22. About a Kiss

12.8K 845 28
                                    

Nadiem menciumku.

Bibirnya mengunci bibirku.

Sementara itu, aku hanya bisa mematung. Aku yakin jantungku tidak lagi berdetak ketika Nadiem mengunci bibirku dalam-dalam.

Aku memejamkan mata, meresapi rasa ketika bibir Nadiem menyentuhku. Rasa basah di bibirnya yang lembut kembali menghadirkan kepakan sayap kupu-kupu di perutku.

"Open your eyes." Nadiem berbisik.

Aku membuka mata dan terpaku pada tatapan Nadiem yang menusuk. Baru kali ini berada sangat dekat dengan lawan jenis. Rasanya begitu intim.

Apakah ini yang dinamakan gairah? Karena hatiku meronta ingin merasakan keintiman lebih.

"Buka bibirmu. Izinkan aku menciummu."

Permintaan Nadiem membuatku tercekat. Dengan perlahan, aku membuka bibir.

"Ketika kamu menuliskan ciuman ini, pastikan kamu menulis ini ciuman pertama terbaik yang dialami karaktermu." Nadiem kembali berbisik.

Ini ciuman pertamaku. Dan aku yakin ini akan menjadi ciuman terbaik yang pernah kurasakan.

Nadiem kembali mengunci bibirku. Kali ini terasa lebih mendesak. Dia menggerakkan bibirnya saat mencumbuku.

Napasku tercekat ketika Nadiem melumat bibirku. Rangsangan dari dalam tubuhku membuatku melakukan hal yang sama. Aku pun membalas ciumannya.

Aku merangkul lehernya sementara Nadiem memelukku erat. Tubuhku menyatu dengannya, tidak ada celah tersisa. Sementara bibirnya masih melahapku dengan intens.

Nadiem melesakkan lidahnya melalui celah bibirku. Rasa geli penuh gairah menguasaiku ketika Nadiem mencumbuku. Lidahku saling berpagut dengannya.

Meski ini bukan ciuman pertama Nadiem, aku ingin ini menjadi salah satu ciuman terbaik yang pernah dirasakannya.

Nadiem mengisap bibirku dalam sebelum melepaskanku. Saat itulah aku kembali teringat untuk bernapas. Dia tidak berkat-kata. Hanya tatapannya yang menatapku intens.

"Lagi," pintaku.

Nadiem baru saja menyadarkanku akan kebutuhan mendasar yang kuinginkan. Kebutuhan untuk merasakan keintiman. Perasaan ini hanya hadir untuk Nadiem. Aku ingin memaksakan hadirnya saat bersama Arlan, tapi hatiku menolak.

Ketika Nadiem kembali menciumku, aku membalasnya dengan segenap perasaan.

***

"You're a great student." Nadiem terkekeh.

Aku membuang muka untuk menyembunyikan semu merah di wajah.

"Come on, Din. Kenapa mesti malu? Belum sampai semenit yang lalu kamu menciumku penuh nafsu," kekeh Nadiem.

Mataku terbelalak. "Nafsu?"

"Dengan caramu membalas ciumanku barusan? Sangat menggairahkan." Suara serak Nadiem membuat tubuhku merinding. Terlebih, dia mengusap lenganku dengan ujung jarinya, meninggalkan sentruman yang menyentak.

"Aku... aku..."

Nadiem tergelak. "You're the best kiss I've ever had. Selama sesaat aku lupa kalau ciuman ini hanya bagian dari proses kreatifmu. Damn. Bagaimana rasanya kalau ciuman ini beneran?"

Aku memaksakan diri untuk tertawa, meski yang terdengar hanya tawa kering yang canggung. Nadiem tidak perlu tahu bahwa aku hanya mengada-ada. Tidak ada riset tulisan. Semuanya karena aku ingin tahu.

Saat menatap Nadiem, aku tersentak. Mungkin sebenarnya perasaanku tidak pernah untuk Arlan. Melainkan untuk Nadiem.

Mungkin saja cinta monyet itu masih ada.

Yes, Sir! (Buku ketiga dari Yes series)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu