CHAPTER 39 - Setelah Malam Pertama

161 14 0
                                    


Evander terbaring menatap langit-langit kamar. Lengan kanannya yang ditekuk menopang kepalanya. Sudah beberapa jam berlalu setelah pergulatannya dengan Anna. Dan sekarang Evander terjaga dari tidurnya.

Akhirnya, Anna menyerah juga. Meskipun apa yang mereka lakukan semalam tak lebih dari barter kepentingan. Keinginan Anna untuk bekerja begitu kuat sampai ia akhirnya setuju untuk bercinta dengannya.

Bercinta atau sekadar bersetubuh. Evander tersenyum sinis dalam hati. Sejak awal hubungan mereka juga bukan karena cinta, tapi karena bisnis.

Anna yang putus asa dengan nasib keluarganya. Dan dirinya sendiri yang sudah mulai muak dengan perempuan-perempuan yang mengganggu hidupnya.

Pernikahan seharusnya terjadi karena dua insan yang saling mencintai bukan karena terpaksa. Kalaupun ada yang terpaksa menikah, pastinya tak akan berlangsung lama. Cepat atau lambat perpisahan akan terjadi.

Tapi, Evander tak pernah membayangkan ia akan berpisah dari istrinya sekarang. Perempuan yang sekarang tertidur sambil memeluk erat lengannya itu tak hendak dilepaskannya.

Anna sangat berbeda dengan perempuan-perempuan yang selama ini dikenalnya. Anna, meskipun Evander tahu ia tertarik padanya, tapi ia bisa mengendalikan dirinya.

anna tak serta merta mau melemparkan tubuh padanya dan menyerah begitu saja. Butuh waktu dan usaha untuk melunakkan hatinya.

Anna tak suka mengeluh. Meskipun dia kesepian dan tak tahu harus berbuat apa di rumah ini, ia tak pernah mengeluh. Pun Anna juga tak pernah protes kalau Evander harus meninggalkannya karena terlalu sibuk bekerja. Sendirian di rumah saat Evander melakukan perjalanan bisnis ke luar kota pun tak pernah dikeluhkan Anna.

Evander tak pernah membuatnya kekurangan dari segi materi. Ia selalu memastikan perempuan yang dinikahinya itu tak kekurangan suatu apa pun. Namun, Anna tidak seperti wanita kebanyakan. Ia tak terlihat menghamburkan uang yang dimilikinya untuk berfoya-foya. Membeli tas atau pakaian atau perhiasan seharga puluhan bahkan ratusan juta pun tak pernah.

Tas-tas mahal yang dibelikan Evander untuknya sangat jarang dipakai. Anna lebih suka memakai tas kanvas atau tote bag kulitnya. Tas-tas mahal itu baru ia pakai saat bersama Chiara.

Kemarin, Evander baru pertama kali mendengar Anna mengeluh kalau ia bosan dan ingin bekerja. Evander tahu, ia tak bisa memenjarakan perempuan itu untuk selalu di rumah tanpa melakukan apa-apa. Evander tak sampai hati hanya melihat Anna duduk terpekur dan melamun seperti yang sering ia lihat melalui CCTV setiap hari.

Anna menggeliat dan tangan kurusnya yang tadi ada di lengan Evander beralih memeluk perutnya. Evander berbalik menatap Anna dan memeluk tubuhnya. Ia betulkan lagi letak selimut Anna untuk menutupi bahunya dari udara AC yang dingin.

Mungkin pada saatnya nanti akan ada rasa cinta di antara mereka berdua. Evander sangat mengharapkan hal itu. Ia juga ingin memiliki keluarga yang penuh cinta. Keluarga yang akan memberinya arti sebuah rumah.

*

*

Anna terbangun dengan sangat tidak elok pagi itu. Dadanya sesak karena posisi tidur telungkupnya yang terlalu lama. Ia membalikkan tubuhnya dan baru menyadari kalau tubuh telanjangnya hanya tertutup bed cover tebal. Saat ia berbalik, bed cover itu malah melorot sampai ke perutnya membuat ia cepat-cepat menariknya ke atas untuk menutupi dadanya.

