CHAPTER 14 - Serba Salah

96 13 0
                                    

"Batalkan rencana pernikahanmu sekarang!" paksa Hana,"lelaki itu brengsek," imbuh Hana.

Hari itu mereka bertiga kembali bertemu di rumah Danila setelah pagi tadi Hana menelepon dan berkata ia punya informasi mahapenting tentang Evander. Hana memaksa mereka bertiga bertemu seusai kuliah.

Untuk kesekian kalinya Hana mengatakan hal yang sama. Ini sudah kalimat yang kesekian yang diucapkan Hana supaya Anna membatalkan pernikahannya.

"Kau tak perlu takut. Kalau dia masih memaksamu, kau bisa lapor polisi karena pemerasan. LSM ibuku pasti mau membantumu," ujar Hana.

"Memang kenapa sih, Han?" kata Danila.

"Karena laki-laki bejat itu tak pantas buat Anna. Apa pun alasannya ia tak berhak memaksa Anna," gerutu Hana yang sebal karena kedua temannya itu masih saja menolak pendapatnya.

Anna masih membisu. Ia malas berdebat hari ini. Toh, masalahnya masih tetap berkutat di hal yang sama.

"Kemarin malam kakakku cerita kalau beberapa hari yang lalu disuruh mengantarkan laptop Evander ke Winston Hotel. Ke hotel, An! Dia punya rumah dan jarak ke kantornya juga nggak terlalu jauh. Kenapa malam-malam malah meminta laptopnya dibawa ke hotel? Menurut kakakku dia biasa begitu. Menginap di hotel bersama perempuan," ucap Hana setengah berteriak karena sahabatnya itu masih saja bebal.

Anna menutup wajahnya dengan bantal kecil milik Danila. Semua informasi yang diberikan Hana tentang Evander seharusnya sudah bisa membuka matanya. Tapi, apa mau dikata ia sudah telanjur membuat perjanjian.

Tak ada informasi positif yang bisa diberikan Hana tentang Evander. Lelaki bejat, amoral, dan liar bahkan sudah disematkan Hana pada laki-laki itu.

Ia bahkan mulai membawa-bawa LSM ibunya supaya Anna bisa melepaskan diri dari jeratnya. Anna yang semula menginginkan masalahnya hanya untuk konsumsi pribadi malah menjalar sampai ke mana-mana.

"Aku sudah bilang kalau aku tak bisa membatalkan begitu saja," keluh Anna.

"Tak bisa atau tak mau?" cecar Hana.

Hana tahu Anna tertarik pada laki-laki itu. Sangat tampak dari matanya yang terluka setiap kali ia membeberkan kebusukan Evander. Bukannya Hana tega menyakiti sahabatnya itu. Hana tak mau hati Anna tambah sengsara.

"Han, untuk kali ini biarkan aku menyelesaikan masalahku sendiri, okay. Terima kasih atas bantuanmu aku sangat menghargainya, sungguh. Tapi sekali lagi aku tegaskan aku tak bisa begitu saja mengingkari janjiku," ucap Anna.

Mungkin benar kata Hana. Bukan Anna tak bisa, tapi Anna tidak mau. Anna tak munafik kalau ia tertarik pada Evander. Mungkin ia telanjur bodoh dan buta, hingga semua kata-kata Hana tak mempan padanya.

Oh, mau dibawa ke mana hatinya. Mau dibalut dengan apa lukanya. Kalau setelah ini ia merasa hatinya makin hancur itu salahnya sendiri. Ia telanjur menolak semua upaya sahabat-sahabatnya untuk mencegahnya hancur.

*

*

Bulan-bulan berjalan seperti biasa. Apa pun yang tejadi dalam setiap detik kehidupan manusia, waktu tetap berjalan maju. Waktu tak pernah berhenti berjalan, kecuali memang Sang Penguasa Kehidupan sudah menghentikan laju sang waktu.

Tak terasa, Anna sudah menyelesaikan pendidikan sarjananya. Ia bisa memakai toga sebagai tanda ia bisa menyandang gelar sarjana. Pagi ini di auditorium kampusnya bersama ribuan mahasiswa lain yang juga telah menyelesaikan pendidikannya, ia mengabadikan momen terakhirnya sebagai mahasiswa.

Hanya ayahnya yang menemaninya diwisuda hari ini. Rica dan Diva tak mau ikut meski Anna sudah membelikannya undangan.

Anna tak merasa ada yang kurang dengan hari istimewanya hari ini. Tak ada ibu dan adik tirinya di setiap momen istimewanya, membuat Anna tak kehilangan kenangan terindah dalam hidupnya. Kecuali mungkin, yang satu itu, Evander.

CEO'S LADYWhere stories live. Discover now