•twelve-BELUM TERLAMBAT•

1.2K 70 15
                                    

apa yang kamu harapkan? dia tidak memintamu untuk menunggu~
dandelion, 11.

'ღ'-selamat membaca ay!🫀[SILAHKAN VOTE, KOMEN DAN FOLLOW TERLEBIH DAHULU]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

''-
selamat membaca ay!🫀
[SILAHKAN VOTE, KOMEN DAN FOLLOW TERLEBIH DAHULU]

Hari-hari yang selalu tidak bersemangat, tidak berdaya, semakin terasa tidak berwarna usai kejadian hari ini. Perkara suatu kejadian yang dianggap sepele namun mampu menghancurkan kepercayaan Alina. Kemungkinan Abi tidak salah, melainkan Alina yang terlanjur menaruh kepercayaan yang cukup mendalam pada laki-laki itu. Kata manis, sikap, sifat yang selama ini Abi tunjukkan ternyata hanya sekedar omong kosong yang sama seperti laki-laki pada umumnya. Alina fikir Abi berbeda dengan yang lain, ternyata sama saja. Alina tidak berharap lebih. Mungkin Abi yang cukup keterlaluan.

Sedari tadi Alina hanya diam di dalam kamar, berbaring di ranjang, setengah tubuhnya ia tutupi dengan selimut. Tidur menghadap kanan, posisi tersebut berhasil membuat sepasang matanya memandang sesuatu pemberian Abi yang terletak di atas meja belajar. Alina meneguk saliva kasar, pandangan nya kosong ke arah sana. Setiap hari Abi selalu memberikan hadiah untuk Alina tanpa terlewat, terlepas dari dasar apapun.  Alina tidak marah, melainkan cukup kecewa. Sejauh ini ia tidak pernah mau mempercayai dan merespon laki-laki akibat trauma yang sempat menimpa. Namun, Abi mampu kembali menyentuh lukanya yang basah.

Lamunan Alina buyar saat bunyi ketukan pintu terdengar nyaring ditelinga. "Alinaaa!!" Seruan itu menyusul, itu suara Arkan dari sebalik pintu.

"Alinaa bukaa duluu pintunyaa, sayanggg."

"Anak ayah udah tidur yaa?!"

Alina mendesah lelah. Ia menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Namun tak bertahan lama ketika suara menggema Arkan terus-terusan menusuk indra pendengarnya. Alhasil ia enyah dari tempat tidur dan menghampiri Arkan yang sudah menunggu.

Sebuah senyuman tulus terbit dibibir Arkan. "Kenapa sayang? Kok lemes gitu mukanya, cantik."

"Alina gapapa ayahh."

"Obat nya sudah diminum, sayang?"

Alina mengangguk. "Baru aja."

Arkan tersenyum simpul. "Di depan ada Kak Dipta itu. Yuk samperin dulu."

Alina menghela kasar nafasnya. "Energi Alina rasanya gak cukup untuk berinteraksi sama orang sekarang."

Arkan mengikis jarak, tangan nya mengusap lembut bahu sang putri. "Semakin kamu mengurung diri, diem-dieman tanpa berinteraksi pasti nanti semakin kemana-mana fikirannya, sayang. Kamu akan lebih banyak menung. Lebih baik ada temen ngobrol, supaya hal yang seharusnya gak di fikirkan itu pergi jauh-jauh. Bisa juga berbagi cerita mungkin?"

Sejenak Alina diam. Netranya menangkup raut wajah Arkan yang tengah tersenyum manis ke arah nya, kedua alis tebal itu juga terlihat terangkat menunggu jawaban yang pasti dari sang putri.

DANDELIONWhere stories live. Discover now