Chapter 2 - Dalam Kegundahan

333 20 0
                                    

"Apa? Kenapa bisa begitu?" teriak Rica Rahima berapi-api.

Sepulang mengantarkan Diva Marischa Nayaka, anaknya, ia mendapati suaminya itu sudah di rumah. Duduk terpekur sambil memegangi kepala dengan kedua tangannya di ruang kerja.

Instingnya sebagai istri mengatakan bahwa ada sesuatu yang yang sedang dihadapi suaminya itu karena suaminya itu jarang sekali ada di rumah saat sore hari. Dan dilihat dari perilaku Rasena saat ini, Rica menduga pasti sesuatu yang buruk telah terjadi.

"Aku juga tidak tahu kenapa. Tapi katanya pemilik proyek tersandung masalah suap atau bagaimana aku tak tahu dengan jelas. Yang pasti megaproyek yang kukerjakan mangkrak dan aku tak dapat apa-apa," jelas Rasena pada istrinya.

"Lalu bagaimana dengan kita? Apa kau tak punya apa-apa lagi? Apa kita harus kehilangan semuanya?" tanya Rica panik.

Selama ini Rica sudah hidup dengan nyaman sebagai Nyonya Nayaka. Kalau sampai perusahaan konstruksi suaminya sampai gulung tikar, ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengan keluarganya.

"Aku masih berusaha. Ada beberapa pinjaman yang jatuh tempo, tapi aku akan menyelesaikannya. Kau jangan khawatir!"

"Bagaimana aku tidak khawatir. Kalau sampai terjadi apa-apa tentu seluruh keluarga kita yang akan terkena dampaknya. Karier Diva baru saja naik. Apa bisa tersandung skandal keluarga seperti ini? Kita harus memikirkan masa depannya juga," ucap Rica lagi.

Rasena mengeluh dalam hati. Bukan hanya perusahaan yang membebani pikirannya saat ini, tapi juga kelangsungan hidup keluarganya, terutama anak-anaknya.

"Aku akan pikirkan semuanya. Keputusanku tak akan merugikan siapa pun, terutama keluargaku sendiri," ucap Rasena meyakinkan istrinya.

"Harus begitu. Aku tak mau masalah perusahaan sampai mengganggu ketenteraman rumah kita. Apa pun yang terjadi aku ingin rumah kita tetap nyaman dan tenteram," kata Rica, lalu keluar dari ruang kerja suaminya.

Rasena menyandarkan tubuhnya kasar. Tampaknya peliknya masalah hidup hanya ia sendiri yang bisa merasakan dan menyelesaikannya. Rasena menangkupkan kedua telapak tangannya ke atas meja kerja. Kepalanya yang berat pun ia sandarkan di sana. Otaknya rasanya tak bisa diajak kerja sama apalagi oranr-orang di sekelilingnya.

Rasena terbangun dan membuka matanya cepat saat tubuhnya diguncang keras oleh seseorang. Rupanya ia sempat tertidur tadi. Ia menegakkan tubuhnya dan mendapati Anna, putri sulungnya tengah memegang pundaknya dan membangunkan tidurnya yang kurang nyaman.

"Papa kenapa nggak tidur di kamar saja," kata Anna setelah Rasena terbangun dari tidurnya yang menelungkup di atas meja kerja.

Sepulang kuliah, Anna melihat ruang kerja ayahnya terang benderang. Ia tak mendapati ibunya dan Diva di rumah. Pasti mereka pulang malam lagi, bahkan mungkin pula menjelang dini hari baru pulang.

Sejak karier Diva sebagai pemain sinetron dan model makin menanjak, adiknya itu sering tidak ada di rumah. Pagi sebelum Anna berangkat kuliah, adiknya itu masih tidur. Malam pun Diva masih syuting sehingga membuat rumahnya sepi.

"Baru pulang kuliah?" tanya Rasena pada Anna yang mengenyakkan pantatnya ke sofa empuk dekat jendela ruang kerja Rasena.

Anna hanya mengangguk sambil meneguk gelas kecil air mineral yang selalu ada di atas meja kecil di ujung sofa.

"Diva belum pulang?" tanya Rasena lagi.

"Kalau nggak tengah malam, biasanya dini hari," jawab Anna singkat.

"Papa kenapa tidur di sini? Di kamar kan lebih nyaman," imbuh Anna saat ayahnya hanya terdiam menatapnya.

"Papa sedang banyak kerjaan. Maunya istirahat sebentar malahan ketiduran," jawab Rasena sambil tersenyum.

CEO'S LADYМесто, где живут истории. Откройте их для себя