•thirtyfour-TERJADI•

538 20 9
                                    

-'-
selamat membaca ay!🫀
[SILAHKAN VOTE, KOMEN DAN FOLLOW TERLEBIH DAHULU]
-'-

Diruangan 4x4, ruangan bernuansa putih dan beraroma obat-obatan ini mereka berada

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Diruangan 4x4, ruangan bernuansa putih dan beraroma obat-obatan ini mereka berada. Raut wajah mereka tampak sendu dan penuh harap. Perasaan khawatir pun tak kunjung hilang. Tatapan mereka tak lepas pada sosok gadis pucat yang saat ini sedang terbujur di brankar rumah sakit. Tangan Arkan tak henti mengelus lembut tangan kiri sang putri yang terdapat selang infus. Alina belum sadar sejak kejadian di pulau Hatta. Meskipun detak jantung dan nafasnya sudah kembali normal, Alina masih belum sadar, terbaring lemah di lengkapi beragam selang medis.

"Dipta minta maaf.."

Sudah kesekian kalinya Pradipta menuturkan kalimat seperti itu. Sungguh, ia sangat merasa bersalah. Raut wajah Pradipta penuh dengan kecemasan, wajah nya sembab, tatapan nya seakan frustasi atas kejadian ini.

"Ayah, Dipta minta maaf atas semuanya. Maaf karena Dipta gak bisa tanggung jawab, lalai, ceroboh, dan bahkan gak sigap jagain Alina. Dipta mengakui kesalahan itu. Seharusnya Dipta bersikap lebih tegas dan gak menuruti kemauan yang berisiko tinggi ini."

Pradipta menunduk. "Dipta, benar-benar minta maaf.."

"Dipta minta maaf atas segalanya."

Lirihan dari anak laki-laki itu berhasil mengundang helaan nafas berat dari Arkan. Arkan tak menyahut, bahkan sedari awal Pradipta mengungkapkan kata maaf. Arkan tak marah, hanya saja ia kecewa. Dan waktu ini tidak tepat untuk saling memaafkan. Lidah Arkan terasa kelu untuk membalas ungkapan itu.

Violet—sang kakak mengikis jarak. Ia mengelus lengan adik kandung nya, berusaha menenangkan Pradipta. Sedangkan Arta, ia menatap wajah adik iparnya dan memberikan kode bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Dikeheningan itu, mendadak Arkan dan semua orang yang ada disana menangkup kepala Alina yang sedikit bergerak. Arkan semakin mendekat dan melihat dengan jelas mata sang putri perlahan terbuka.

"Nak,"

"Alina.."

Alina tak mampu mengeluarkan suara. Ia hanya bermain mata, pandangan nya teredar, menelisik ruangan 4x4 ini. Ia melihat Ayah, Pradipta, Violet dan Arta samar-samar. Sepasang mata sayu itu juga menangkup kecemasan di wajah mereka.

"Alina.." Violet mendekat. "Gimana sayang? Apa masih terasa sakit? Atau sudah enakan, sayang?"

Alina mengangguk kecil seraya terpejam. Meresapi secarik rasa sakit lalu kembali membuka mata.

"Udah.." Lirihnya, parau.

Pradipta maju selangkah lalu berkata, "Alina aku min—"

DANDELIONWhere stories live. Discover now