem tidak tahu bahwa beberapa saat lalu, dia membuatku menggapai kenikmatan hanya lewat permainan konyol ini.

"What's next?"

"You tell me."

Kalau saja aku tidak memperingatkan diri, aku yakin Nadiem tengah menggodaku. Aku mengusir pemikiran itu jauh-jauh, dan membiarkan diriku terlena untuk sementara waktu.

"Kamu lebih ahli, harusnya lebih tahu apa langkah selanjutnya." Dan aku tidak menyangka akan balas menggodanya.

"Apa yang akan dilakukan Si Pangeran selanjutnya?" Tanyanya.

Aku ingin tahu apa yang akan dilakukannya kepadaku. Apa pun itu, aku tidak keberatan memberikannya.

"Satu hal yang pasti, Si Pangeran tidak akan bisa menahan tangannya agar berhenti menyentuh kekasihnya."

"Sentuhan seperti apa?" Tanyaku dengan suara tercekat.

Nadiem menunduk dan kembali menciumi leherku. Sementara tangannya mengusap punggungku. Rasanya begitu hangat, membuatku tidak ingin melepaskan pelukan itu.

"Apa di ceritamu mereka berada sedekat ini?" Tanyanya, yang kujawab dengan anggukan. "Jika Si Perempuan memiliki karakter yang sama sepertimu, aku yakin Si Pangeran sangat ingin menyentuh bagian sensitif di tubuhnya."

Aku menggigit bibir, sebelum permohonan agar Nadiem menyentuhku terlontar begitu saja.

"Di mana?"

Nadiem menatap tubuhku seolah menelanjangiku. "Let's see. Susumu begitu menggoda. Mungkin dia akan menyentuh di sana."

"Kamu bisa menyentuhku di sana. Jadi aku bisa menuliskan bagaimana rasanya kalau ada yang menyentuhku," timpalku.

Sebaris senyum miring tersungging di bibirnya. "Kamu pernah menyentuh tubuhmu sendiri?"

Tidak ada gunanya berbohong, jadi aku mengangguk.

"Bagaimana rasanya?"

"Nikmat."

Yes, Sir! (Buku ketiga dari Yes series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang