BAB 32

17.2K 1.9K 2.4K
                                    

Happy reading

Tandai typo dan jangan lupa tinggalkan jejak

Sea membuka matanya, tubuhnya sudah lebih baik daripada semalam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sea membuka matanya, tubuhnya sudah lebih baik daripada semalam. Gadis itu menggeliat pelan dan menatap kamarnya yang terasa tidak asing, bahkan aroma di dalam kamarnya dapat ia kenali. Sea duduk dengan pelan, matanya menatap setiap sisi kamar yang ia tempati.

"Kamar ini? Apa gue kembali?" Sea turun dari tempat tidurnya.

"Ternyata bukan, tapi kenapa kamar ini mirip sama kamar gue di—" gadis itu tidak bisa melanjutkan kalimatnya.

Sea mengusap perutnya yang membuncit, ia memilih keluar dari kamar tersebut. Saat dirinya melihat ruangan di luar kamarnya, air mata Sea tidak bisa ditahan lagi. Semuanya terlihat sama persis, ia menuruni tangga dan mencoba melihat lantai satu.

"Seandra, gimana tidurnya? Nyenyak? Kebetulan gue buatin makanan kesukaan lo," suara Ravin menghentikan langkahnya.

'Seandra, gimana tidurnya? Nyenyak? Kebetulan gue buatin makanan kesukaan lo. Soalnya gue nggak bisa tidur, jadi gue masak buat lo.'

Sea mengingat kalimat yang sering diucapkan oleh Hendery, kini ia mendengarnya lagi dari sosok Ravin yang tengah tersenyum hangat ke arahnya. Gadis itu mengusap air matanya, bahunya bergetar dan Ravin tersenyum melihat reaksi dari adiknya.

Hug!

"Jangan nangis, kasian anak lo juga ikutan sedih," ucap pemuda itu sambil memeluk adiknya.

"Bang Hen?" paraunya.

"Iya Seandra?" sahut Ravin yang membuat tangisan adiknya semakin menjadi.

"Jahat! Abang jahat! Bang Hen jahat!" seru Sea sambil memukul-mukul dada Ravin.

"Maaf Abang terlambat menyadarinya, Seandra," ucap pemuda itu yang kini ikut menangis.

Ravin senang waktu adiknya langsung menyadari kalau dirinya adalah Hendery, keduanya menangis sambil berpelukan. Pantas saja keduanya merasa nyaman satu sama lain, ternyata mereka memiliki hubungan yang sangat erat.

"Udahan nangisnya, nanti lo bisa sakit kalau kebanyakan nangis," ucap Ravin sambil mengusap air mata adiknya yang tidak mau berhenti.

"Bang Hen, kenapa bisa terjebak disini juga?" tanya Sea yang masih menangis.

"Gue juga nggak tau, tapi menurut gue—Tuhan sengaja bawa gue kesini, buat ngelindungin lo dari para manusia jahat itu!" tatapan pemuda itu langsung berubah.

"Udah nanti kita lanjut ngobrolnya, lo harus makan. Dari tadi malem lo belum makan apapun, ponakan gue pasti kelaparan," ucap Ravin yang tidak ingin adiknya sakit lagi, karena belum makan apapun dari tadi malam.

Sea mengangguk, ia juga sangat lapar. Keduanya kini duduk berhadapan dengan sarapan yang dimasak oleh Ravin, Sea sangat merindukan masakan abangnya dan perutnya juga tidak mual menghirup berbagai menu makanan yang ada di meja.

The Villain's Obsessed (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang