BAB 44

14.4K 1.7K 2.5K
                                    

Happy reading

Tandai typo dan jangan lupa tinggalkan jejak

Lagi dan lagi, Sean harus menunggu di depan ruang IGD

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lagi dan lagi, Sean harus menunggu di depan ruang IGD. Pemuda itu tidak membuka suaranya sama sekali, tatapannya lurus pada pintu di depannya. Sean mengambil nafas, ia meremas tangannya sendiri untuk menahan amarahnya.

"Aku benci Papa!"

Kalimat itu membuat Felix terkejut, pria itu menoleh dan menatap putranya dengan mata yang terlihat sedikit bergetar. Sungguh, kalimat yang diucapkan Sean menghantam tepat di dadanya.

"Sean, apa maksud dari ucapanmu yang barusan?" Felix memegang kedua bahu sang putra.

Sean langsung menepis tangan papanya, tatapan pemuda itu terlihat berbeda dan Felix tahu kalau perbuatannya sudah kelewatan. Pria itu menjauhkan tangannya, ia tidak mau Sean semakin membencinya.

"Maaf, Papa sudah kelewatan. Papa tidak menyangka kalau Ravin tidak bisa menahan racun itu," sesal Felix yang sudah tidak ada gunanya lagi, sebab Ravin sudah tiada dan pemuda itu akan dimakamkan saat Sea sudah sadar.

"Aku kehilangan temanku dan istriku masih berjuang di dalam sana. Aku nggak masalah kalau anakku nggak bisa bertahan, tapi aku nggak mau kehilangan Sea," ujar Sean dengan suara nafas yang kian memberat.

"Sean, jangan membenci Papa. Ini terakhir kalinya Papa melakukan sesuatu tanpa meminta persetujuan darimu lebih dulu, Papa tidak sanggup untuk dibenci olehmu," pria itu bisa melawan siapapun, kecuali putra tercintanya.

"Tergantung, kalau Sea nggak ninggalin aku. Maka aku bisa maafin Papa, tapi sebelum Sea benar-benar sadar—aku harap Papa jangan bicara denganku," ucap pemuda itu tanpa menoleh sedikit pun.

Felix mengangguk dengan berat hati, pria itu akan melakukan apa saja untuk membuat Sea selamat dan tidak meninggalkan putranya. Felix akui kalau dirinya adalah orang yang menoreh luka yang sangat banyak untuk menantunya, tetapi ia melakukan semua itu untuk melindungi keluarga tercintanya.

Waktu terus berjalan, entah sudah berapa lama Sean menunggu—ia tetap berada diposisinya. Felix masih setia menemaninya, pria itu tidak mau meninggalkan putranya sendirian. Vanila belum diberi kabar, karena masalah ini akan menganggu kesehatan wanita itu yang memang akhir-akhir ini sedikit melemah.

Akhirnya pintu dibuka dari dalam, Sean langsung berdiri dan menghampiri dokter yang baru keluar. Pemuda itu ingin membuka suaranya, tetapi ia langsung tercekat saat tidak sengaja melihat sesuatu di dalam ruangan tersebut.

"Bagaimana dengan keadaan menantu saya dan janinnya?" tanya Felix yang mewakili putranya.

"Maaf," kalimat yang tidak ingin didengar oleh Sean.

"Maaf kami harus mengeluarkan janin pasien, karena janinnya sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Untuk keadaan pasien, dia mengalami masa kritis dan sekali lagi kami meminta maaf—pasien dinyatakan koma," jelas sang dokter.

The Villain's Obsessed (End)Where stories live. Discover now