Akhirnya terjadi juga, pikirnya. Not bad, Evander ternyata lihai juga memanjakannya. Anna sampai malu kalau mengingat tingkahnya semalam, yang mendesah dan berteriak karena menikmati setiap sentuhan dan bibir Evander yang menjelajahi setiap inci tubuhnya.

Teori-teori supaya bersikap anggun, tenang, dan juga elegan yang sejak pagi dijejalkan di otaknya ternyata tak berlaku saat praktik. Anna merasa dia lebih liar dan menginginkan lebih. Aneh, dibuang ke mana rasa malunya semalam.

Masih jam lima pagi. Evander sudah tidak ada di ranjang. Mungkin mandi karena samar-samar Anna mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Lebih baik ia segera berpakaian sebelum otak liarnya meminta yang lebih lagi.

Anna menyibak selimutnya dan melihat di atas ranjang, tapi piyamanya tak nampak terlihat. Di kursi dekat ranjang juga tidak apalagi di atas meja kecil. Shit, dibuang ke mana sih bajunya semalam sampai Anna tidak bisa menemukannya.

Alhasil Anna hanya bisa bergelung kembali di dalam selimut tebalnya menutupi tubuhnya sampai sebatas lehernya. Kalau ia mengambil baju gantinya jelas tak mungkin karena ke walk in closet harus melewati lorong kecil dekat kamar mandi.

Ya kalau Evander tak sadar ia mengendap-endap ke sana, kalau Evander sudah selesai mandi, apa Anna tidak diseret ke kamar mandi untuk melanjutkan morning sesion. Kalaupun Evander tidak menyeretnya, Anna khawatir justri ia yang akan mendorong laki-laki itu dan mulai sesi bercinta di kamar mandi.

Ok, cukup sudah melanturnya. Anna memukul kepalanya sendiri dan mengaduh pelan supaya pikiran-pikiran mesum segera keluar dari otaknya.

"Mandi!" bisik Evander menyuruh Anna yang masih bergelung membelakanginya.

Tapi bukannya menyeret Anna untuk segera mandi, laki-laki itu malah memeluk tubuhnya dan belakang dan mulai menciumi pipinya. Anna sekuat tenaga menggigit bagian dalam mulutnya supaya suara binalnya semalam tidak lolos begitu saja. Apalagi saat tangan Evander mulai menyelinap ke balik selimut dan menyusuri pinggulnya.

"Bajuku ke mana?" tanya Anna serak sambil memutar tubuhnya menghadap Evander.

Begini lebih baik supaya fantasi liarnya tidak ikut-ikutan menguasai pikirannya. Namun, itu hanya sedetik. Detik berikutnya mata Anna sudah menelusuri tubuh Evander yang tercetak jelas di depan matanya. Evander hanya mengenakan celana pendek tanpa kaus.

Semalam Anna sudah melihatnya, menyentuh, dan juga merasakan otot-ototnya, tapi entah kenapa ia merasa tak cukup puas dan menginkannya lagi dan lagi.

Well, apakah semua perempuan yang sudah menikah juga merasakan hal yang sama? Hasrat ingin bercumbunya begitu kuat. Wajahnya terasa panas dan bagian bawah perutnya mulai berkedut. Menimbulkan sensasi geli yang menyenangkan.

"Aku masukkan keranjang," jawab Evander dengan bibirnya yang mulai menyusuri wajah Anna.

Yang empunya wajah memicing geli karena rambut halus di wajah Evander yang menyapu permukaan wajahnya. Ia mendorong dada Evander menjauh supaya ia tidak kembali terlena. Ana merasa bagian bawah tubuhnya semakin berkedut dan itu tentu saja tak baik untuk kelanjutannya.

"Lalu aku pakai apa?" tanya Anna sebal. Masak iya Anna harus ke kamar mandi dengan balutan selimut tebal seperti ini.

"Kau tak pakai apa-apa pun tak masalah," goda Evander yang membuat perempuan di depannya itu sebal setengah mati.

Anna beringsut menuju kamar madi. Lebih baik berbalut selimut tebal daripada disuruh telanjang lagi di depan Evander, big no.

Evander hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah istrinya itu. Sepertinya mulai sekarang ia akan rajin olahraga malam.

Bersambung

CEO'S LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang