CHAPTER 7 - Kesan Pertama

129 12 0
                                    


Ternyata butuh waktu 2 x 24 jam sebelum ayahnya mengirimkan pesan pada Anna tentang keinginannya tempo hari. Anna mengira Fandi akan menentukan tempat pertemuan hari itu juga. Anna tak pernah mengira laki-laki itu mengulur waktu bertemu dengan Anna sampai dua hari lamanya.

'Jumat jam 1 siang di Blue Ivy. Perlu Papa temani?'

'Terima kasih, Pa. Aku bisa sendiri. Aku langsung berangkat dari kampus.'

Anna membalas pesan singkat ayahnya dengan menambahkan smiling emoji. Jumat kuliah Anna hanya sampai jam 11. Ia bisa bersiap-siap setelah itu. Ah, tampaknya Anna tak perlu bersiap-siap toh ia hanya bertemu Fandi dan bukan untuk membuatnya terpesona.

Anna bahkan merasa tak perlu mengganti pakaian yang biasa dipakainya ke kampus dengan pakaian formal. Jeans, kaus atau kemeja flanel, dan sneakers pun cukup. Kalau Fandi ilfil karena penampilannya yang ala kadarnya, bukankah jauh lebih bagus.

Anna mengikat rambutnya asal saja siang itu, kucir ekor kuda dengan beberapa anak rambut yang tidak terikat rapi. Blue jeans, blus putih tanpa lengan, dan blazer kotak-kotak cokelat, ditambah flat shoes putih favoritnya. Outfit yang paling sering ia kenakan saat di kampus atau saat acara-acara yang tidak memerlukan outfit resmi.

Masih ada waktu satu setengah jam, tapi Anna bersiap menuju tempat pertemuannya dengan Fandi siang ini. Blue Ivy terletak di pusat kota dan saat istirahat makan siang pastinya lalu lintas sangat padat.

Dalam hati Anna memuji selera Fandi yang memesan private room di restoran dengan penghargaan michelin star. Mungkin untuk membuat Anna terkesan dan luluh. Namun, bagi Anna seenak apa pun makanannya, ia tak mungkin bisa menelannya dengan nikmat karena suasana yang canggung dan tak menyenangkan.

Anna mengarahkan Brio steel metallic-nya menuju Imperium Tower di mana restoran tujuannya terletak. Blue Ivy terletak di lantai 40 tower tersebut. Blue Ivy termasuk salah satu luxury restaurant tentu saja.

Anna pernah diajak ayahnya makan malam sekali di Blue Ivy karena saat itu ibu tirinya mengantar Diva pemotretan di Hongkong. Kalau ibunya ada di rumah tentu ia yang lebih sering menemani ayahnya ke acara-acara bisnis seperti itu dengan mengajak Diva juga tentunya.

Rica suka sekali membanggakan anaknya yang sekarang menjadi artis terkenal. Bergaul dengan pengusaha dan orang-orang kelas atas tentu akan menambah relasi Diva dari kalangan atas.

Bukan hal aneh kalau banyak artis yang jatuh ke dalam dekapan pengusaha. Baik sebagai pasangan resmi, maupun tak resmi. Pengusaha dianggap memiliki tingkat kehidupan yang lebih mapan daripada profesi yang lain. Seorang artis yang terbiasa hidup dalam kemewahan mana mau dengan orang biasa dengan gaji pas-pasan.

Biasanya di acara-acara formal, baik lunch atau dinner, pengunjung restoran diwajibkan berpakaian formal dan rapi. Dengan penampilan Anna sekarang tentu saja Anna akan ditolak masuk. Tapi hari ini Anna tidak datang di acara resmi. Meskipun ia nanti akan mendapatkan sorotan mata meremehkan dari pramusaji, Anna tak peduli.

Memasuki lobi restoran Anna disambut seorang greeter yang saat menyapa Anna matanya menatap tajam juga ke arah outfit yang Anna kenakan. Dan sorot matanya bertambah sinis saat Anna mengatakan ia ada janji dengan tamu di private room 03. Dengan langkah gagah Sang Greeter pun memimpin langkah Anna menuju ruangan yang disebutkan.

Private room tujuan Anna ada di ujung sayap kiri restoran. Ruangan-ruangan tertutup dengan pintu bernomor berada di kanan dan kiri lorong yang lantainya dilapisi karpet berwarna hijau tua dan aksen warna emas di tepiannya.

Sesampainya di ruangan yang dituju, greeter tersebut membukakan pintu dan mempersilakan Anna masuk dengan senyum profesionalnya. Anna pun membalas dengan senyum campuran manis dan sebal dan mulai melangkahkan kakinya dengan penuh percaya diri.

CEO'S LADYWhere stories live. Discover now