CHAPTER 59 - Tak Bisa Hanya Diam

Magsimula sa umpisa
                                    

٭٭٭

Anna bangun pagi itu dengan malas. Semalam ia menginap di rumah Tante Kenia. Evander sepertinya pulang ke rumah setelah bicara lama dengan Om Fandi.

Anna perlu menenangkan dirinya sejenak. Dan menjauh dari Evander merupakan caranya untuk menenangkan diri. Anna sadar cepat atau lambat mereka harus menuntaskan masalah ini.

Anna keluar dari kamar tamu yang disediakan untuknya. Saat di ruang makan ia melihat Tante Kenia tengah menyeduh teh di atas meja makan.

"Pagi, An," sapa Tante Kenia sambil tersenyum.

"Pagi, Tante. Tante Kenia nggak masuk kerja hari ini?" tanya Anna saat melirik jam dinding yang hampir menunjukkan pukul delapan.

"Ada yang lebih membutuhkan Tante di rumah. Jadi, Tante absen dulu. Tante bisa bekerja dari rumah," ucap Tante Kenia.

Anna merasa tak enak hati. Karena masalahnya, Tante Kenia sampai tak masuk kerja hari ini. Mungkin untuk memastikan bahwa dirinya baik-baik saja.

Anna duduk di ujung kursi meja makan. Memperhatikan tangan Tante Kenia yang sedang mencelup-celupkan teh ke dalam teko.

"Evan pulang semalam. Ia bilang kau bisa di sini sampai benar-benar tenang. Evan tak akan memaksamu pulang, kalau kau tak mau," lanjut Tante Kenia lagi.

Anna tahu semalam Evander memasuki kamarnya. Ia membelai kepalanya seperti biasa dan mencium ujung kepalanya. Anna belum benar-benar tidur saat itu. Anna baru bisa tidur menjelang subuh.

"Begitulah pernikahan. Selalu ada ujiannya. Mungkin kita beruntung hanya diberi ujian yang ringan. Namun, ada juga yang berat ujiannya. Tinggal bagaimana kita yang menjalaninya. Mau kuat, pasrah, ikhlas, atau menyerah. Begitu juga sebagai pasangan tentunya seringkali melakukan kesalahan. Kita juga yang menentukan akan memafkan atau cukup sekian. Tante rasa masalah ini, kalian berdua selesaikan dengan kepala dingin. Tante dan Om hanya bisa memberi kalian dukungan, tapi kalian yang harus bisa menentukan solusi apa yang paling baik."

"Tante pastinya tahu alasan kami berdua menikah, kan?" tanya Anna.

"Ah, itu sebenarnya akal-akalan Om-mu saja. Evan terlalu cuek dengan kehidupan pribadinya. Kalau legal, mungkin dia akan menikahi pekerjaannya. Makanya waktu itu Om Fandi menemukan ide yang kalau dipikir-pikir sekarang kurang elit juga, ya?" ujar Tante Kenia sambil tersenyum

Anna tersenyum masam mendengar cerita Tante Kenia yang baru didengarnya hari ini. Masalahnya sekarang adalah Evander tidak mencintainya. Ia lebih mencintai pekerjaan dan kehidupannya yang bebas. Anna hanya sekadar sampingan.

"Waktu kalian menikah, Tante bahagia karena Evan bisa mengalihkan perhatiannya dari pekerjaannya. Dia bisa menahan egonya dan tidak melulu mengutamakan pekerjaannya. Dulu kalau ke sini pun, ia sering membicarakan pekerjaan dengan Om Fandi bahkan di meja makan, padahal Tante sangat tidak suka itu."

"Tante pernah tahu atau kenal perempuan-perempuan yang dekat dengan Evander?" tanya Anna.

"Kalau pacar-pacarnya, Tante tahu. Dulu, sebelum Evan menikah banyak gosip-gosip murahan tentang dirinya dengan beberapa perempuan. Salah satunya malah sampai jadi berita hangat selama berbulan-bulan. Bahkan, perempuan itu juga sampai mengaku di depan publik sudah tidur dengannya. Tante sampai harus memberi somasi karena Tante tahu itu tidak benar. Kau sempat dengar gosip itu?" tanya Kenia.

Anna hanya mengangguk kecil. Ia tahu saat mencari keterangan tentang Evander bersama Danila sebelum menikah.

"Tapi, kalau sekarang, setelah kalian menikah, ia masih dengan perempuan lain seperti yang kamu bilang kemarin, Tante baru tahu. Jujur Tante sangat kaget mendengarnya dan sempat tidak percaya. Tante tak pernah mengira Evan seperti itu."

Tante Kenia duduk di seberang Anna dan menangkupkan kedua tangannya di atas meja. Wajahnya berubah sendu seperti menerawang sesuatu.

"Evan banyak kehilangan orang yang dicintainya sejak masih muda. Kau tahu Gavin?" tanya Tante Kenia.

Anna menggeleng. Evander sangat jarang atau boleh hampir tidak pernah menceritakan masa lalunya pada Anna.

"Gavin adalah kakak Evander. Ia meninggal saat usianya dua puluh tahun karena overdosis. Kami tak pernah tahu kalau Gavin kecanduan barang terlarang itu. Di depan kami, ia bersikap biasa saja. Tapi, ia meninggal overdosis di salah satu kamar Winston Hotel," jelas Tante Kenia.

Anna terkejut mendengarnya. Kedua kakak beradik itu sepertinya dekat sekali dengan Winston Hotel. Bahkan mereka kecanduan juga di hotel juga, meskipun kecanduan hal yang berbeda. Gavin kecanduan narkoba. Evander kecanduan perempuan. Anna merasa tiba-tiba dadanya sesak.

"Setahun kemudian orang tua Evan yang meninggal karena kecelakaan. Kapal pesiar mereka karam. Jenazah ayahnya bisa ditemukan, tapi jenazah ibunya tak pernah ditemukan. Lalu ada juga Maura. Kalau tentang yang ini bisa kamu tanyakan pada Evan. Tante tak berhak menceritakan Maura padamu," ucap Tante Kenia dengan wajah sedih dan mata berkaca-kaca.

Tanpa terasa air mata juga meleleh di pipi Anna. Ia baru tahu kehilangan-kehilangan yang dialami Evander sepanjang hidupnya. Tapi apa pun alasannya, bukan berarti ia boleh melakukan apa saja untuk menumpahkan rasa kehilangan dan melupakan kesedihan hatinya.

"Anna di sini sampai nanti sore ya, Tante," pinta Anna, "Aku akan pulang kalau sudah merasa lebih tenang."

"Tentu saja. Anggap saja rumah sendiri. Kalau butuh apa-apa, Tante dan Om siap membantu. Kamu tidak sendirian," ucap Tante Kenia bijak.


Bersambung

CEO'S LADYTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon