'Disini nggak ada yang tulus, semua orang cuma pura-pura tulus. Bahkan orang tua angkat gue sendiri, mereka cuma pura-pura karena bang Sean mulai nerima gue jadi adiknya. Lagian apa yang bisa harapin disini? Gue cuma berharap bisa ketemu sama bang Hen.'

Sea mengusap air matanya, ia mengingat pembicaraan Felix dan Vanila saat dirinya menghubungi mereka yang tengah melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri, dimana keduanya lupa memutuskan panggilan yang seharusnya sudah selesai.

Ternyata Felix dan Vanila hanya berpura-pura menerima keberadaan Sea, karena Sean yang menginginkan gadis itu sebagai adiknya. Mereka melakukan sandiwara agar Sea betah di kediaman Delwin.

Felix dan Vanila sebenarnya hanya ingin menuruti keinginan putra mereka, lagian siapa juga Sea? Gadis itu hanya orang asing yang beruntung bisa diadopsi oleh keluarga terpandang di negara ini.

"Ngapain lo nangis? Cepet turun!" suruh Sean yang keluar lebih dulu.

"Kenapa juga gue nangis? Seharusnya gue nggak kaget kalau mereka begitu, soalnya nggak mungkin bang Sean punya sifat kayak gitu kalau bukan faktor keturunan," Sea kembali mengusap air matanya, gadis itu akan berpura-pura tidak mengetahuinya.

Sea keluar dari dalam mobil, gadis itu mengerutkan alisnya saat melihat dimana dirinya berada. Ternyata Sean tidak membawanya pulang, tetapi membawanya ke arena balapan yang waktu itu pernah ia datangi.

Grep!

"Ini taruhannya, sama mobil kesayangan gue!" kata Sean sambil menarik adiknya di hadapan dua pemuda yang terlihat asing.

"Aku nggak mau dijadiin bahan taruhan!" tolak Sea yang mencoba melepaskan tangannya.

"Diem! Ini hukuman buat lo!" bentak Sean yang semakin mengencangkan cengkeramannya.

Gadis itu menggeleng tidak mau, dirinya bukan barang. Apalagi tatapan kedua pemuda yang menjadi lawan Sean hari ini, mereka menatap Sea seperti ingin melecehkannya. Gadis itu terlihat gemetar, ia akan menerima hukuman apapun—asal jangan menjadi bahan taruhan.

"Bang Sean, aku mohon ganti hukumannya. Aku nggak mau!" ucap Sea yang hampir menangis.

"Oke, gue setuju sama barang taruhannya. Boleh juga barangnya," ucap salah satu pemuda yang menjadi lawan Sean.

Sea mencoba melepaskan diri, meskipun pergelangan tangannya begitu sakit. Lawan Sean terlihat seperti orang yang tidak benar, gadis itu benar-benar takut. Tatapan mereka saja sudah membuat Sea merinding, gadis itu seperti dilecehkan hanya dengan tatapan mesum keduanya.

"Bang Sean, aku bakalan ngelakuin apa aja—asal hukumannya diubah!"

"Nggak bisa, mereka udah setuju. Jadi lo siap-siap nunggu gue menang atau kalah!" kata Sean sambil mendorong adiknya kepada beberapa orang bertubuh besar yang sudah ia siapkan untuk menahan Sea.

"Bos! Lo jangan gila!" teriak Yoshi yang mencoba menolong Sea.

"Lo jangan ikut campur! Lo jaga dia, jangan sampai kabur!" titah Sean.

"Kak Yoshi, tolong bantu aku!" kata Sea kepada Yoshi yang baru datang dan duduk di kursi depannya.

"Lepasin dia, gue yang jaga dia!" kata Yoshi kepada dua pria yang menahan tangan Sea.

"Maaf, kami hanya mengikuti perintah Tuan Muda," jawab keduanya.

Yoshi mengepalkan tangannya, pemuda itu tidak tega melihat Sea menangis. Yoshi tahu kalau Sean itu gila, tapi tidak begini juga cara menghukum adiknya.

Lawan Sean bukan orang sembarangan, karena mereka sering berebut posisi pertama. Sea akan hancur kalau Sean kalah, karena lawannya adalah bajingan hypersex yang tidak bisa diam kalau melihat mangsa di depan mata.

"Sea, lo harus tenang. Kita berdoa semoga Sean menang, gue bakalan ngelindungin lo," kata Yoshi yang sangat ingin membunuh Sean.

Jantung Sea seakan berhenti berdetak, saat mobil Sean berada di belakang mobil lawannya. Sedikit lagi keduanya akan sampai di garis finish, tetapi mobil Sean masih berada di belakang. Sea memejamkan matanya, ia berdoa agar Sean yang memenangkan balapan tersebut.

"Yes! Bos Sean menang!" suara Yoshi membuat gadis itu kembali membuka matanya.

Sea menghembuskan nafas lega, saat lawan Sean terlihat marah-marah dan memukul temannya sendiri. Tangan gadis itu dilepaskan, kini Sea tidak ditahan lagi. Namun gadis itu masih belum bisa menopang tubuhnya, ia benar-benar takut kalau dirinya akan dibawa orang kedua orang mesum itu.

"Cengeng!" kata Sean yang sudah berdiri di depan adiknya.

"Bos, lo yang bener aja! Gue kalau jadi Sea, juga nangis kalau dibawa sama mereka berdua," kata Yoshi sambil memukul bahu Sean, untuk meluapkan sedikit rasa kesalnya.

Sean tidak menggubrisnya, pemuda itu hanya fokus dengan wajah cantik adiknya yang terlihat memerah—karena marah dan juga habis menangis. Sean menarik dagu sang adik, sehingga Sea mendongak dan menatapnya dengan mata yang masih basah.

"Lain kali jangan keras kepala!" kata pemuda itu sebelum mencium Sea di hadapan Yoshi dan beberapa temannya yang lain.

"What the fu—" Yoshi menahan umpatannya, pemuda itu menatap horor sosok Sean yang tengah mencium Sea begitu ganas.

"Lo urus barangnya, satu mobil ganti nama jadi Sea!" perintah Sean kepada Yoshi yang masih tercengang.

"Bos—lo harus berhenti! Sea, adik lo bangsat!" Yoshi tidak bisa menahan umpatannya.

"Siapa bilang? Dia cuma mainan gue."

Lanjut?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lanjut?

Ada kata-kata untuk Sean? 👉🏻

Spam sebanyak-banyaknya!

See u on the next chap!

The Villain's Obsessed (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang