CHAPTER 34 - Tentang Murni

89 10 2
                                    


Evander memasuki lounge Winston Hotel malam itu dengan langkah malas. Ia sudah menghabiskan waktunya seharian untuk bekerja dan ingin pulang. Minggu yang sangat padat karena sebelumnya ia habis melakukan perjalanan bisnis ke Surabaya, belum lagi ia harus menyelesaikan desainnya sebelum dipresentasikan kepada klien Senin nanti.

Klien yang satu ini benar-benar perfeksionis. Ia sudah merevisi desain sebanyak tiga kali, tapi masih ada tambahan di sana-sini.

"Halo, Evan, sudah lama Om tunggu," sambut Burhandi pada Evander.

Ia berdiri dari sofa tempatnya duduk dan tentunya sambil diapit dua bidadari malam.

"Aku tak punya banyak waktu, Om," ucap Evander.

"Alah, apa begitu setelah kau jadi pengantin baru? Waktu Om seusia kamu meski sudah menikah Om masih bisa bersenang-senang. Apa istrimu melarangmu? Masak seorang Evander Alakai sekarang takut sama istri?" tanya Burhandi menggoda Evan.

Evander hanya tersenyum miring mendengar lelucon yang tidak lucu itu. Ia mengambil tempat duduk di ujung sofa. Salah satu perempuan yang tadi bersama Burhandi mulai menggeser tempat duduknya mendekati Evander. Namun, laki-laki itu hanya mengangkat tangan kirinya dan perempuan itu kembali ke tempat duduknya semula.

"Sebelumnya tidak menyenangkan," ucap Evander sambil menuang wiski ke dalam rock glass yang ada di atas meja.

"Ah, perempuan kurang ajar itu sudah Om pecat. Dia tidak tahu kalau kau tamu VVIP di sini. Tiba-tiba saja duduk di pangkuanmu bahkan menciummu tanpa permisi itu kesalahan terbesarnya," ucap Burhandi.

Burhandi adalah pemilik Winston Hotel. Banyak tamu penting maupun pejabat yang mampir ke mari. Meskipun sebagian besar bukan untuk menginap, tapi juga untuk menikmati tubuh-tubuh mulus hostes Winston Lounge milik Burhandi.

Adik angkat papanya itu memang memiliki bisnis terselubung yang berhubungan dengan perempuan. Ia dikenal menyuplai perempuan-perempuan cantik untuk kalangan VVIP. Pejabat, artis, sampai pengusaha kerap menggunakan jasanya yang satu ini.

"Kenapa Om menyuruhku kemari?" tanya Evander sambil meneguk wiskinya.

Kalau Burhandi menyuruhnya menikmati hostes barunya malam ini, ia akan menolak. Ia sedang tidak ingin menghabiskan malamnya dengan perempuan-perempuan binaan Burhandi.

Evander memang diperlakukan istimewa di sini. Om-nya itu sering kali menawarkan padanya barang-barang baru dengan label 'perawan' untuk dicicipinya terlebih dahulu.

"Aku sudah menemukannya," ujar Burhandi sambil tersenyum dengan mata berbinar.

"Siapa?" tanya Evander tak mengerti.

"Kau ingat setahun lalu aku mendapatkan anak perawan dari Lampung? Yang bermalam denganmu lalu kabur keesokan paginya? Aku sudah menemukannya," ucap Burhandi.

Evander ingat sekarang. Gadis cantik yang masih di bawah umur yang menangis sesenggukan saat berdua dengannya karena ditipu agen penyalur asisten rumah tangga.

Murni berniat mencari pekerjaan di ibu kota untuk ibunya yang buta di kampungnya di pedalaman Lampung. Namun, ia tak tahu kalau dijual sebagai pemuas nafsu laki-laki.

"Om menemukan di mana?" tanya Evander.

"Di Semarang. Ia bekerja di pengalengan ikan di Semarang. Untung saja ada anak buahku yang tahu. Malam ini juga ia akan dibawa ke Jakarta," ujar Burhandi.

Burhandi sangat murka karena kehilangan gadis itu. Sebenarnya ia akan diberikan pada salah satu pejabat untuk melicinkan usaha Burhandi. Supaya tidak ada aparat mana pun yang berani menginspeksi hotel dan lounge-nya.

Setiap bulan Burhandi harus membayar banyak dan juga ada upeti cantik sebagai uang tutup mulut. Uang dan perempuan adalah paket lengkap dalam dunia bisnis yang tak bisa dipisahkan.

