CHAPTER 24 - Rumah Baru untuk Ana

139 11 0
                                    


Anna menyusun barang-barangnya ke dalam koper dan kardus-kardus yang disiapkan Bi Min. Sepulang dari Bali, ia tidak langsung pulang ke rumah Evander. Ia harus mengepak barang-barangnya yang masih ada di rumah untuk dibawanya pindah.

Anna sudah berjanji ia akan tinggal bersama laki-laki yang sekarang sudah sah menjadi suaminya setelah menikah. Ia hanya minta waktu sehari untuk bersiap-siap.

Siang nanti sopirnya akan menjemput Anna. Sebenarnya Anna bersikeras akan berangkat sendiri karena ia punya mobil, tapi Evander menolaknya. Lagipula Anna tak tahu di mana rumah Evander terletak.

Anna mulai berpikir jernih sekarang. Ia benar-benar tak tahu apa-apa tentang Evander. Bahkan yang paling sederhana, rumahnya di mana pun, Anna tidak tahu.

Anna hanya tahu nama dan pekerjaannya saja. Selain itu Anna benar-benar nol tentang Evander.

Lewat tengah hari sopir Evander sudah datang dengan SUV yang lebar. Jok bagian belakangnya dilipat sehingga ada ruang yang lebar untuk meletakkan barang-barang Anna.

"Biar Bibi yang bawa, Non," ucap Bi Min saat Anna menuruni tangga dengan membawa kotak kardus.

Anna menyerahkan kardus yang dibawanya kepada Bi Min. Untung saja sopir Evander orangnya juga cekatan. Ia ikut membantu membawa barang Anna yang masih ada di lantai dua.

Anna sudah berpamitan kepada ayahnya tadi pagi sebelum beliau berangkat kerja.

Siang ini ayahnya juga ingin mengantarnya. Tapi karena meeting-nya belum selesai, rencana itu pun batal.

Anna duduk di bangku belakang sopir. Mobil yang ditumpanginya berjalan pelan meninggalkan rumah yang sejak kecil menjadi tempat Anna tinggal.

Anehnya tak ada perasaan sedih meninggalkan rumah itu. Telah sejak lama rumah itu tak lagi menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi Anna. Anna hanya berharap kehidupannya akan lebih menyenangkan di tempat yang baru.

Sejak kejadian di kolam renang tempo hari, Evander tampaknya tahu diri dan memilih menjaga jarak. Seharusnya Anna merasa lega, tapi entah kenapa ia juga merasa kecewa. Damn, kenapa perasaan dan logikanya kerap tak sinkron akhir-akhir ini.

Perjalanan dari rumah Anna menuju rumah Evander kurang lebih satu jam. Jalanan penuh pepohonan besar dan rindang nampak di sepanjang jalan. Di depan sebuah rumah besar yang pagar tingginya dilapisi bebatuan yang bentuknya simetris, mobil itu berhenti. Pagar besinya yang tinggi berwarna cokelat kehitaman nampak gagah terlihat dari luar.

Sopir Evander turun, lalu menyalakan interkom yang tertempel di dinding supaya orang yang tinggal di dalam membukakan pintu pagar.

Tak lama kemudian pintu pagar kokoh itu bergerak membuka. Tak nampak orang yang membuka pagar menandakan pintunya dioperasikan secara otomatis.

Untuk pertama kalinya Anna melihat rumah Evander. Rumah bergaya klasik berlantai dua. Ada garasi yang letaknya searah dengan pintu pagar. Di ujung sebelah kanan ada sebuah bangunan kecil seperti paviliun yang ternyata juga digunakan sebagai tempat satpam.

"Nyonya Anna?" tanya seorang lelaki kurus dengan gusi yang agak menonjol menyambut Anna.

"Jangan panggil Nyonya, Anna saja!" jawab Anna canggung.

Di rumah Bi Min juga memanggil Rica dengan sebutan 'Nyonya' dan Anna benci mendengarnya. Saat dirinya sendiri disebut 'Nyonya', terdengar aneh di telinga Anna.

"Mana saya berani manggil nama saja. Nyonya bisa langsung masuk saja. Barang-barangnya biar saya yang masukin," ucap lelaki tadi sambil tersenyum dan memperlihatkan sebagain gusinya.

CEO'S LADYWhere stories live. Discover now