"Om mau apa kalau dia sudah sampai di sini?" tanya Evander.

"Tentu saja ia harus membayar semua kerugianku. Aku sudah keluar uang puluhan juta untuk membelinya dari agen sialan itu. Aku tak mau uangku sia-sia. Kalau dia sampai di sini apa kau mau mencobanya lagi. Dia masih perawan kan saat kau mencobanya? Aku jamin rasanya masih tetap sama," ujar Burhandi sambil tertawa.

Evander tertawa sumbang mendengarnya. Kenapa ia harus mencari perawan lain kalau ada satu perawan yang tinggal bersamanya di rumah. Perawan yang sangat sulit ditaklukkannya.

"Tidak, aku tidak tertarik saat ini. Aku capek, lain kali saja, Om," ucap Evander lalu menghabiskan wiskinya sebelum berlalu dari tempat itu.

Sesampainya di mobilnya, Evander menghubungi seseorang melalui panggilan telepon.

"Rey, cari Murni sekarang! Cari tahu dia ada di mana dan pindahkan ke tempat yang aman!" perintahnya.

*

*

Gadis berusia delapan belas tahun itu menangis terisak. Dalam blind van tertutup itu ia disekap dengan dua orang laki-laki kekar yang duduk mengapitnya.

Tangisnya memelas dan wajahnya pucat ketakutan karena sekali lagi ia berhasil ditangkap orang-orang tinggi besar yang tak ia kenal.

Sepulangnya bekerja sebagai buruh, ia dihadang beberapa orang tak dikenal. Mulutnya langsung dibekap dan ia dimasukkan ke dalam mobil tertutup ini.

Kaca-kaca mobil samping dan belakang tertutup. Ia tak bisa melihat ke mana ia dibawa pergi. Ia sudah merasakan perihnya tamparan orang tinggi besar itu. Bibirnya terasa nyeri dan ia bisa merasakan asinnya darah dari bibirnya yang sobek.

"Sudah siap, Bos. Dia sudah kami bawa. Sebelum pagi kami sudah sampai," ucap seseorang yang duduk di depan yang tengah menelepon seorang yang ia panggil bos.

Murni, gadis itu, menangis ketakutan. Ia tak mau lagi kembali ke tempat itu. Meski hotel dan kamarnya mewah, tapi ia tak mau menjadi pelacur yang dijajakan ke setiap pria. Tujuannya bekerja memang untuk mencari uang, tapi bukan dengan menjual tubuhnya.

"Dia akan sampai tanpa cacat, Bos, tenang saja. Tapi, mungkin bibirnya sedikit sobek karena dia berteriak-teriak tadi. Jadi, aku terpaksa memberinya pelajaran sedikit," ucap laki-laki itu.

"Baik, Bos, siap!" jawabnya sambil tertawa terkekeh.

"Bos tidak mau dia dibawa ke hotel. Bos mau dia dibawa ke barak," ucapnya pada sopir.

Sang sopir mengangguk dan mempercepat laju kendaraannya. Meskipun dengan kecepatan tinggi sopir itu terlihat lihai dengan kemudinya.

Tidak, teriak Murni dalam hati, ia tidak mau lagi kembali lagi ke tempat jahanam itu. Ia tak mau mengotori tubuhnya dan dijamah laki-laki semaunya. Ia lebih baik mati daripada membiarkan tubuhnya dilecehkan.

Dengan sisa keberanian yang ia punya, Murni beranjak dari tempat duduknya cepat. Ia meraih kepala sopir yang tengah mengemudi mobil, lalu menjambak rambutnya membuat sang sopir berteriak marah karena kesakitan. Dua orang pria yang duduk dengannya di bangku belakang meraih tubuhnya dan mencoba mengendalikannya.

Namun, rasa marah dan putus asa membuat Murni serasa memiliki kekuatan yang lebih. Ia malah menggigit telinga pengemudi mobil itu hinggal berdarah, membuat pengemudinya terkejut dan kehilangan kendali atas mobilnya.

Mobil yang melintas cepat itu kehilangan arah, menabrak pembatas jalan, lalu terguling beberapa kali. Mobil itu berhenti tepat di tengah jalan membuat pengguna jalan lain mengerem mendadak. Sayangnya truk besar yang melaju di belakangnya tidak bisa mengerem laju kendarannya tepat waktu. Truk itu menabrak mobil yang melintang di tengah jalan dan membuat mobil itu ringsek tak berbentuk lagi.

Bersambung

CEO'S LADYWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu